Bab 16. Loncat Pagar Saja.

6 6 0
                                    

Di Pulau Besar  di sebuah rumah mewah bergaya Eropa, seorang pemuda sedang termenung sedih memikirkan gadis yang ditaksirnya pindah ke Kota Bunga, dia adalah Oka kakak kelas Cinta di Sekolah Menengah.

Dari sekali lihat saja bisa dipastikan bahwa Oka adalah pemuda yang digandrungi oleh para gadis.

Penampilannya yang mirip artis Korea dengan tinggi badan di atas rata rata adalah nilai plus yang membuat dia menjadi idola, ditambah lagi dia adalah anak seorang konglomerat yang usahanya bergerak di bidang perbankkan.

Oka tampak mondar mandir di kamarnya dengan gelisah, dia telah berkali kali minta izin mamanya untuk pindah sekolah ke Kota Bunga, tempat Cinta berada sekarang namun, permintaannya itu ditolak oleh mamahnya.

"Kalau kita punya kerabat yang tinggal di sana, mamah juga nggak bakalan ngelarang kamu," kata mamahnya saat mendengar keinginan anak bungsunya pindah sekolah.

"....." Oka terdiam, mereka sama sekali tidak punya saudara di Kota Bunga, jadi bagaimana caranya supaya mamahnya mau mengizinkan dia meneruskan sekolah di Kota Bunga?

"Nanti kalau kamu kuliah mungkin mamah baru mengizinkan kamu melanjutkan sekolah di sana," kata mamahnya lagi.

Itulah yang dikatakan mamahnya saat sarapan pagi tadi yang  membuat Oka sekarang  galau tidak tahu harus bagaimana.

"ish, ish, adik kakak yang ganteng kayak opa Korea ternyata bisa juga kusut," ledek Budi, kakaknya sambil duduk di tepi tempat tidur Oka.

"....." Oka tampak cuek menghadapi ledekan kakaknya.

Oka masih saja sibuk melamun memikirkan Cinta dan tidak memerhatikan ledekan kakaknya, Budi yang saat ini sudah duduk di sampingnya.

"Makanya dek, kalau suka itu tunjukin jangan dipendam di dalam hati," kata Budi lagi.

Budi merasa adiknya ini kurang perjuangan dalam mendapatkan hati gadis yang dia sukai, padahal ada banyak celah untuk itu. Bahkan, posisi rumah mereka dengan gadis yang ditaksir pun letaknya bersebelahan, belum lagi ortu yang saling berteman akrab.

Intinya Oka benar-benar aneh karena tidak terpikir untuk memakai semua kebetulan ini dan memanfaatkannya untuk mendapatkan gadis yang dia suka.

"Bagaimana mau terus terang orang dianya ngajak berantem terus!" kata Oka merasa tidak berdaya.

Oka sendiri juga merasa aneh, kenapa setiap dia bertemu dengan Cinta di mana saja ujung-ujungnya kalau tidak adu mulut pasti marahan.

"Ya bagaimana nggak berantem? orang kamu gangguin dia terus dan bikin dia kesal....tapi kalau dipikir pikir Cinta itu aneh juga ya, di saat cewek lain berlomba untuk ngedapetin perhatian kamu dia malah acuh tak acuh gitu ke kamu," sahut kakaknya sambil memegang dagunya dan tersenyum.

"....." Oka terdiam, yang dikatakan kakaknya itu memang benar sekali, di sekolah banyak yang naksir Oka tapi entah kenapa Cinta malah bersikap cuek dan acuh tak acuh.

'Apakah dia sengaja memakai cara itu untuk menarik perhatianku? Kalau benar demikian sungguh dia berhasil menarik perhatianku karena terlihat berbeda dari gadis lain,' pikir Oka mengerutkan keningnya.

"Udah jangan sedih kan tadi mamah juga udah bilang kalau kamu kuliah kamu boleh pindah ke sana," hibur Budi sambil menepuk bahu adiknya.

"Tapi aku kan nggak tahu kak dia nantinya mau kuliah di mana," keluh Oka galau.

Dia mengerutkan kening memikirkan Cinta kuliah di luar daerah atau jangan-jangan malah ke luar negeri.

"Kan kamu tahu rumah orangtuanya ada di sebelah kita tinggal loncat pagar aja," kata Budi kalem.

"Memangnya aku maling apa? Disuruh loncat pagar.....tapi juga kalau harus tanya ke orang tuanya aku nggak berani kak," kata Oka sambil menunduk.

Pemuda itu berpikir bagaimana mungkin dia bertanya kepada orang tua Cinta? Walaupun mereka sudah lama bertetangga tapi dia hanya sering berinteraksi dengan Iwan dan Cinta, sedangkan dengan orangtua mereka Oka hanya sebatas sopan santun saja.

"Lha kenapa?" tanya Budi heran.

"Malu!" Sahut Oka.

"Ye...gimana kalau nanti ngelamar?" tanya Budi sambil tersenyum merasa terhibur.

"Itu kan masih lama," sahut Oka.

"Gampang, nggak mau ke orangtuanya kan ada kakaknya, Iwan, bukannya kamu dekat juga sama dia?" tanya Budi sambil menaikan salah satu alisnya.

"O iya, aku lupa kalau di sana ada Iwan juga," kata Oka sambil memegang keningnya.

Entah kenapa Oka sempat lupa dengan Iwan yang merupakan teman mainnya saat kecil, mungkin karena Iwan pindah saat sekolah dasar dan mereka telah lama tidak bertemu dan saling kontak, walaupun keduanya sama-sama saling menyimpan  kontak di ponsel.

"Heeeemmm.....yang diingat adiknya saja kakaknya dilupain," ledek Budi.

"hehehe..." Oka terkekeh tersipu malu.

Kakaknya benar, dia memang sering lupa sama sahabatnya Iwan kalau sudah memikirkan persoalan Cinta.

"Dah ah kakak mau gawe dulu," kata Budi berdiri sambil melihat jam di pergelangan tangannya dan mengusap kepala adiknya sayang, kemudian dia pun berlalu keluar kamar.

Oka menatap ponselnya di atas meja, dia mulai menimbang-nimbang apakah akan langsung menelepon Iwan atau menunggu hatinya tenang terlebih dahulu sebab sekarang dia belum memikirkan bagaimana caranya untuk menanyakan Cinta pada Iwan tanpa mengundang kecurigaan sahabatnya itu.

Setelah kakaknya keluar kamar Oka meraih ponselnya yang terletak di atas meja dan mulai menghubungi iwan.

"Halo?!" sapa Iwan dari seberang sambungan.

Dia melihat nomor yang tertera di ponselnya. 'wih tumben ni bocah telepon aku,' kata Iwan dalam hati.

"Iwan?" sapa Oka.

"Yap! Tumben banget kamu nelepon aku, ada apa?" tanya Iwan langsung.

Iwan yakin Oka meneleponnya pasti ada yang serius yang ingin dia dibicarakan, secara mereka berdua sudah lama tidak bertemu dan berkirim kabar.

"Iya maaf, bagaimana kabar kamu sekarang?" tanya Oka berbasa-basi tidak tahu harus memulai dari mana untuk menanyakan kabar Cinta.

Oka merasa menyesal atas sikapnya selama ini terhadap Iwan, mengapa tidak sejak dulu dia menjaga agar hubungan baik dengan Iwan tetap tersambung dan terjaga.

"Aku baik, bagaimana kabar kamu?" Iwan menjawab lalu kemudian balik bertanya kepada Oka.

Iwan mengingat ingat kapan terakhir kali dia dan Oka berbincang atau bertukar berita, ternyata Iwan tidak dapat mengingatnya karena sudah terlalu lama.

"Aku juga baik....kabarnya adikmu Cinta pindah ke sana ya?"

Oka bertanya dengan ragu, dia sendiri juga sebenarnya merasa tidak enak menghubungi Iwan setelah lama tidak menghubunginya.

"Iya, ngapain kamu tanya soal Cinta? bukannya kalian musuh bebuyutan?" tanya Iwan heran.

Sikap Oka menanyakan kabar Cinta ini benar-benar mengejutkan buat Iwan, mengapa? Sebab antara Oka dan Cinta selalu terjadi perdebatan untuk segala hal baik yang sepele apalagi yang tidak sepele.

"......" Oka terdiam.

Dia berpikir wajar saja kalau Iwan beranggapan seperti itu, sebab Oka dan Cinta kalau bertemu memang selalu bertengkar, ada saja masalah yang membuat mereka berselisih paham dan akhirnya saling olok.

"Atau jangan jangan kamu...."

(End) Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang