Bab 5. Pingsan

21 9 0
                                    

Ruang kesehatan tampak sepi, hanya ada satu orang peserta orientasi selain Cinta yang pingsan saat upacara.

Tiba-tiba siswa yang masih pingsan di sebelah Cinta itu tampak megap-megap, seperti ikan yang di keluarkan dari air, hal ini membuat Dwi, panitia kesehatan yang bertugas jaga menjadi panik dan berlari keluar.

"Kak! Cepet kak, panggil ambulans, ada yang sekarat di ruang kesehatan!" kata Dwi kepada Iwan cemas.

"Siapa?!" tanya Iwan gugup, pasalnya tadi dia melihat adiknya Cinta digotong saat upacara, karena pingsan.

Kalau tidak ingat tugasnya sebagai pembina upacara, mungkin Iwan sudah meninggalkan tempat upacara itu dan membawa Cinta ke ruang kesehatan dengan tangannya sendiri.

"Ratna kak!" jawab Dwi.

Iwan dan beberapa panitia langsung bergegas ke ruang UKS lalu mereka berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan pertolongan pertama, sementara Iwan menelpon ambulan melalui ponselnya.

Tidak lama kemudian ambulan datang dan membawa Ratna ke Rumah Sakit, ditemani salah satu panitia yang ditunjuk Iwan.

"Fiuh! Gila bikin repot saja tuh anak, padahal dari awal upacara sudah diingatkan sama panitia kalau ada yang gak sehat boleh mundur dan istirahat di belakang," kata Riki kesal.

"Mungkin dia juga tidak menyangka kalau asmanya akan kumat saat upacara," kata Iwan sambil menepuk bahu sahabat karibnya itu.

"Rasanya jantungku mau copot liat dia sekarat, bukan apa-apa sih, pasti kita yang akan disuruh tanggung jawab kalau ada apa-apa," gerutu Riki sambil menyugar rambutnya.

Iwan terdiam, apa yang dikatakan Riki memang benar, sebagai panitia mereka pasti akan dimintai tanggung jawab kalau ada apa-apa dengan peserta orientasi.

"Aku ke kantin dulu ya, ada sepupu aku lagi nungguin di sana," kata Riki sambil menunjuk ke arah kantin.

Iwan melihat ke arah yang di tunjuk sahabatnya, dia melihat seorang pria tampan, yang wajahnya seperti tidak asing lagi baginya, namun Iwan lupa dimana dia pernah bertemu dengan laki-laki itu.

Sementara Raka yang sedang berada di kantin dan asik bermain game, seperti merasa kalau dia sedang di perhatikan, dia lalu mengangkat kepalanya dan tersenyum ketika melihat Iwan dan Riki.

Raka ingat, pria tampan di samping Riki itu adalah pria yang sama dengan pria yang menjemput Cinta, pria itu adalah kakak dari gadis yang kini menghiasi mimpi-mimpinya di malam hari.

"Itu sepupu yang kamu ceritakan?" tanya Iwan kepada Riki, sambil mengerutkan kening mengingat-ingat dimana dia pernah bertemu dengan Raka.

"Yupz, kenapa? Apakah kalian saling kenal?"tanya Riki kepada Iwan.

"Entah, wajahnya seperti tidak asing lagi bagiku, tapi aku lupa dimana aku pernah bertemu dengannya," jawab Iwan acuh tak acuh.

"Kamu mau kenalan gak sama dia? Dia orangnya ramah kok, siapa tau kalau kamu melihatnya dari dekat kamu akan mengingat dimana pernah bertemu dia sebelumnya," saran Riki kepada Iwan.

"Nanti saja deh, aku mau ke UKS dulu," jawab Iwan tegas.

"Baik, aku duluan kalau begitu," kata Riki.

Setelah mendengar jawaban Iwan Riki pun berlalu ke kantin, menuju ke arah sepupunya  Raka yang sudah sejak tadi menunggunya di kantin.

Iwan juga bergegas menuju ke ruang  UKS untuk memeriksa keadaan Cinta, yang dia perkirakan saat ini sudah terjaga dari pingsannya.

Raka tersenyum melihat Riki datang menghampirinya, tadinya dia berharap bisa kenal lebih dekat dengan kakaknya Cinta, namun sepertinya Iwan tidak ada waktu untuk santai.

"Apakah itu sahabat dekat yang sering kamu ceritakan padaku?" tanya Raka kepada sepupunya itu sambil menyesap kopinya.

"Iya, tadinya aku mau memperkenalkan dia kepadamu, tapi sepertinya dia sibuk sekali, maklum saat ini dia ditunjuk jadi ketua panitia orientasi, jadi tugasnya juga lumayan banyak," jelas Riki  sambil duduk dan memilih gorengan di atas meja kantin.

"......"

"Nanti kenalan di rumahnya saja," kata Riki santai.

"Kamu mau ke rumahnya?" tanya Raka penuh minat.

"Kenapa kamu bersemangat sekali, aneh, apakah kamu miliki minat yang salah?" tanya Riki curiga.

"Jangan ngarang, aku laki-laki tulen tahu, aku hanya penasaran saja ingin kenal  dengan sahabat kamu, yang kerap kamu ceritakan padaku selama ini," jelas Raka.

"Baiklah, baiklah, jangan tersinggung, kalau memang kamu ingin kenalan dengan dia, nanti kamu ikut aku main kerumahnya Saja," kata Riki.

"Boleh, siapa takut," sahut Raka dengan senang hati, karena memang inilah yang sedang di tunggunya sejak tadi.

Raka dan Riki berbincang akrab di kantin, sambil membicarakan banyak hal, termasuk rencana masa depan mereka kedepannya.

Ruang kesehatan sudah kembali sepi dan tenang, seperti sedia kala, seolah-olah kejadian yang menggemparkan tadi hanyalah sebuah mimpi.

Saat ini hanya ada Dwi yang sedang berjaga di ruangan itu, dia tersenyum ketika melihat Cinta sudah sadar.

"Sudah sadar ya? Mau dibikinkan teh hangat agar perut kamu enakan?" tanya Dwi ramah.

Cinta hanya tersenyum menanggapi tawaran Dwi. Dia memandang setiap sudut  ruangan dan sadar kalau dia sedang berada di UKS.

Cinta ingat sebelumnya dia sedang mengikuti upacara bendera, 'aneh, mengapa aku ada di UKS? Apakah aku tadi pingsan saat upacara bendera?' tanya Cinta dalam hati.

"Kruucuukk!" tiba-tiba perut Cinta berbunyi nyaring, Cinta menatap Dwi dengan wajah merah merona karena malu.

"Astaga! Kamu lapar? Memangnya di rumah tadi gak sarapan?" tanya Dwi heran.

"...." Cinta menggelengkan kepalanya, "tadi berangkatnya terburu-buru kak, jadi gak sempat sarapan," kata Cinta setelah menggelengkan kepalanya.

Tadi pagi Cinta memang terburu-buru berangkat ke sekolah karena sudah janjian dengan teman sekelasnya untuk membagi kacang kedelai tugas orientasi yang di koordinir oleh Alfa.

"Pantesan kamu pingsan, harusnya sebelum sekolah usahakan dulu makan walau hanya beberapa suap," nasehat Dwi kepada Cinta.

"...." Cinta terdiam, apa yang di katakan Dwi memang benar sekali, dia juga merasa menyesal tidak sarapan terlebih dahulu, padahal bisa saja dia beli roti dan susu di jalan untuk sarapan pagi.

Cinta sadar bahwa dia terlalu santai dan menyepelekan soal sarapan pagi, hingga akhirnya dia malah pingsan saat upacara.

Cinta merasa sangat malu sekali karena sebagai cucu veteran tentara pejuang tanah air, yang berjuang untuk negara agar bisa mengibarkan bendera, dia yang hanya tinggal menyaksikan saja bagaimana bendera dikibarkan di masa sekarang malah pingsan gara-gara tidak sarapan.

'Kalau kakek masih ada aku pasti di diceramahi panjang lebar tentang bagaimana sulitnya mengibarkan bendera di tengah desingan peluru,' batin Cinta getir karena merasa telah mengecewakan almarhum kakeknya.

Melihat Cinta yang terdiam lama, Dwi merasa kasihan sekaligus tidak enak, bagaimanapun Dwi pikir Cinta pasti memiliki alasan tersendiri hingga tidak sempat sarapan pagi.

Dwi merasa gadis di hadapannya ini berbeda dari kebanyakan siswa yang masuk ruang UKS, Cinta tidak terlihat seperti sedang berpura-pura seperti kebanyakan siswa yang masuk ke UKS hanya karena tidak ingin menghadiri upacara atau pelajaran yang tidak mereka sukai.

Dari matanya Dwi bisa melihat kalau Cinta juga sedih tidak bisa mengikuti upacara bendera pagi hari ini.

"Ya udah, tunggu sebentar ya, aku ambilin dulu makanannya," kata Dwi sambil beranjak dari duduknya, Cinta hanya mengangguk.

(End) Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang