Bab 22. Awal Karir

9 6 0
                                    

Tiga bulan telah berlalu, tiba saatnya bagi Raka dan teman- teman kuliahnya untuk pamit kepada kepala desa dan warganya, karena program KKN mereka telah selesai.

Bus yang akan membawa mahasiswa kembali ke rumah masing-masing telah terparkir di halaman rumah joglo tempat mereka menginap selama masa KKN. Raka tampak sibuk mengingatkan kawan-kawannya untuk kembali meneliti barang bawaan mereka agar jangan sampai ada yang tertinggal.

Dari kejauhan tampak Pak Anas, sang kepala desa dengan didampingi oleh beberapa staf dan penduduknya datang menghampiri para mahasiswa yang sedang sibuk menaikan barang mereka ke bagasi mobil bus.

"Terima kasih saya ucapkan kepada nak Raka dan kawan-kawan yang telah mau berkunjung dan berbagi ilmunya kepada penduduk di desa ini," kata Anas sambil menyalami Raka erat.

"Sama-sama pak, kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas sambutan dan keramahan warga di sini selama kami KKN. Mohon maaf kalau  sekiranya kami telah merepotkan bapak dan warga selama kami tinggal di sini," sahut Raka sambil balas menggenggam tangan Anas erat.

"Oh tidak, tentu tidak merepotkan, malah kamilah yang seharusnya minta maaf kalau ternyata pelayanan kami di sini kurang berkenan di hati nak Raka dan kawan-kawan,"kata Anas rendah hati.

"....." suara klakson mobil bus menghentikan percakapan mereka, Raka segera berpamitan kepada Anas dan penduduk desanya diikuti kawan-kawannya yang lain.

Di dalam bus, seorang gadis manis tidak hentinya memandangi Raka yang sedang menyalami kepala desa dan warganya, gadis itu adalah Nina. Tidak seperti kawannya yang lain, Nina lebih memilih untuk langsung masuk ke dalam bus tanpa berpamitan terlebih dahulu kepada Anas dan warganya.

'Toh sudah banyak yang melakukannya," pikir Nina acuh tak acuh.

Sambil menunggu kawannya yang lain masuk Nina tidak henti memandangi Raka sambil mengeluh di dalam hati, alangkah sulitnya untuk bisa mendekati pemuda idamannya itu.

Tanpa disadari satu persatu kawannya mulai memadati bus, entah disengaja atau mungkin karena keberuntungannya, hanya Raka yang masih belum naik bus, sedangkan kursi di bus semua telah terisi hanya kursi di sebelah Nina saja yang masih kosong. Membayangkan Raka akan duduk di sampingnya, gadis itu merasa sangat senang dan bahagia karena berharap bisa menjalin percakapan selama dalam perjalanan.

Raka masuk ke dalam bus dan mengecek kawannya satu persatu, setelah dia yakin semuanya lengkap dan tidak ada yang tertinggal, maka pemuda itu pun duduk di kursi kosong yang terletak di sebelah Nina.

Setelah mendapat persetujuan dari Raka, sopir bus pun mulai menghidupkan

mesin mobil dan memberikan tanda klakson kepada Anas dan warganya sebagai tanda perpisahan, Anas dan warganya membalas dengan lambaian tangan.

Selama dalam perjalanan Nina merasa seperti duduk di atas bara api, dia merasa gelisah karena hingga melewati empat jam perjalanan, tidak ada satu pun kata yang bisa dia ucapkan untuk memulai percakapan dengan Raka, seementara pemuda di sampingnya malah sibuk baca berita online.

Sebenarnya Raka bukannya tidak mengerti kegelisahan gadis di sampingnya namun, dia enggan untuk memberikan harapan kepada Nina yang sudah jelas menaruh perhatian lebih kepadanya, karena di dalam hatinya hanya ada gadis bermata bulat dan berbulu mata lentik, dia adalah Cinta.

***
Akhirnya setelah melalui berbagai proses rutin, Raka pun berhasil menyelesaikan kuliahnya walaupun dengan susah payah, karena harus membagi waktu antara kuliah dan kerja.

Raka merasa lega walau hanya sesaat, karena setelah selesai kuliah dia harus mulai memikirkan untuk mencari kerja yang sesuai dengan minat dan keinginannya.

Pemuda itu mencoba mengirimkan surat lamarannya ke beberapa penerbit dan media, awalnya dia sempat merasa down karena  bolak balik mendapatkan penolakan dari penerbit dan media tempat dia melamar kerja.

Namun, keadaan membuatnya menguatkan tekad untuk terus mengirim surat lamaran ke penerbit dan media lain dan usahanya itu akhirnya membuahkan hasil. Dia diterima bekerja di perusahaan media yang justru terletak tidak jauh dari rumahnya, sehingga dia hanya perlu berjalan kaki untuk sampai di sana.

Raka merasa senang sekali mendapatkan pekerjaan tersebut walaupun dengan gaji yang tidak seberapa namun, dia puas karena sudah bisa mendapatkan penghasilan tetap dan pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya.

Dengan sabar dijalaninya pekerjaan itu hingga sedikit demi sedikit gaji dan jabatannya pun mengalami kenaikan. Bahkan dia di percaya  Ben, pemilik perusahaan untuk menjadi Redaktur Pelaksana di media miliknya.

Dalam sekejap koran yang berada di bawah pimpinan Raka mengalami kemajuan pesat, hingga suatu saat Ben berniat menjual perusahaannya dan menawarkan kepada Raka.

Ben sendiri sebenarnya merasa sayang untuk menjual perusahaan media miliknya itu namun, tidak ada satu pun dari anaknya yang tertarik untuk meneruskan usahanya, karena mereka memiliki usaha sendiri yang lebih mereka sukai.

"Hahaha...Pak Ben bisa saja, dari mana aku bisa mendapatkan uang untuk membeli perusahaan yang besar ini?" tanya Raka sambil tertawa geli, saat bosnya itu mengutarakan niatnya untuk menjual perusahaannya kepada pemuda itu.

"CK! Ini bukan lelucon, aku tidak menawarkan secara cash, kamu bisa membeli perusahaan ini dariku dengan cara mencicil, karena aku yakin kamu dapat memajukan perusahaan ini," kata Ben sambil menyandarkan punggungnya di kursi kantor dengan santai.

"......."

Ben kemudian menceritakan situasinya saat ini, di mana anak anaknya tidak ada yang mau menggantikan untuk menjalankan perusahaan media yang telah dia kelola selama hampir setengah dari usianya. Raka termangu mendengar penjelasan atasannya itu, dalam hati dia merasa kasian kepada bosnya itu.

"Apakah bapak yakin kalau saya dapat membayar cicilan tersebut?" tanya Raka sambil mengerutkan kening merasa ragu.

"Yakin."

"........"

Itulah awal kepemilikan Raka atas perusahaan media yang kemudian membesarkan namanya di dunia usaha permediaan dan penerbitan, hingga dia bisa melakukan perluasan dari usahanya itu ke kota kota besar seperti Jakarta.

(End) Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang