"Ohh Alice, tolong antarkan ini ke meja di samping jendela sebelah sana ya. Please-perutku mendadak saja sakit, dan aku harus segera ke toilet. Maafkan aku merepotkanmu." Alice pun tersenyum dengan disertai sebuah anggukan yang mengartikan bahwa dia paham dan akan melakukan permintaan rekan kerjanya. Lagipula dia juga sedang tidak melayani pelanggan yang akan membayar saat ini. Jadi bukanlah masalah tentunya.
"Terima kasih, Nona."
"Sama-sama Tuan. Selamat menikmati hidangannya."
Senyum di bibir tipis berwarna merah muda itu begitu hangat dan ramah. Alice suka. Pria itu sangat baik sejak pertama kali kedatangannya ke tempat Alice bekerja. Ahh tidak lagi beberapa kali, tapi sering. Bisa dikatakan dalam seminggu pria itu akan datang rutin 2-3 kali. Dia pelanggan setia dan loyal. Alice hapal betul tentang itu.
"Ehm Nona, apa malam ini kau punya acara?"
Alice menggeleng sambil mendekap baki kosongnya. "Bagaimana jika nanti malam kita makan bersama? Apa kau keberatan?"
Kini Alice menunduk, memerhatikan kaki meja di bawah sana seolah mencari jawaban. Dia teringat tentang permintaan pria itu untuk acara pesta perayaan untuk saudara perempuannya yang telah meninggal. Dia bilang wajah mereka mirip dan dia ingin merasakan tahun ini seperti tahun lalu ketika adiknya masih ada.
Sungguh tak wajar sebenarnya. Merayakan hari ulang tahun dimana seseorang itu sudah tak lagi ada. Tapi melihat kesungguhan pria muda itu Alice merasa kasihan dan ingin menghiburnya, setidaknya sebagai balas budi atas pertolongannya malam itu. Saat ada pria nakal yang ingin melecehkannya di jalan. Untung saja pria itu lewat dan tanpa segan memberi pelajaran hingga sang pelaku lari tunggang langgang dengan bekas darah di wajahnya. Alice masih mengingatnya. Dan mungkin inilah saatnya bagi Alice membalas kebaikan orang itu padanya. "Baiklah Tuan."
"Jangan panggil aku Tuan. Aku bukan majikanmu. Mulai sekarang kita berteman. Kenalkan namaku Cedric Portman. Kau bisa memanggilku Cedric."
Namun sebelum Alice membalas jabat tangan pria itu, Alice terlebih dahulu mendapat panggilan dari Jane yang berada di belakang mesin transaksi. Ada seorang pelanggan yang akan membayar disana dan telah rela menunggunya.
"Maaf aku harus segera kesana, Tuan. Permisi."
Alice berjalan lebih cepat diikuti dengan pandang mata Cedric yang tak lepas darinya. "Dia menggemaskan." Cedric tersenyum lagi untuk kesekian kali. Parasnya yang dingin kini tak lagi beku, ada hangat di wajahnya yang nampak memerah hanya karena sebuah kebahagiaan kecil. "Kau tetap Alice kecilku." Ujarnya sambil mengaduk kopi hitam di hadapannya.
Alice pun segera meminta maaf karena telah cukup lama meninggalkan pekerjaannya untuk meladeni Cedric barusan. Ia harusnya bisa lebih sigap dalam bekerja, bukan justru berbincang dengan pelanggan dan melupakan tanggungjawabnya meski sejenak.
"Total semua pesanan Anda 55.000 dollar Tuan." Alice menerima uang pembayarannya, namun mendadak ia merasa tak asing dengan pria yang sekarang menunggu uang kembalian darinya.
Alice menelan salivanya. Membasahi tenggorokannya yang mendadak mongering. Pria itu!
Alice sungguh tak nyaman. Pria itu mengerikan, ia memandangnya tak berkedip hingga uang yang ia sodorkan sebagai kembalian pun sama sekali tak disentuhnya. Pria itu benar-benar membuat Alice memundurkan tubuhnya karena rasa takut. Tatapannya yang terus menerus seperti itu seolah memojokkannya. Baru kali ini Alice menghadapi pria semacam ini. Dan sayangnya Alice tak mungkin berteriak minta tolong di saat pria itu bahkan tak melakukan apapun padanya. Ia hanya takut. Namun perlahan Alice mencoba tenang, meski saat ini ia tengah kembali melihat ke arah Cedric yang ternyata juga sama melihat ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCANE [End]
FanfictionJames Arthur telah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Membuat pria itu merasakan kehilangan yang sanggup menghancurkannya dalam waktu sekejap. Namun siapa sangka jika dia menemukan hal lain setelah mendapati sebuah surat di balik lukisan...