Waktu berlalu tanpa terasa, saat ini Cinta sudah duduk di kelas sebelas dan menjadi sibuk dengan berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya.
Dengan cepat Cinta menjadi semakin populer di antara teman sekolahnya, bukan saja karena dia adiknya Iwan, tapi juga karena Cinta merupakan sosok yang cantik dan menarik di mata teman-temannya.
"Cinta!" sapa setiap teman yang bertemu dengannya ketika dia akan ke ruang OSIS. Cinta menanggapi sapaan mereka hanya dengan senyum terbaiknya.
"Hei Cin, mau ke ruang OSIS ya?" tanya Alfa yang juga ditunjuk sebagai calon pengurus OSIS.
Pemuda itu berjalan mengikuti Cinta di sampingnya, sambil membawa setumpuk kertas undangan acara OSIS yang baru saja dia print out di kantor tata usaha.
"Iya, kamu juga? Apa itu?" tanya Cinta sambil melongok ke arah tumpukan kertas di tangan Alfa.
"Ini undangan untuk acara OSIS nanti, tapi aku bingung," kata Alfa sambil menghela napas dan terus berjalan bersisian dengan Cinta.
"Why?" tanya Cinta heran.
Alfa merupakan kandidat ketua OSIS yang sudah pasti akan meraih suara absolut, karena tidak ada lagi lawannya. Harusnya Cinta juga merupakan calon ketua OSIS, tapi gadis itu menerima pinangan dari MPK untuk menjadi kandidat terkuatnya.
Dibanding OSIS, Cinta lebih memilih MPK karena tugasnya tidak seberat ketua OSIS, apalagi saat ini juga Cinta sudah terpilih menjadi ketua Mading di sekolahnya.
Jelas gadis itu merasa berat jika harus menjadi ketua OSIS juga, kalau dipaksakan Cinta takut konsentrasinya pada pelajaran akan terganggu. Apalagi dia mengambil jurusan IPA yang hampir setiap hari ada ulangan dan praktik di laboratorium.
"Kira-kira mau nggak ya pembina OSIS dan kakak ketua OSIS tanda tangan di sini?" tanya Alfa galau.
"Itu belum ditanda tangan?" tanya Cinta dengan ekspresi tidak percaya.
"Belum!" kata Alfa sambil tersenyum getir.
"....." Cinta menatap tumpukan kertas tebal itu dan memperkirakan jumlahnya pasti mencapai ratusan lembar.
"Menurut kamu mau nggak mereka tanda tangan?" tanya Alfa bimbang.
"Kamu sendiri mau nggak tanda tangan di kertas sebanyak itu?" tanya Cinta Sambil memutar bola matanya bosan.
Kalau sendirinya tidak mau melakukan hal seperti itu maka jangan sekali-kali berharap orang lain akan melakukan hal tersebut, begitulah pikiran Cinta saat ini.
"......." Alfa terdiam.
Jelas dirinya tidak akan mau dan merasa sangat keberatan untuk melakukan tanda tangan di atas kertas sebanyak dua ratus lembar sebagaimana yang ada di tangannya saat ini, karena hal tersebut sudah pasti akan sangat melelahkan dan bisa membuat sakit pergelangan tangannya.
"Siapa sih yang menyarankan di print out dulu sebelum ditanda tangan?" tanya Cinta sambil mengerucutkan bibirnya merasa heran dengan jalan pikiran orang yang menyuruh Alfa untuk memperbanyak undangan sebelum ditanda tangani.
Kenapa Cinta bisa yakin kalau itu bukan ide Alfa? Karena Cinta tahu benar kalau rival beratnya di organisasi ini tidak mungkin melakukan hal bodoh tanpa dorongan orang lain.
"Supri," kata Alfa sambil tersenyum masam, kalau bukan karena Supri dirinya pasti tidak akan berada di posisi galau seperti sekarang.
"Kamu gila? Kenapa percaya sama lawan kamu?" tanya Cinta merasa tidak habis pikir, kenapa Alfa bisa mempercayai Supri sedangkan mereka berdua adalah saingan yang akan berkompetisi dalam pemilihan ketua OSIS yang akan diadakan sebentar lagi.
"Kita juga tadinya lawan, kita juga tadinya sering bersaing dan menjadi rival di dalam organisasi, tapi kita bisa menjadi sahabat," kata Alfa polos.
Cinta memutar bola matanya kesal," Jangan samakan aku dengan dia, oke? Aku jujur dan tidak akan melakukan kecurangan yang akan menjatuhkan lawan dengan trik kotor seperti itu!" cetus Cinta, menghentikan langkahnya sambil menatap pria di sebelahnya galak.
Gadis itu merasa jengkel karena Alfa telah menyamakan dirinya dengan Supri yang sudah jelas-jelas ingin menjegal Alfa melalui trik kotornya.
"Maaf, aku hanya tidak pernah mengira dia akan menggunakan cara kotor agar terpilih, aku pikir dia sama seperti kamu, walaupun kita saling bersaing tapi kita bersaing secara sehat," kata Alfa getir.
Dia dan Cinta sudah lama saling bersaing di dalam organisasi sekolah, namun mereka sama-sama saling dukung dan saling belajar melalui lawan untuk kemajuan bersama dan untuk kemajuan organisasi sekolah yang menjadi wadah aspirasi bagi mereka berdua.
Itu sebabnya Alfa juga tidak memiliki pikiran untuk berhati-hati kepada Supri yang merupakan saingannya di organisasi, karena dia pikir Supri akan bersikap sama seperti Cinta.
"Jadi apa yang akan kamu lakukan dengan kertas-kertas itu sekarang?" tanya Cinta sambil menatap Alfa iba.
Cinta yakin, Alfa pasti akan dimarahi habis-habisan oleh kakak ketua OSIS dan pembina OSIS jika memaksakan untuk menyerahkan setumpuk undangan agar ditanda tangani oleh mereka.
"Menurut kamu apa yang harus aku lakukan?" tanya Alfa meminta pendapat Cinta.
"Kamu pasti masih pegang ketikan dasar undangan sebelum diprint out kan?" tanya Cinta kepada Alfa.
"....." Alfa mengangguk mengiyakan.
"Kalau begitu jangan serahkan kertas-kertas itu kepada kakak ketua OSIS dan pembina OSIS, kamu bawa saja ketikan awal sebelum print out kepada mereka untuk ditandatangani," ujar Cinta serius.
"Lalu kertas-kertas ini? Apa yang harus aku lakukan dengan ini semua? Jangan bilang kamu akan menyuruh aku membuangnya," kata Alfa sambil cemberut.
Walaupun dia terlahir dari keluarga kaya, dia sejak kecil sudah diajarkan untuk tidak melakukan hal-hal yang sia-sia.
"Sumbangkan kertas itu untuk pedagang di pasar!" putus Cinta tegas.
Tidak jauh dari sekolah mereka ada pasar pagi yang menjual aneka kebutuhan rumah tangga, beberapa pedagangnya merupakan orang tidak mampu, hal ini diketahui Cinta dari kakaknya Iwan.
Kakaknya itu memiliki teman yang orang tuanya jualan di pasar tersebut menyewa kios kecil dan sumpek untuk berjualan hasil sayur mayur yang dia tanam di belakang rumahnya.
"Baiklah, aku pikir cara kamu itu bagus juga," kata Alfa sambil tersenyum.
"Jangan lupa karena kamu tadi sudah print out di tata usaha yang berikutnya kamu harus melakukannya di luar sekolah, untuk menghindari pertanyaan yang tidak perlu," kata Cinta mengingatkan.
"Siap! Terimakasih Cin, kamu memang sahabat yang baik," kata Alfa sambil tersenyum senang karena masalahnya terselesaikan.
"....." Cinta hanya tersenyum simpul dan mereka pun kembali berjalan bersama menuju ruang OSIS, sementara kertas undangan yang mereka bicarakan telah dimasukan Alfa ke dalam tasnya.
Setelah dari ruang OSIS Cinta kemudian beralih ke ruang redaksi majalah dinding sekolah, Cinta telah dipercaya oleh guru bahasa Indonesianya untuk menghidupkan kembali Mading yang sempat vakum karena tidak ada yang menjalankannya.
Berbeda dengan OSIS, Cinta menjalankan majalah dinding ini dengan sepenuh hatinya karena menulis adalah hobi Cinta sejak masih di sekolah dasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
(End) Cerita Cinta
ChickLitNovel ini menceritakan tentang kisah perjalan hidup seorang gadis bernama Cinta sejak masa remajanya hingga dia dewasa dan mulai mengenal arti kasih sayang yang sesungguhnya antara pria dan wanita. *** Raka muncul tiba-tiba setelah lama menghilang d...