2 : XXX HOUSE

113 36 80
                                    

“Kenapa kau masih berdiri disana?” ucapan itu terlontar dari seorang wanita paruh baya yang tengah memegangi seputung rokok di tangannya. Bibirnya merah seperti darah segar dan mengepulkan asap rokok dari sana.

Wanita itu nampak masih mempesona dengan tubuh elok yang tak menampakkan jika dirinya sudah menginjak usia senja. Polesan rias di wajahnya mengangkat pesona wanita berkelas eksekutif dan jangan heran jika banyak pria yang mendekat padanya hanya untuk mencari teman bersenang-senang.

Ya, dia pemilik rumah beserta seluruh isinya. Dia “Mom” di rumah ini. Penguasa mutlak akan lembah kepuasan bagi para pria yang haus akan kesenangan, dan tak lupa kenikmatan.

Puluhan wanita berkumpul disana. Bekerja dengan begitu professional untuk melayani tamu-tamu hidung belang. Entah sekadar menemani berbincang di tepi kolam renang rumah itu, atau bahkan lebih, hingga memberi kepuasan duniawi yang selalu menjadi candu bagi pelakunya. Begitulah kiranya keadaan di dalamnya.

Seharusnya kesenangan yang di dapat di dalam sana, tapi ternyata tidak bagi Alice. Dia masih memojok di tempatnya berdiri sekarang. Memegangi rok yang menampakkan pahanya hingga begitu ke atas untuk mengekspose betapa indah kaki jenjangnya yang putih kecoklatan. Dimana jika saja pria melihatnya, maka jangan salahkan tangan mereka yang akan merabanya. Bagian tubuh itu sangat menggoda dan meningkatkan hasrat pria-pria di dalam sana.

Alice sama sekali tak nyaman dengan penampilannya saat ini. ia berdiri di pojok ruang yang lebih gelap dibanding sekitarnya. Bahu yang terbuka dengan ukuran pakaian yang bisa dikatakan sangat minim itu membuatnya mengernyit. Wanita muda itu tak pernah menyangsikan dirinya akan berada di tempat seperti ini. Hanya saja kenyataan berkata lain. Ini hidup yang paling dikutuknya dan di luar keinginannya.

“Cepat kemari! Mau berapa lama lagi kau disana? Sudah kukatakan kau akan bersenang-senang disini. Kau bebas memilih siapa yang mau kau temani. Ayo anak manis! Jangan buat Mom lebih keras terhadapmu. Come on baby.”

“Errgg.. Tapi…”

“Aku tidak butuh tapi-mu. Katakan padaku, kau butuh lelaki seperti apa? Akan Mom carikan pelanggan pertamamu.”

Alice mencoba menggeleng dengan ekspresi wajah ketakutannya. Ini yang ia khawatirkan. Bukan berpura-pura takut, tapi memang Alice takut. Semua ini bukan atas keinginan dirinya.

“Kau tak perlu takut sayang. Aku tak akan  membiarkan pelangganku menyakitimu. Mereka akan memberi semua hal manis untukmu dan mewujudkan keinginan fantasimu menjadi nyata. Percayalah padaku.”

Wanita itu tersenyum dengan bibir merah meronanya. Berjalan mendekat pada Alice dan menuntunnya serta mengarahkan pandangannya pada seorang pria muda yang baru saja datang. Senyumnya kembali tersungging, seakan apa yang kali ini dia lihat adalah tujuan utamanya malam ini untuk membuka pembayaran pertama bagi Alice.

Wanita tua itu mengusap pundak budaknya. Berjalan ke arah pria yang tampak elite, seorang yang pasti memiliki banyak uang di sakunya. Dan setelah sedikit perbincangan singkat dengan pria itu, Mom menyodorkan Alice padanya. Diikuti senyum dari sang pelanggan,

Alice hanya mampu membuang wajahnya, memaksa senyum untuk turut terlahir di wajahnya dan menerima genggaman dari pria yang tak dikenalnya.

“Kau akan mendapat lebih dari apa yang kau bayangkan, Alice.” Bisik terakhir Mom pada gadis cantik yang baru saja berhasil melewatinya tanpa kata.

“Sorry Sir. But I’m—“ Alice melepas tangannya dari jari-jari yang mengikat jemari lentiknya.

“Kau kenapa Nona? Aku tak akan menyakitimu. Aku bahkan akan mengenalkanmu pada indahnya dunia malam ini.” seutas kalimat menjadi panah yang jelas langsung menuju otak Alice. Dia tahu, dia tak bisa lari dari tempat ini. Tapi dia tak ingin memberikan kehormatannya pada laki-laki yang tak dicintainya. Apalagi ini, laki-laki hidung belang. Ini mengerikan.

ARCANE [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang