Bab 3. Kelaparan

18 8 0
                                    

Debu beterbangan disapu oleh angin musim kemarau, semilir angin berhawa panas menerpa wajah.

Langkah demi langkah yang terseret berat seperti tidak bertulang terus dilakukan hingga akhirnya Cinta tiba di luar pintu gerbang sekolah.

Ia menghela napas sambil menelan ludah kasar merasakan teriknya matahari yang sangat menyengat, sampai-sampai tenggorokan terasa kering serta kulit mulai panas dan berkeringat.

"Ah, Kenapa panas banget hari ini?" keluh Cinta pelan, dan tiba-tiba saja muncul suara teguran dari belakang membuatnya spontan terperanjat kaget.

"Cinta! Bareng yuk?" tawar Alfa yang salah satu teman pria sekelas Cinta.

"Thanks Al, aku naik angkot saja," tolak Cinta halus namun suaranya penuh penekanan.

"Ramai begini pasti kamu lama dapetin angkotnya," kata Alfa lagi sambil sedikit merayu Cinta.

"Duluan saja Alfa," balas Cinta.

"Emang kenapa kalau bareng aku?" tanya Alfa raut wajahnya sudah terlihat kesal.

"Enggak kenapa-kenapa Al hanya saja aku lagi pengen naik angkot kamu jangan baper gitu dong," canda Cinta mencairkan suasana.

"Ya kali kamu gak mau naik motor denganku, kamu takut aku menggigitmu," kata Alfa dibalas bercanda juga.

"Emang kamu guguk?" tanya Cinta diberengi tawa. Justru Alfa yang malah menirukan suara anjing di depan Cinta sampai membuat gadis itu tertawa geli.

"Beneran gak mau bareng denganku?" tawar Al lagi, setelah Cinta berhenti tertawa.

"Beneran," balas Cinta kalau ia baik-baik saja tanpa Alfa.

"Ya udah kalau begitu hati-hati ya, Cinta?" ucap Alfa sambil menampilkan senyuman hangatnya.

"Oke," jawab Cinta tersenyum kecil.

"Aku cabut ya!" kata Alfa sambil menghidupkan mesin motornya kemudian dia melambaikan tangannya kearah Cinta dan berlalu hilang di perempatan simpang yang ada tepat di hadapan Cinta.

Tidak lama kemudian datang satu angkot berwarna biru, dengan penumpang yang kelihatannya sudah penuh.

"Simpang, simpang, simpang!" teriak kernet angkot memanggil penumpang.
Cinta mulai bimbang apakah akan naik angkot dari depan sekolah atau berjalan kaki hingga pertigaan yang letaknya jauh dari sekolahnya.

"Non! Simpang, simpang, simpang! Satu lagi, satu lagi!" teriak kernet angkot kepada Cinta dan teman-teman sekolahnya.

Cinta awalnya akan naik angkot itu, namun dia kalah gesit dengan salah seorang teman satu sekolahnya, yang sudah lebih dulu nyelonong masuk ke dalam angkot.

"Maaf, Cin," katanya sambil nyengir.

"Oke, gak apa-apa," kata Cinta berbesar hati.

Kejadian diserobot angkot yang awalnya akan dinaiki Cinta itu terus berulang, membuat Cinta kesal dan jengkel.

Akhirnya Cinta memutuskan untuk menunggu angkot lain, sambil berjalan menuju persimpangan, sebab jika terus menunggu di depan sekolahnya, Cinta merasa tidak yakin akan secepatnya mendapatkan angkot. Apalagi jika harus berebut seperti tadi, Cinta pasti akan menjadi yang paling terakhir untuk mendapatkan angkot.

"Duluan Cintaaa!" kata teman-temannya yang mengendarai sepeda motor sambil membunyikan klaksonnya.

"Oke!" jawab Cinta sambil tersenyum.

Cinta menoleh ke belakang, melihat-lihat barang kali ada angkot yang akan lewat, dia melihat ada dua angkot yang akan melewatinya, namun ketika Cinta berhenti dan angkot itu semakin dekat, Cinta melihat kedua angkot itu telah terisi penuh oleh penumpang.

(End) Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang