Keylie mencengkeram sisi kepalanya. Tumben sekali James Arthur mendadak gila seperti semalam. Jika digambarkan, pria itu sungguh seperti kesurupan setelah melihat Alice. Bahkan makan malam yang baru akan dilakukan menjadi batal hanya karena ulah pria itu. Ya, Alice berhasil melarikan diri setelah wanita itu merasa sangat ketakutan dan untungnya Keylie berhasil menghadang James meski dengan bersusah payah, karena pria itu hendak mengejar Alice saat melihat Alice segera bergegas keluar dengan wajah panik.
Dari sanalah rasa bersalah terhadap Alice muncul. Dan pagi tadi saat Keylie berniat meminta maaf kepada wanita itu di rumahnya, yang ia temukan hanyalah rumah yang telah kosong. Alice pasti sudah lebih dulu pergi bekerja pagi tadi. Dan satu usaha Keylie yang mencoba menghubunginya mendapat hasil nihil. Ponsel Alice sepertinya sengaja dimatikan.
Tubuhnya pun beranjak dari kursi yang sedari tadi menjadi tempat dimana Keylie menata diri. Pagi ini adalah hari pertama bagi Keylie untuk mencoba berurusan dengan pria yang harus dikenalnya. Seorang pelukis yang sempat ia ketahui memiliki paras rupawan dan sikap sedingin salju—sepertinya.
“Aku harus bisa menaklukkannya.” Gerutunya sembari memoles lipstik nude di bibir seksinya, di hadapan cermin yang memantulkan betapa indah seorang Keylie Foster.
Dan sentuhan akhir dengan parfum aroma musim panas tengah disemprotkannya ke seluruh tubuh. Baginya ini adalah keharusan, karena akan mengedarkan aroma yang mampu membuat siapapun orang menaruh perhatian padanya. Dan satu lagi, anting minimalis berbentuk mutiara kecil tengah dikenakannya setelah ia bersiap penuh untuk pergi sebuah tempat yang ditujunya.
🖤
“Mocha Frappucino pesanan Anda, Nona. Silakan.”
Senyum manis dengan satu anggukan tanda terima kasih menyertai kepergian pramusaji The Eternal Chic. Keylie masih tak melakukan apapun selagi pria itu masih ada di sudut ruang sana. Matanya terus memuja menatap pria yang bermain cantik bersama piano klasik berwarna cokelat tua itu. Nada yang keluar begitu indah dari jari lentiknya yang bergerak lincah.
Tempat itu memiliki keunggulan yang tak dimiliki tempat lain. Pianis tampan berkulit putih pucat itu telah sanggup membuat para pelanggan jatuh hati pada setiap permainannya. Ia memang menggugah selera, bahkan di not terakhir yang ia mainkan saat ini mampu membuat senyum di wajah setiap orang yang memandangnya.
“Thank you.” Pria itu kemudian berdiri dan membungkuk serta tersenyum simpul. Tapi, entah mengapa Keylie menyadari jika pria itu sempat melirik ke arahnya saat merunduk tadi. Mungkin hanya perasaan Keylie saja, tapi melihat pria itu lalu tersenyum ulang padanya membuatnya yakin jika pria itu benar mengetahui keberadaannya.
“Eoh, maaf permisi. Aku begitu mengagumi keahlianmu Tuan. Boleh kutahu siapa namamu?” Keylie tak menyiakan kesempatan kali ini untuk mengetahui siapa nama pianis tampan yang kini tengah duduk sembari mengaduk minuman dinginnya di salah satu meja yang menghadap barisan botol ternama.
Pria itu menoleh dengan sebuah anggukan dan tatapan mata yang menyipit. “Apa kau pendatang baru?”
“Heum yaa, aku pendatang baru di kota ini. Dan ini pertama kalinya aku melihat pertunjukanmu—yang ternyata sungguh luar biasa.” Wanita itu dengan entengnya mengambil kursi tinggi di samping sang pianis yang nampak tak terlalu mempedulikannya.
“Terima kasih atas pujianmu. Tapi permainanku hari ini biasa saja. Tak lebih bagus dari pianis lain.” Pria itu kembali memainkan sedotannya untuk mengaduk minumannya melawan arah jarum jam. “Dan aku harus pergi sekarang. Permisi.”
Baru kali ini ada pria mengabaikan kehadirannya. Biasanya mereka akan berbalik tanya siapa namanya dan darimana asalnya. Ini gila! Atau pria sialan itu yang memang gila?

KAMU SEDANG MEMBACA
ARCANE [End]
FanfictionJames Arthur telah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Membuat pria itu merasakan kehilangan yang sanggup menghancurkannya dalam waktu sekejap. Namun siapa sangka jika dia menemukan hal lain setelah mendapati sebuah surat di balik lukisan...