Ditulis oleh Yusbita Amira
Di dalam ruangan berAC, kini kursi tunggu penuh. Beberapa pelamar tampak tenang, sebagian lain harap-harap cemas. Apa ia akan diterima, atau akan tertolak begitu saja?
"Silakan masuk, yang mau interview selanjutnya,"ucap seorang penjaga dibalik pintu ruangan interview.
Raka, pemuda fresh graduate dari salah satu universitas swasta di Indonesia. Berjalan tenang menuju ruangan tersebut dengan dua orang pelamar lainnya.
"Selamat pagi, Bu," sapanya hangat kepada petugas interview.
"Pagi."
"Saya mau tanya, berapa tahun pengalaman
kalian di bidang ini? Mulai dari Anda, saudara Julio."
"Saya pernah magang selama empat bulan, kemudian ditambah lagi pelatihan selama tiga bulan, dan satu tahun di perusahaan lain, Bu."
"Baik, untuk saudari Mila. Silakan dijawab pertanyaan saya."
"Baik, terima kasih waktu yang diberikan. Pengalaman saya di bidang ini selama dua tahun, Bu."
"Baik, untuk saudara Raka. Silakan dijawab pertanyaan saya."
"Saya belajar autodidak di bidang ini, Bu. Beberapa waktu lalu ikut lomba dan berhasil mendapatkan lima sertifikat juara harapan. Saya juga kerja part-time selama empat bulan. Namun, saya yakin bahwa saya memiliki kemampuan di bidang ini."
"Maaf saudara Raka, ketentuan perusahaan kami pelamar minimal memiliki pengalaman bekerja selama satu tahun. Namun, jangan menyurutkan niat kalian. Pengumuman hasil lolos interview akan kami kirim melalui email durasi selama seminggu. Terima kasih atas jawaban-jawaban kalian tentunya kalian pilih yang terbaik. Semoga sukses."
"Baik, terima kasih, Bu. Selamat siang."
"Siang."
★★★
Hari telah berganti. Ini sudah hari ke tujuh setelah Raka menghadiri wawancara itu. Akan tetapi ia tak jua mendapatkan e-mail dari pihak perusahaan. Kemudian ia memutuskan untuk mendatangi perusahaan itu, biasanya pengumuman pelamar yang diterima akan di tempel di papan informasi perusahaan. Ia bergegas membawa motornya ke sana.
Sesampainya di sana ia dengan teliti menyisir daftar penerimaan karyawan. Namun seribu sayang, ia tak kunjung menemukan namanya tertera dalam pengumuman itu. Kemudian ia kembali dengan tangan kosong juga kesedihan yang menghiasi wajahnya. Lalu ia beralih menuju taman sebelah kantor. Barangkali dengan begitu ia akan lebih fresh.
Ia meletakkan tas begitu saja. Map cokelat yang ia terima dari satpam tadi ia letakkan sembarang di sebelahnya. Tak lama berselang, seorang wanita datang.
"Permisi, Mas. Boleh saya duduk di sini? Tempat duduk yang lain sudah penuh," papar wanita itu dengan penuh harap. Dan hanya dijawab Raka dengan anggukan lemah. Lalu fokus menatap ke depan.
"Mas juga nunggu ojol?"
"Nggak, saya bawa motor."
"Oh iya, maaf." Wanita itu tertawa.
"Em, maaf kalau boleh tahu ada masalah, Mas?" lanjutnya.
Raka menatap wanita itu kemudian menggeleng.
"Terkadang kita terlalu lihai menyembunyikan masalah kita. Namun beberapa orang bisa menangkap ada sesuatu yang di sembunyikan. Boleh kok sharing sama saya, Mas. Ya walaupun saya orang baru dan asing, tenang saya bisa dipercaya," ucapnya seraya tersenyum tulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Punya Realita
Short StorySeperti yang diiginkan semesta. Jika memang harapan ini harus gagal di tengah jalan, maka tak mengapa. Jika memang tak boleh bermimpi terlalu tinggi, maka tak masalah. Akan tetapi, biarkan pemimpi ini mewujudkan bunga tidur seindah-indahnya. Yang re...