Bab 1. Hampir Diculik

40 18 10
                                    


Cinta merasa senang sekali karena berhasil meyakinkan kedua orangtuanya untuk pindah sekolah ke Kota Bunga.

Acara singkat perpisahan dengan kedua orangtuanya akhirnya berlangsung begitu sedih setelah Cinta tiba di bandara.

"Jika sudah sampai jangan lupa kabari Mamah dan Papah!" pesan Mamah Cinta sedih namun masih bisa ditahan tangisnya melihat kepergian Cinta sudah di depan mata.

"Iya Mah, Cinta akan ingat pesan Mamah," sahut Cinta dengan suara bergetar menahan haru.

Mereka bertiga saling berpelukan begitu hangat lalu Cinta akhirnya masuk ke dalam area keberangkatan pesawat sambil melambaikan tangannya.

"Anak yang baik," lirih Mamah Cinta sambil mengusap air matanya yang tiba-tiba lolos begitu saja.

Cinta yang sudah berada di dalam pesawat juga mulai menangis ketika mengingat kedua orangtuanya yang baru saja mengantarnya.

"Cinta akan merindukan kalian Mah, Pah," isaknya sambil mengelap wajahnya dengan tisu, yang bolak balik diberikan oleh penumpang di sebelahnya yang merasa simpati.

Penumpang di sebelah Cinta adalah seorang ibu-ibu yang berwajah acuh tak acuh tapi berhati baik. Dia tidak mau berkomentar apa pun karena mereka sama sekali tidak saling kenal, jadi dia hanya memberikan tisu saja kepada Cinta dan membiarkan gadis di sebelahnya tenang dengan sendirinya.

Pesawat akhirnya lepas landas dan hanya beberapa jam saja mengudara, akhirnya Cinta tiba di salah satu bandara Kota Bunga.

Cinta mengedarkan pandangannya beberapa detik lalu kembali memejamkan kedua bola matanya mengusir rasa pusing karena efek menangis selama perjalanan lantaran meninggalkan kedua orangtuanya di Pulau Besar.

"Cengeng banget sih kamu Cinta baru juga sebentar jauh dari Papa dan Mama tapi kenapa rasanya sudah pengen nangis lagi?" ucap Cinta dalam hati sambil menggigit bibirnya berusaha untuk menenangkan dirinya.

Setelah pesawat hampir kosong, dan penumpang di sebelah Cinta juga sudah keluar pesawat, akhirnya Cinta pun beranjak dari tempat duduknya. Setelah merasa sudah  baik-baik saja dan keluar dari pesawat sambil menaruh sebuah tas di bahunya, lalu dia mengangguk dan tersenyum ketika mendapat ucapan terimakasih dari dua orang pramugari yang berdiri di dekat pintu keluar pesawat.

Setelah melalui banyak prosedur di bandara, akhirnya Cinta bisa juga menghirup udara sedalam-dalamnya untuk memulai kehidupannya di kota ini.

"Kau pasti bisa Cinta semangat!" ucapnya penuh enerjik.

Di saat yang sama, Raka yang juga sedang liburan dan ingin berkunjung ke rumah bibinya di kota Bunga juga bersemangat untuk memulai liburannya lalu keluar setelah selesai mengambil barang bawaannya.

"Maaf kak, permisi saya mau lewat," kata Cinta kepada Raka ramah.

"Silakan!" kata Raka sambil bergeser menyingkir ke samping membiarkan Cinta mengambil kopernya yang sudah keluar lebih dahulu. Cinta mengambil kopernya, lalu mengangguk kepada Raka sebagai ucapan terimakasih karena sudah memberikan jalan untuknya. Raka balas mengangguk, dia kemudian memerhatikan Cinta yang berjalan menyeret kopernya dan mencangklek tasnya menuju pintu keluar bandara.

Raka tidak tahu entah kenapa dia merasa jantungnya berdebar-debar ketika melihat gadis berambut panjang kuncir kuda itu, padahal di kampusnya banyak gadis yang lebih cantik dibandingkan dengan Cinta.

"Wanita yang menarik tapi sayang aku tidak kenal?" gumam Raka lalu ikut juga keluar.

Cinta yang sudah berada di luar pintu bandara perlahan pandangannya berkeliling mencari sosok pria yang akan menjemputnya, yaitu kakaknya, Iwan dan Pamannya, Ruslan.

Keduanya sudah berjanji akan datang tepat waktu namun, Cinta tidak juga menemukan kedua orang tersebut, akhirnya dia lalu memutuskan untuk duduk di salah satu kursi tunggu di depan bandara.

"Aku lebih baik menghubungi mereka, jangan-jangan mereka lupa?" gerutu Cinta kesal, sambil merogoh ponselnya dari dalam tas yang dia bawa.

"Hallo, Cinta? Tunggu sebentar Kakak dan Paman sudah hampir sampai di bandara tadi terjebak macet," jelas Iwan lebih dulu tanpa ditanya karena tidak mau mendengar suara omelan Cinta yang bisa membuat  telinganya panas.

"Baiklah Kak, Cinta akan tunggu," sahut Cinta sambil membuang napasnya pelan.

"Bagus! Dengar ya, jangan terlalu ramah sama orang asing, kamu mengerti kan?" Iwan bertanya sekaligus mengingatkan adiknya karena takut Cinta kenapa-napa di kota ini.

"Jangan khawatir Kak, aman," jawab Cinta santai.

"Sip!" kata Iwan senang.

"Ya sudah aku tutup dulu telponnya Kak,"  ucap Cinta sambil bersandar di kursi yang ia duduki.

"Ok!" sahut Iwan.

Cinta mematikan ponselnya, lalu mulai membuka salah satu aplikasi novel online di ponselnya untuk dia baca sembari menunggu kedatangan Iwan.

"Nona kota Lilac? Yuk, sudah siap tinggal berangkat!" kata seorang laki-laki bertubuh gempal kepada Cinta sambil menarik kopernya tanpa izin darinya. Sontak saja tindakan pria bertubuh gempal itu membuat Cinta kaget.

"Hei! Kembalikan kopernya!" bentak Cinta sambil menarik koper miliknya dari tangan laki-laki tidak dikenal itu.

"Kota Lilac Non siap berangkat!" balas laki-laki itu ngotot dan tidak memedulikan Cinta sama sekali.

"Aku nggak mau ke kota Lilac! Lepaskan kopernya!" teriak Cinta yang sudah mulai emosi dan terus menarik kopernya. Namun laki-laki itu seolah tidak mendengarkan perkataan Cinta, dan masih saja menarik koper tersebut sehingga mereka saling tarik-menarik.

"Ayo Non! Memang Non mau kemana? Nanti bisa diatur perjalanannya!" paksa laki-laki itu.

"Nggak mau! Kakak aku sebentar lagi datang! Lepaskan tidak? Kalau nggak aku  teriak maling nih?!" ancam Cinta.

"Nggak ada orang Non di sini," kata pria tersebut sambil tertawa karena tempat yang Cinta duduki kebetulan sepi dan itu tidak disadarinya.

"Astaga kenapa bisa aku duduk di sini?" panik Cinta dan tetap berusaha merebut kopernya kembali sambil memandang berkeliling dari sudut matanya dan itu benar-benar sepi.

Tiba-tiba Cinta merasa sungguh menyesal memilih duduk di tempat yang terlihat sunyi, hanya karena dia ingin fokus membaca novel yang disukainya.

Bugh!

Tiba-tiba laki-laki gempal itu mundur ke belakang karena ditendang sosok pria bertubuh tegap yang tidak lain adalah Raka.

Setelah keluar pintu bandara, kedua bola matanya membulat melihat sosok gadis manis yang mampu membuat hatinya berdebar-debar.

Raka melihat Cinta sedang tarik-menarik koper dengan laki-laki bertubuh gempal. Setelah Raka mendekati Cinta, dia baru sadar kalau laki-laki itu ternyata memaksa Cinta untuk ikut dengannya.

Raka langsung menduga kalau laki-laki itu bukanlah orang baik-baik, sehingga dia berani menendang laki-laki itu.

"Sial! Siapa kamu? Ikut campur urusan orang, dia anak aku, mau aku  ajak pulang!" bentak pria tersebut sambil berdiri dan menahan tendangan yang baru saja dia terima.

"Dia Kakak aku!" balas Cinta cepat karena hanya itu yang bisa dia lakukan saat ini untuk membalas kebohongan laki-laki itu sekaligus mengkode Raka agar dia tidak percaya kepada laki-laki itu.

"Kenapa kamu menarik koper adik aku?!" tanya Raka galak.

"Eh? Dia adikmu? Aku pikir dia anak aku yang sudah lama tidak bertemu, maaf bang, aku salah orang," kata pria bertubuh gempal itu langsung pergi dengan tergesa-gesa meninggalkan mereka berdua.

(End) Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang