💎Happy reading💎
Entah kenapa, setelah menceritakan semuanya kepada Fero---yang mana juga didengar oleh semuanya, hati Torano menjadi sedikit lega. Rasanya seperti ada batu besar yang terangkat, yang sebelumnya menyanggah dadanya. Ada sesak yang berkurang saat ia selesai menangis sore itu.
Namun, ada yang salah dari cara takdir menata hidup Torano. Biasanya di tengah hari seperti ini, Torano akan berlatih. Akan tetapi, kali ini Torano merasa sangat mengantuk dan memilih tidur di atas pohon. Seperti biasa, lelaki itu akan mengikat diri dulu sebelum tidur. Torano kalau tidur suka bergerak ke sana ke mari. Akan berbahaya kalau ia terjatuh dan berakhir patah kaki.
Perlahan, kesadaran Torano mulai pergi. Padahal baru tiga menit ia tiduran di sini.
Tak lama setelahnya, mata Torano disilaukan oleh cahaya putih yang begitu menyilaukan mata. Perlahan membesar dan menyoroti tubuh Torano seutuhnya. Di sana, Torano mulai berdiri dan mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Memperhatikan di sekitar yang ternyata hanya ada ia seorang diri. Tidak ada siapa-siapa, hanya cahaya putih.
"Ini ... di mana?"
Torano mencoba beranjak dari sana, tapi kakinya seperti menempel di lantai dengan sempurna. Tidak bisa digerakkan dan Torano tidak bisa ke mana-mana.
"Torano!"
Panggilan itu, suara itu ... Torano tahu betul siapa pemiliknya. Torano masih begitu ingat bagaimana dulu suara itu yang paling sering menyebut namanya. Suara yang selalu Torano suka. Baik itu untuk suara pengantar tidurnya atau pun suara yang akan menyambut saat ia baru membuka mata.
Perlahan, perempuan itu terlihat di depan mata. Yang mulanya kabur menjadi lebih jelas dan Torano tahu betul itu siapa. Gadis yang mungkin hanya setinggi dada Torano saja. Atau mungkin lebih pendek dari itu.
"Nao--tidak ... Kakak!" Torano mencoba menggerakkan kakinya. Ajaibnya, Torano bisa menggerakkan kakinya dengan sempurna. Bahkan langkahnya terasa lebih ringan seperti sedang berjalan di atas udara.
"Kakak!" panggil Torano sekali lagi. Ia berlutut di hadapan Naomi dan memeluk gadis itu erat.
Torano menangis di sana. Memeluk tubuh kecil Naomi yang masih sama kecilnya saat terakhir mereka berjumpa. Seolah gadis itu tidak mengalami pertumbuhan apa-apa. Atau mungkin memang tidak tumbuh karena jelas gadis itu sudah tiada. Torano bahkan tidak peduli gadis yang ia peluk kini hanya sebatas arwah. Torano juga tidak peduli kalau ini semua hanya mimpi dan tidak mungkin terjadi di dunia nyata.
"Maafkan aku! Maafkan aku, Kakak!" isak Torano.
"Kakak? Panggilan bodoh macam apa itu? Dasar kau ini. Dulu kau bahkan tidak pernah memanggilku kakak. Padahal sudah kusuruh puluhan kali. Sekarang, saat tubuhmu bahkan lebih tinggi dariku, kau baru memanggilku begitu."
Torano melepas pelukannya. Lelaki itu buru-buru berdiri dan menyeka air mata. Anak itu berdehem singkat dan memasang wajah tenang seperti bagaimana Torano yang biasa. Anak itu bersikap seolah ia tidak pernah merasakan luka. Tidak ada jejak luka yang menguar di matanya. Tatapan anak itu tampak beku dan tidak ada yang bisa melelehkannya.
Sekejap, Torano melihat Naomi di hadapannya menghilang. Lalu, saat Torano mencoba mencarinya, ternyata gadis itu sudah berada di belakang. Tatapannya berubah menjadi lebih nyalang. Tidak ada tatapan lembut seperti pertama kali saat tadi gadis itu datang.
"Ada a---?"
Torano baru akan bertanya, tapi Naomi langsung berteriak kencang dan marah-marah.
"Kau pikir kau sudah melakukan hal yang benar, hah?! Kau pikir dengan menganggap orang-orang itu saudaramu, semua akan baik-baik saja?!" pekik Naomi. Entah sedang membicarakan apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Half Beast
FantasyTentang Akira dan Fero, dua adik-kakak yang kehilangan orang tua saat umur mereka bahkan belum seberapa. Akira, lelaki berumur 11 tahun yang sedari kecil selalu dilatih keras oleh Sang Ayah, tapi saat ada bahaya, ia justru tidak bisa melakukan apa-a...