"Good morning, Sir." Sapaan pagi yang ramah dan hangat membangunkan pria yang terlihat menikmati tidur malamnya.
James membuka matanya perlahan. Senyum Alice ada di depan kedua matanya dengan satu cangkir minuman di atas nampan kayu kecil membuatnya terperangah. "A-lice--"
"Kupikir kau belum bangun. Maka aku buatkan kopi panas untukmu dan satu sandwich telur setengah matang untuk sarapan. Kupikir kopinya harus kuganti dengan yang hangat. Sebentar--"
James mengusap matanya dan menarik diri mundur setelah menjejak kasur sebagai alas tubuhnya.
Kasur?
Alice pun kembali setelahnya dengan membawa kopi hitam yang setidaknya tidak sepanas seperti apa yang ia siapkan tadi. Yang tadi airnya baru saja mendidih dan tidak baik untuk langsung ditenggak. Bukan hal yang lucu jika James mendadak merasakan lidahnya terselit panasnya kopi yang ia buat. Seakan Alice sengaja membuat jebakan untuk pria yang pulas di atas ranjang miliknya.
"Minumlah. "
"Terima kasih. Tapi –maaf Alice, apa ada hal yang kulakukan semalam padamu??"
Alice menggeleng santai dan tersenyum, "Tidak ada Tuan. Kau hanya berpindah dari kursi itu kemari. Tak ada hal lain." Unjuk Alice pada sebuah kursi yang masih berada di sisi ranjang. "Aku sungguh berterima kasih karena kau telah membantuku saat penyakit aneh itu muncul lagi setelah sekian lama."
James memandangi Alice setelah menerima cangkir kopi yang tadi disodorkannya. Ia merasa tak sopan telah berada di atas ranjang yang bukan miliknya. "Bagaimana aku berpindah?"
Alice terkikik kecil dan berjalan menuju jendela yang masih tertutup tirai transparan berwarna gading. "Aku hanya membangunkanmu saat tubuhku telah terasa normal kembali. Semalam saraf tubuhku sedikit terganggu, James. "
Pria itu kembali memperhatikan kemejanya yang setengah terbuka. Ia benar-benar lupa atas apa yang terjadi. Tapi ia yakin bahwa tak ada yang terjadi di antara mereka. Lagipula mereka semalam juga tak mabuk. Keduanya dalam keadaan sadar dan ia mengingat bagaimana Alice meminta tolong padanya untuk membawa tubuhnya ke kamar karena tak sanggup bergerak.
"Apa yang terjadi padamu semalam?"
"Alice in wonderland-ku kambuh. Penyakit langka itu terkadang muncul dan membuatku tak sanggup melakukan apapun. Karena aku merasa tubuhku membesar dan terasa aneh. Sedangkan seluruh benda mengecil dan jarak pandangku akan berkali-kali lipat meluas. " Alice kembali tersenyum simpul melihat ke luar jendela, dimana matanya dapat melihat taman kecil yang sengaja dibuat ayahnya dulu di dalam rumah. "Jika jarak objek itu hanya 1 meter di hadapanku, itu bisa berubah menjadi jarak 5 meter atau lebih. Dan itu sangat menakutkan."
Alice berbalik, melipat kedua tangannya di depan dada sambil memandang pria yang masih kokoh memegangi cangkir di pangkuannya.
"Apa itu penyakit langka?"
"Ya—mungkin di dunia ini hanya beberapa orang yang mengalaminya. Dan itu tak ada obatnya."
James mengangguk. Ia tak ingin bertanya lagi saat mata Alice memandang lantai dan memainkan kakinya seperti sedang melukis dengan kuas di bawah sana. Ia tahu, Alice pasti merasa dirinya tak senormal orang-orang di luar sana.
"Terima kasih atas kopinya."
Bibir Alice kembali tertarik membentuk sudut disertai anggukan kecil. "Aku semalam hanya membangunkanmu dan aku tidur di ruang lain. Jadi kau tak perlu memikirkan apapun." Alice kembali mendongak dan membuang napas yang seakan sejak tadi ia tahan. "Jika kau mau, kau bisa mandi sebelum pulang."
"Apa kau tak bekerja hari ini?"
Alice menggeleng, "Aku libur." Dan wanita itu kembali melanjutkan langkahnya menuju ke luar kamar. Hatinya kembali bergejolak di luar batas dan itu harus segera dihentikan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARCANE [End]
FanfictionJames Arthur telah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Membuat pria itu merasakan kehilangan yang sanggup menghancurkannya dalam waktu sekejap. Namun siapa sangka jika dia menemukan hal lain setelah mendapati sebuah surat di balik lukisan...