Bab 2. Kakak Yang Iri

31 12 12
                                    

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Raka sambil menyerahkan koper kepada Cinta.

"Tidak, aku baik-baik saja....oh iya terimakasih sudah menolongku," jawab Cinta sambil menghela napas mencoba menenangkan diri karena tubuhnya masih bergetar.

Raka memandang Cinta yang terlihat gemetaran dengan tatapan iba. Beruntung dirinya tadi memilih mencari tempat sunyi untuk menunggu sepupunya menjemput kalau tidak entah sudah ada di mana gadis ini sekarang.

"Apa belum ada yang menjemputmu?" tanya Raka berusaha mencairkan suasana.

"Belum, Kakak dan Paman katanya lagi terjebak macet," kata Cinta jujur.

"Kalau begitu kita duduk saja dulu kebetulan aku juga sedang menunggu sepupuku," kata Raka.

Lalu Raka mendekati kursi tunggu di depan bandara, kemudian dia duduk,  Cinta mengikutinya dan ikut duduk di sebelahnya.

"Kamu rencananya mau kemana?" tanya Raka kemudian kepada Cinta.

"Kota Bunga....."

"Cinta!"

Teriak Iwan memanggil nama Cinta berhasil memotong kalimat yang akan diucapkan Cinta kepada Raka. Cinta melambaikan tangannya kepada Iwan.

"Kak maaf itu Kakak dan Paman aku sudah datang aku duluan ya Kak, terimakasih sudah nolongin aku," kata Cinta.

"Ok hati-hati!" balas Raka.

"Ia Kak," kata Cinta sambil tersenyum dan berlalu.

"Jadi namanya Cinta? Nama yang indah," gumam Raka sambil memandangi kepergian Cinta dengan perasaan kehilangan.

Dia melihat Cinta tampak melambaikan tangan ke arah dua orang pria muda yang tampan, sambil berjalan dengan riang mendekati mereka.

Seperti merasa kalau dirinya sedang diperhatikan, Cinta berbalik dan melambaikan tangannya kepada Raka sambil tersenyum, Raka membalas lambaian tangan Cinta.

"Siapa itu Dek?" tanya Iwan penasaran.

Cinta lalu menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya, dimana Raka yang menolongnya.

Iwan dan Ruslan sama-sama mengangguk ke arah Raka sebagai ucapan terimakasih dari jauh, dengan cepat Raka balas mengangguk lalu beranjak pergi menghampiri mobil berwarna silver yang berhenti di depannya.

"Mari kita pulang, Nenek kalian sudah menyiapkan makanan lezat untuk kita semua," ajak Ruslan.

"Asik! Cinta sudah lama kangen masakan Nenek," ucap Cinta dengan mata berbinar-binar.

"Dasar gembul!" olok Iwan sambil mengacak rambut adiknya itu gemas.

"Ah kakak! Acak-acakan tahu!" keluh Cinta kesal lalu ia membalasnya dengan menendang kaki Iwan pas kebetulan kena tulang keringnya.

"Aduh sakit tau Dek," kata Iwan sambil menahan rasa sakit yang menjalar.

"Kapok!" kata Cinta sambil merapikan rambutnya lagi.

"Satu pelajaran yang bisa diambil dari kejadian ini, jangan coba-coba merusak penampilan seorang perempuan di muka umum, kalau gak mau dibalas dengan tendangan,"ucap Ruslan penuh suka cita sambil menertawakan kemalangan Iwan.

Iwan cemberut ketika mendengar perkataan Pamannya sambil mengusap tulang kakinya yang masih terasa nyeri.

"Paman mau coba?" tantang Cinta sambil tersenyum bandel.

"Iya Dek, tendang aja kaki Paman pasti empuk!" kompor Iwan dengan semangat  berharap Ruslan juga merasakan tendangan Cinta.

"Eh? Jangan! Paman tidak salah apa-apa kepada Cinta,  jadi Cinta gak boleh galak sama Paman!" kata Ruslan tegas.

(End) Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang