★ Jugun Ianfu ★

10 3 0
                                    

Ditulis oleh Piscesta Amanda

Manusia selalu diciptakan dengan nafsu, manusia bukan hanya sekedar hidup dengan makan dan minum, tetapi manusia juga butuh asupan biologis dan batiniah.

Kala itu Batavia telah dikuasai oleh Jepang, dan kabar ini sudah terdengar di tanah kelahiranku, Banten. Telah terdengar kisah kekejaman mereka ke telinga kami, tapi waktu itu aku masih belum mengerti apa-apa karena aku baru menginjak di usia yang ke 16 tahun. Awalnya kupikir mereka tak sekejam itu, apa lagi kabar ini kudengar dari tetanggaku yang bercap "mulut lebar" karenavmemang ia suka bergosip.

Aku Arum, dan aku lahir di tanah Serang Banten, sejak kecil aku selalu ingin mengunjungi Batavia, entah lah aku tidak memliki alasan yang tidak pasti kenapa aku ingin kesana. Tetapi meskipun begitu, aku tetap bangga dan senang menjadi pribumi di Banten.

Terkadang aku ingin segera menikah menyusul Suretno, teman-temanku yang sebaya, kebanyakan mereka sudah menikah lebih dulu. Terkadang aku mempertanyakan hal tersebut kepada ayah dan ibu. Yahh kalau dipikir wajahku tidak terlalu buruk, bahkan temanku sangat ingin memiliki kulit sepertiku yang berwarna kuning langsat, memang kebanyakan mereka berkulit sawo matang.

Pagi itu aku bertemu dengan Suretno, Suminem, dan Laras sambil bercanda dan berbincang sembari mencuci baju di sungai.

"Suretno, kapan punya anak? Ayo cepat susul aku sama Laras." Celetuk Suminem yang sambil tertawa dengan Laras.

"Ah kamu nih, aku kan baru nikah kemarin lusa."

Oh ayolah pembahasan macam apa ini? Aku sendiri belum di pinang dengan siapapun, bahkan belum ada seorang bujang datang ke rumah ayah untuk meminang diriku.

Tak lama Priyono, suami Suminem datang menjemput istrinya. Tampaknya sepasang pengantin baru ini sedang dalam kasmaran. Bahkan sang istri mencuci baju saja ia jemput. Jujur ini membuatku iri, seandainya aku seperti itu pasti hatiku akan berdegup. "Aduh aduh pengantin baru."

"Aaa senang sekali pasti Suretno dijemput suaminya."

Celetuk Laras dan Suminem yang menggoda mereka.

Kini tinggal aku, Suminem, dan Laras, agaknya Laras harus pulang lebih dulu karena anaknya takut menangis, jadi tidak bisa ditinggal lama.

"Sepertinya kita akan jarang berkumpul lagi."

"Benar juga, tapi kalian enak sudah punya keluarga dan anak, aku? Bahkan satu orang pria bujang pun tak ada datang kerumah."

"Hhmm kasihannya dirimu, tapi tak apa bukan? Seperti kak Masitoh yang menjadi perawan tua tetapi sukses di Batavia."

Perkataan Suminem benar juga, jika mengingat kak Masitoh yang justru belum menikah di usianya yang menginjak 19 tahun, tetapi setidaknya ia sukses dan bisa belajar di Batavia. Terkadang jika mengingat kak Masitoh aku juga jadi ingin ke Batavia untuk belajar, jika ada kesempatan pasti aku akan mengikuti jejak nya.

Aku dan Suminem segera pulang karena hari sudah gelap dan jjka kami telat pulang, kami harus menerima resiko yaitu berlari, karena jalanan minim penerangan. Sesampainya dirumah aku langsung ke kamar untuk beristirahat, sungguh ini sangat lelah, tak terbayang lelah nya ketiga temanku yang sudah menikah dan harus mengurus rumah.

Jujur aku iri melihat kemesraan Suretno dan Priyono. Aku selalu berdoa setiap selesai shalat supaya cepat dapat jodoh, tetapi agaknya aku harus lebih bersabar. Ntah lah apapun itu, hari ini aku sedang tidak bergairah.

★★★

Adzan Subuh membangunkanku, selesai shalat aku membantu ibu untuk membuatkan sarapan dan bekal untuk dibawa ayah ke ladang. Langit sudah agak terang, kujemur pakaian yang kemarin aku cuci di Sungai bersama teman-temanku.

Semesta Punya RealitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang