Bab 21. Marah.

7 6 0
                                    

Keesokan harinya Cinta berangkat ke sekolah dengan langkah ringan dan penuh semangat, walaupun semalam habis di nasehatin panjang lebar oleh kakak, paman dan neneknya karena keluar malam tanpa izin.

Hari ini adalah hari pertama ulangan semester, Cinta tampak santai mengerjakan soal ulangannya padahal  dia baru belajar subuh tadi namun, entah kenapa dia merasa bisa mengerjakan semua soal dengan mudah. Setelah selesai, Cinta langsung menyerahkan lembar jawabannya kepada guru jaga yang berada di depan kelasnya.

Cinta sama sekali tidak menyadari kalau sepasang mata sedang memandangnya dengan panas, itu adalah sepasang mata milik Dhika yang saat ini duduk di deretan depan kelas menatap Cinta tidak berkedip penuh dengan kekaguman.

Sebelumnya saat dia tahu dia akan sekelas dengan Cinta, dia merasa senang sekali, karena merasa yakin akan mendapatkan kesempatan untuk mendekati gadis itu dan jika memungkinkan bisa mendapatkan cintanya juga. Melihat gadis yang diincarnya sudah keluar kelas, Dhika pun bergegas mengumpulkan lembar jawabannya dan mengikuti Cinta keluar ruang kelas.

Di luar ruang kelas Dhika melihat Cinta tampak kebingungan mondar mandir. Dhika segera menghampiri gadis itu namun, secara bersamaan Andri yang merupakan teman sekelasnya juga datang menghampiri Cinta.

"Ada masalah apa Cin?"  tanya keduanya bersamaan.

"....." keduanya langsung saling tatap dan Cinta terperangah melihat percikan api permusuhan dari keduanya. 'Apakah mereka saling bermusuhan?' pikir Cinta bingung.

Walau begitu Cinta lebih risau memikirkan kartu ujiannya yang hilang, hingga membuatnya sedih dan tidak tahu harus berbuat apa. Gadis itu  duduk di kursi depan kelas dengan mata yang berkaca memandang kedua kakak kelas yang saat ini ada di hadapannya.

"Kartu tanda peserta ulangan aku hilang, padahal sebelumnya ada," kata Cinta gelisah tidak dapat menyembunyikan rasa cemasnya.

Cinta menyadari sekali apa akibat yang akan dia terima kalau kartu ujian itu sampai hilang, dia tidak akan bisa mengikuti ujian lanjutan, apalagi dia tidak menghapal nomer pesertanya di kartu tersebut.

"Jangan sedih, kan bisa minta lagi di kantor guru," ujar Dhika.

"Benar," timpal Andri.

"Beneran kak?" tanya Cinta dengan mata berbinar tapi kemudian redup kembali. "Nanti dimarahin gak?" tanya Cinta ragu.

"Gak! Sebentar aku ambilin kartu gantinya di kantor guru, kamu tunggu di sini saja," tawar Dhika baik hati.

"Eh, Dhik, biar aku aja, aku kebetulan ada perlu mau ke kantor guru juga," kara Andri sambil memegang bahu Dhika dan langsung ditepis oleh si empunya bahu.

"Apaan sih!" kata Dhika sambil melirik Andri sebal, dia terus saja melangkah ke kantor guru tanpa menghiraukan Andri yang berusaha mengejar di belakangnya.

Akhirnya mereka tampak terlihat seperti saling berebut berjalan mendahului satu sama lain, berusaha untuk lebih dulu sampai di kantor guru, yang kebetulan terletak di sebelah kelas tempat Cinta mengikuti ulangan.

Kelakuan keduanya mendapatkan candaan dari para guru yang ada di kantor karena keduanya berebut saling mendahului ingin  mengambil kartu ulangan milik Cinta, karena tidak ada yang mau mengalah akhirnya keduanya disuruh melakukan kertas batu gunting, yang kemudian dimenangkan oleh Dhika.

Cinta melihat Andri keluar dari kantor guru dengan langkah gontai dan tampak kecewa sementara di belakangnya Dhika keluar dari kantor dengan senyum dikulum membuat Cinta heran melihat betapa jauhnya air muka keduanya saat keluar dari sana.

"Ini," kata Dhika sambil menyerahkan kartu ujian milik Cinta.

"....." Andri tampak tersenyum kecut meninggalkan mereka berdua.

"Terimakasih," kata Cinta tulus. "Itu kak Andri kenapa?" tanya Cinta kepada dhika bingung.

"Gak papa, jangan dipikirin, emang lagi kesel aja kali," jawab Dhika sambil duduk di sebelah Cinta. "O iya, kamu tahu gak kalau aku sebenernya udah lama sekali memperhatikan kamu," kata Dhika mencoba mengalihkan perhatian Cinta dari masalah Andri.

"O ya? Sejak kapan?" tanya Cinta heran.

"Sejak orientasi," sahut Dhika.

"Oh," kata Cinta tidak tahu harus berkata apa lagi.

akhirnya dhika mencoba memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya kepada Cinta dan dengan tanpa ragu-ragu ditolak oleh Cinta karena gadis itu telah memiliki Raka di dalam hatinya.

***
Matahari pagi mulai menampakan sinarnya di ufuk timur, dalam sebuah rumah panggung tampak Raka sedang tidur meringkuk, dia baru mulai tidur setelah subuh karena banyaknya hal yang harus dia urus dan kerjakan sebagai ketua dari kegiatan KKN ini.

"Woi! Bangun, tidur aja, kapan kita mau mulai program kerja kalau ketuanya tidur terus?!" lengkingan suara Joy mengusik Raka yang sedang terbuai ke alam mimpi.

"CK! Brisik banget sih!" kata Raka sambil melempar bantal ke arah joy. "Liat jadwal sana! kan udah disebutin di situ, acara mulai jam sembilan!" kata Raka tanpa dapat menyembunyikan rasa dongkolnya.

"Oh iya ya? Aku lupa...ya udah tidur lagi deh," kata Joy sambil cengengesan. "Atau kau mandi saja, airnya di sini sejuk sekali loh, aku pun baru saja selesai mandi," kata Joy  lagi dengan logat Bataknya yang kental.

Tanpa berkata apa pun Raka bangkit dari tidurnya, mengambil handuk yang diserahkan oleh Joy dan berlalu dari rumah panggung itu menuju sungai yang letaknya di sebelah selatan rumah joglo tempat mereka tinggal selama KKN.

"Hei, Raka, kamu mau mandi ya?" sapa Nina dari arah belakangnya membuat Raka menoleh untuk melihat si empunya suara.

"....." setelah melihat siapa yang menyapanya, Raka hanya menganggukan kepalanya dan berlalu begitu saja, membuat Nina merasa kecewa dan frustrasi. Nina menghela napas melihat sikap acuh tak acuh Raka terhadap dirinya, pemuda itu memang selalu saja bersikap seperti itu terhadapnya, padahal Nina yakin Raka pasti mengetahui kalau Nina sudah lama naksir padanya.

Dengan sedih Nina meninggalkan sungai, tadinya dia juga ingin mandi di sungai itu, namun melihat sikap acuh tak acuh Raka gadis itu jadi tidak memiliki mood untuk melanjutkan niatnya tersebut.

Usai mandi Raka mulai mengumpulkan anggotanya, untuk memulai menjalankan program kerja yang sudah mereka susun bersama kemaren. Diantara temannya ada juga beberapa orang yang masih tampak cuek tidak menghiraukan ajakan Raka untuk berkumpul, mereka malah asik bersenda gurau sambil merokok, kelakuan mereka ini sontak membuat Raka geram dan jengkel.

"Kenapa masih pada kumpul di sini? Bukannya tadi sudah aku suruh berkumpul di sana?" tanya Raka tidak dapat menyembunyikan rasa kesalnya.

"Sabar...sabar...tinggal dikit lagi nih," kata Roy sambil mengacungkan rokoknya yang tinggal seujung kuku.

"Ck! Ya sudah, kalau begitu kamu terusin aja ngerokoknya sampai besok, gak usah ikut acara hari ini," sahut Raka ketus, sambil berbalik meninggalkan Roy dan beberapa kawannya yang lain.

"Wih! Marah tuh ketua," kata Roy kepada teman-temannya. "Cabut yuk!" ajak Roy sambil membuang sisa rokoknya dan bergegas mengejar Raka, diikuti oleh temannya yang lain.

(End) Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang