03. Dua Puluh Satu🦊

127 16 15
                                    

💎Happy reading💎

"Sekarang katakan padaku, apa kekuatanmu?"

Sebelum benar-benar memutuskan pergi meninggalkan Utara, Akira lebih dulu bercerita banyak hal dengan Kai---sepupunya. Walau baru mengenal beberapa hari yang lalu, entah kenapa Akira mudah saja mendekatkan diri dengan Kai. Bahkan mereka justru mulai bercerita menggunakan bahasa santai.

"Etto ... kekuatanku sedikit runyam. Sebenarnya kekuatanku sama seperti milik Rai. Hanya saja, cara kerjanya sedikit susah. Tidak seperti Rai yang dengan mudah bisa menghipnotis lawannya. Cukup dengan bertatap mata dan dia bisa memerintah orang sesukanya."

Akira masih diam mendengar penjelasan Kai. Sembari mencoba menyesuaikan diri untuk terbiasa dengan nama Rai yang Kai sematkan sebagai Nujio. Karena dari awal, nama Nujio yang menurut Akira lebih cocok untuk anak itu.

"Runyam?" tanya Akira, belum sepenuhnya mengerti dengan penjelasan Kai padanya.

"Iya! Setidaknya untuk mencuci otak seseorang aku harus memberi orang itu sesuatu yang bisa dimakan atau diminum terlebih dahulu. Jadi, aku hanya bisa menggunakan kekuatanku jika musuh belum mengetahui siapa aku."

"Contohnya?"

"Ah, seperti ini. Jika aku ingin menghipnotis lawan, harus ada syarat dulu. Aku harus memberi mereka makanan atau minuman, ah bisa juga berupa cerutu. Sebenarnya tidak harus pemberian dariku juga. Jika seseorang sedang memakan sesuatu dan aku menyentuh makanannya, dia akan menurut apa perkataanku. Atau kalau orang itu sedang menghisap cerutu, aku bisa berpura-pura mematik api untuknya. Dengan begitu, hipnotisku baru bisa bekerja."

Akira menyuruh Kai diam untuk beberapa saat. Anak itu sepertinya masih kurang paham dan perlu berpikir sejenak.

Intinya Kai hanya bisa menghipnotis orang yang sebelumnya sudah menikmati pemberian Kai terlebih dahulu. Itu artinya, hipnotis Kai tidak bisa bekerja kalau musuh tidak menikmati makanan atau minuman yang sudah lebih dulu Kai sentuh dengan tangannya.

Jika saja Akira sembarangan memakan makanan milik Kai, bisa-bisa Akira terhipnotis dan dikendalikan Kai sesuka hati setelahnya. Bahaya juga jika orang seperti Kai memilih mengkhianati kawanannya.

"Baiklah. Aku mengerti! Harus ada perantara dulu untuk mengaktifkan hipnotismu. Itu berarti kekuatanmu lebih lemah dari milik Nujio--maksuduku Rai, ya?"

Kai buru-buru menggelengkan kepala. Tidak terima kalau kekuatannya dipandang rendah oleh Akira. Terlebih bocah sialan ini membandingkan kekuatan Kai dengan kekuatan adiknya. Tentu saja Kai tidak bisa terima begitu saja.

"Tapi kekuatanku memiliki kelebihan yang tidak dimiliki Rai. Dengan kekuatan ini, aku tidak perlu turun tangan. Aku bisa menyuruh orang lain untuk memberi musuhku berupa makanan atau minuman yang sudah kuberi mantra sebelumnya, jika sudah begitu orang yang kusuruh mengantarkan makanan atau minuman itu bisa memberi perintah atas kehendak dariku," balas Kai dengan sedikit menaikkan dagu.

"Hah? Apa itu artinya kau bisa meminjamkan kekuatanmu pada orang lain?"

"Benar, tapi jika tiba-tiba aku berubah pikiran, aku bisa melepaskan mantranya begitu saja."

"Kalau orang suruhanmu mencicipi makanan yang kau berikan itu, bagaimana?"

"Maksudmu jika orang suruhanku menikmati makanan bersama target? Mudah saja, jika target sudah memakannya dan pesuruhku juga memakannya, lalu si pesuruh memberi perintah untuk mati, hanya target yang akan mati. Si pesuruh tidak akan mendapatkan reaksi apa-apa. Kecuali, kalau aku yang tiba-tiba memberi perintah untuk mati. Si pesuruh dan Si target akan mati bersamaan."

Half BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang