Bab 11. Wajah Yang Tidak Asing.

9 7 0
                                    


Menjelang hari kelima Iwan dan Cinta mulai tidak bisa lagi menyimpan rahasia bahwa mereka adalah kakak beradik.

Tok tok tok!

Suara ketukan pintu terdengar berulang kali memecah keheningan di rumah nenek Iwan dan Cinta, yang saat ini sedang sepi.

"Siapa sih? Ganggu orang lagi istirahat saja! Padahal aku masih mengantuk!" gerutu Cinta sambil menguap keluar dari kamar dengan baju dan rambut yang kusut.

"Hei Ki, aku pikir siapa," kata Iwan ketika membuka pintu rumah setelah beberapa kali pintu itu diketuk oleh Riki.

Cinta langsung melipir masuk lagi ke dalam kamarnya begitu dia melihat Riki di depan pintu bersama laki-laki tampan yang telah menolongnya di bandara.

"Aneh, kenapa pria tampan itu bisa bareng kak Riki?" tanya Cinta pelan lebih kepada dirinya sendiri.

Cinta mulai menerka-nerka hubungan antara Riki dan Raka, Cinta ingat pria tampan yang menolongnya di bandara itu pernah berkata bahwa dia datang ke kota Bunga ini untuk mengunjungi kerabatnya.

'Apa jangan- jangan kerabatnya itu Kak Riki ya?' tanya Cinta dalam hati.

"Dek! Kok malah bengong! Bikin minum sana buat temen kakak!" suruh Iwan.

"Bikin saja sendiri! Cinta masih mengantuk, Cinta pengen bobo lagi," kata Cinta sambil bersiap untuk naik lagi ke atas tempat tidurnya, namun gerakannya terhenti ketika Iwan dengan sigap menarik tangannya.

"Ihh, kakak! Lepaskan tangan Cinta, itu sakit tahu!" keluh Cinta kesal.

"Maaf, tapi tolongin kakak bikinkan minum untuk kak Riki dan sepupunya, please?" kata Iwan setengah memelas.

"......" Cinta terdiam, bukan karena sikap melas kakaknya tapi karena informasi yang keluar dari mulut kakaknya tentang pria tampan itu.

'Jadi dia sepupunya kak Riki? Benar-benar kebetulan sekali,' pikir Cinta dalam hati.

"Dek," panggil Iwan setengah merengek.

"Iya, sudah sana temani dulu kak Riki sama sepupunya itu!" kata Cinta sambil menyisir rambutnya.

"Kok malah menyisir? Kan cuma bikin air minum saja?" tanya Iwan heran.

"Apakah kakak ingin aku tampil dengan acak-acakan di depan teman kakak itu?" tanya Cinta kesal.

"Eh? Tentu tidak, kalau begitu kakak keluar dulu, dandan yang cakep, jangan lupa bikin minum yang enak buat mereka," kata Iwan  sambil melangkah keluar dari kamar Cinta.

"......" Cinta terdiam, kemudian dia melihat bajunya yang kusut dan memikirkan kata- kata kakaknya yang menyarankan agar dia berdandan.

Setelah ditimbang-timbang akhirnya Cinta berganti baju dengan baju yang lebih rapi dan memakai sedikit minyak wangi.

"Begini sudah oke," gumam Cinta sambil mematut dirinya di depan cermin, setelah dirasanya cukup Cinta ke dapur untuk membuatkan minuman untuk Riki dan Raka.

Sementara itu di ruang tamu, Iwan sedang serius membahas soal rencana penutupan kegiatan orientasi di sekolah mereka, Riki berkunjung ke rumah nenek Iwan dan Cinta Memang untuk membahas seputar masalah itu dengan Iwan sekaligus memperkenalkan sepupunya Raka.

"Diminum dulu kak minumannya, kuenya juga silakan dicicipi," kata Cinta sambil meletakan minuman dan makanan ringan di atas meja.

"Eh, ada Cinta, terimakasih ya Cinta," kata Riki sopan.

"Sama-sama kak, aku ke belakang dulu ya," kata Cinta merasa tidak enak untuk ikutan bergabung di ruang tamu.

"Di sini aja, nggak papa kok, yang sedang kita bicarakan ini juga bukan hal yang rahasia, jadi nggak masalah kalau Cinta ikut gabung, iya kan Wan?" kata Riki bertanya pada Iwan.

"Bener Dek, ini soal penutupan orientasi aja kok, nggak papa kalau kamu tetap di sini," kata Iwan.

"Baik, kalau begitu Cinta tetap di sini," kata Cinta sambil tersenyum simpul dan duduk di dekat kakaknya.

Raka memandangi Cinta dalam diam, dia senang Riki menyuruh Cinta untuk ikut bergabung dengan mereka. Sebenarnya Raka sudah lama berharap dapat bertemu Cinta kembali, itu sebabnya dia bolak balik ikut Riki ke sekolahnya, namun sudah dari awal dia datang sampai kemarin, Raka tidak juga bisa bertemu dengan Cinta. Padahal, Raka sengaja nongkrong di kantin, karena dia pikir waktu istirahat Cinta pasti ke kantin juga sebagaimana kebanyakan teman sekolahnya.

Raka tidak tahu kalau saat dia absen datang ke sekolah Cinta, Cinta telah dibully oleh kakak kelasnya yang naksir kepada Iwan. Sejak kejadian Cinta dibully oleh kakak kelasnya itu Cinta jadi malas untuk datang ke kantin, karena dia enggan bertemu dengan Yessi dan rombongannya.

'Nggak percuma ikut dengan Riki ke sini,' pikir Raka sambil menatap Cinta penuh minat.

Duk!

Riki menendang kaki Raka kesal, dia tidak habis pikir, sepupunya yang kalem ini bisa melotot terus memerhatikan Cinta, membuat Riki merasa tidak enak dengan sahabatnya itu.

Raka hanya tersenyum kalem saja ketika melihat kekesalan sepupunya itu. Untuk menghilangkan rasa canggungnya pemuda itu mengambil teh yang disuguhkan Cinta dan meminumnya.

'Aneh, kenapa aku terus merasa tidak asing dengan orang ini," pikir Iwan sambil terus mengingat dimana dia pernah bertemu dengan Raka.

Sedangkan Cinta hanya tersenyum malu, dari awal sebenarnya dia sudah menyadari kalau Raka terus menerus menatap dirinya tapi Cinta memilih untuk pura-pura tidak tahu akan hal itu karena selain malu dia juga takut Raka akan menjadi canggung.

"Maaf sebelumnya, apakah kita pernah bertemu? Entah kenapa aku merasa wajah kamu sepertinya tidak asing lagi bagiku," kata Iwan kepada Raka.

"Yah, kita memang sebelumnya  pernah bertemu dan itu hanya sepintas lalu, kita tidak pernah  berbicara sedikitpun," jawab Raka gamblang.

"Oh, jadi kita hanya berpapasan?" tanya Iwan  seraya menarik napas.

"Betul," jawab Raka serius.

"Dimana kita pernah bertemu?" tanya Iwan lagi.

"Bandara," kata Raka singkat.

"Bandara?" tanya Iwan sambil  mengingat kembali kapan terakhir kali dia melakukan perjalanan ke bandara  dan bertemu Raka.

"Kakak ini yang waktu itu menolong aku di bandara kan?" tanya Cinta kepada Raka  to the point.

"Kamu yang menolong Cinta dari penjahat itu?" tanya Iwan takjub.

"Yakin," sahut Raka sambil tersenyum kecil.

Iwan merasa pantas saja wajah Raka tidak asing lagi  baginya, karena walaupun tidak saling mengenal dan berbicara sebelumnya, mereka berdua pernah bertemu dan saling kontak mata dan saat itu Iwan juga telah mengucapkan terimakasih pada Raka dari jauh.

"Terimakasih ya sudah membantu Cinta," ucap Iwan tulus.

"Tidak masalah," kata Raka sambil senyum.

"Memangnya kamu pernah bantu Cinta? Kenapa nggak pernah cerita soal itu sama aku?" tanya Riki merasa diselingkuhi.

"Aku sendiri sudah lupa soal itu," elak Raka sambil menatap Cinta meminta maaf atas kebohongannya.

Cinta hanya tersenyum simpul melihat tatapan meminta maaf dari Raka, Cinta berpikir mungkin Raka sengaja tidak mau cerita kepada Riki karena merasa tidak ada yang perlu untuk diceritakan. Semua itu hanya kebetulan yang tidak pernah mereka duga dan kira.

"Bagaimana dia menolong kamu?" tanya Riki kepada Cinta penasaran.

Cinta menceritakan kepada Riki bagaimana dia bertemu dengan Raka dan diselamatkan olehnya dari penjahat ketika dia sedang  di bandara.

"Kakak ini hebat, tendangannya juga sempurna," puji Cinta.

"Terang saja, dia kan atlet taekwondo!" kata Riki bangga.

"Waktu di bandara kita belum sempat kenalan, perkenalkan nama aku Raka," kata Raka memperkenalkan diri.

(End) Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang