Dua Belas🦊

411 60 20
                                    

💎Happy reading💎

Pagi harinya, sesuai permintaan Kakek Pupa, Fero dan Akira akan berangkat saat ini juga. Sebelum pergi, Akira lebih dulu berterima kasih kepada Kakek dan Nenek Pupa yang sudah berbaik hati memberi mereka tempat untuk tidur sementara. Juga, Akira meminta doa kepada mereka berdua agar ia dan Fero selamat sampai tujuan. Setelahnya mereka langsung pergi memasuki hutan.

Derap langkah kaki mereka yang bersahutan seolah menjadi nada kedua puluh yang terdengar di dalam hutan sana. Karena selain derap langkah kaki mereka, banyak suara burung yang berterbangan di atas kepala. Ada juga suara kera yang berbunyi entah dari mana. Mendengar suara-suara itu, membuat bulu kuduk Fero meremang seketika. Maka yang bisa anak itu lakukan adalah menggenggam erat tangan kiri Akira dengan kedua tangannya. Mencoba mencari tenang yang langsung bisa ia dapatkan, tapi tak banyak karena suara-suara di sana lebih terdengar menakutkan.

"Fero bodoh. Kau itu serigala 'kan? Bagaimana bisa kau takut hanya dengan mendengar suara-suara itu?" sindir Akira, tapi tetap membiarkan Fero menggenggam tangannya.

"Tetap saja, Kak. Suaranya terlalu ramai. Itu artinya mereka juga pasti banyak."

"Bahkan satu pun aku tidak melihat binatang apa-apa. Tenanglah! Kalau ada apa-apa, kau tinggal berubah jadi serigala dan mereka pasti lari melihatnya."

Akira masih begitu santai di posisinya. Seolah suara-suara binatang di sekitar bukanlah apa-apa. Seolah-olah Akira sudah terlalu biasa dengan jenis suara yang menusuk telinga. Berbeda sekali dengan Fero yang biasanya hanya di rumah. Hanya sesekali ke luar kalau mau bermain dengan teman-temannya.

Sebenarnya Fero juga bosan terus-terusan di rumah, tapi ibu berkata kalau Fero ke luar rumah pasti akan ada masalah. Anak itu masih bocah, takut kalau-kalau Fero menampakkan wujud serigalanya kepada teman-temannya. Walau sekarang benar-benar sudah terbongkar semuanya.

Fero melepas genggaman tangan Akira. Bukan karena anak itu sudah tak takut lagi dengan sekitarnya, tapi karena kesal mendengar jawaban Akira. Fero pikir Akira akan melindunginya kalau ada apa-apa. Bukan malah menyuruh Fero berubah wujud dan menyelamatkan dirinya sendiri tanpa bantuan Akira.

"Dasar, Kakak menyebalkan."

"Dasar, Fero bodoh."

"Menyebalkan."

"Bodoh."

Entah perasaan Akira saja atau memang benar semakin jauh mereka melangkah, hutan ini terasa semakin gelap saja. Bahkan nyaris seperti malam hari. Mungkin karena pepohonan yang rindang dan menghalangi sinar Matahari. Atau suasana di sini memang sedikit aneh dan terbalut sesuatu mengerikan. Seperti aura jahat yang berkumpul memadati sekeliling hutan.

"Kenapa tiba-tiba gelap?" tanya Fero. Anak itu bahkan sudah menjangkau kembali tangan Akira yang tadi ia lepaskan.

"Pohonnya terlalu rindang. Makanya cahaya Matahari tidak sampai ke sini," jawab Akira. Padahal Akira yakin alasannya bukan itu saja. Ada sesuatu yang menyelimuti pepohonan di sekitar mereka, tapi Akira tidak mengatakan karena tak mau Fero akan ketakutan.

Untuk mengalihkan perhatian Fero dari hal-hal buruk yang mungkin sudah memasuki kepalanya, Akira mencoba mencari topik agar anak itu hanya terfokus pada ceritanya saja. Maka Fero tidak akan punya waktu untuk memikirkan hal mengerikan lainnya. Atau setidaknya anak itu bisa lupa.

"Kurasa gua yang Barara maksud kemaren bukan hanya teka-teki saja," kata Akira memulai percakapannya.

Fero tampak mengernyitkan dahinya. Belum sepenuhnya paham dengan arah pembicaraan Akira. Tentang kenapa tiba-tiba kakaknya itu membahas teka-teki Barara.

Half BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang