BAB 2 Bumi Dan Pertiwi

46 17 14
                                    


Assalamualaikum, 
Selamat pagi semua.
Hari ini Langit cerah tanpa hujan. Namun bukan berarti bumi pertiwi akan kering kerontang. Karena ada kita yang menjaganya.
yuk terusin baca kisah Langit dan Bumi hari kedua


Selamat membaca

Apa arti sebuah nama? itu kata seorang pujangga di belahan bumi yang berbeda denganku Tapi ternyata, nama memiliki arti terutama bagiku dan cintaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apa arti sebuah nama?
itu kata seorang pujangga
di belahan bumi yang berbeda denganku
Tapi ternyata, nama memiliki arti
terutama bagiku dan cintaku


Aku?

Ah ya.... Siapa aku?

Aku Bumi Setia Pratiwi, biasa dipanggil Bumi. Wajahku biasa saja. Muka jawa kalau kata Gerhana. Mataku bulat seperti milik ibuku dengan bintik mata coklat seperti milik bapak. Rambut hitam panjang selalu aku kepang satu dengan jepit di kanan kiri. Pipiku yang gempil sering menjadi bahan becanda dan sasaran cubitan gemas Gerhana. Tubuhku yang hanya 155 dengan berat 45 membuatku terlihat mungil jika berjalan di samping Langit. Payudaraku yang memiliki ukuran cukup besar di antara teman teman sebayaku. Meski katanya banyak yang bilang payudara besar adalah aset, tapi bukan bagiku. Ukuran ini sering membuatku merasa malu dan rendah diri.

Menurutku aku memang tidak istimewa. Bahkan memang tidak pantas dilirik siapapun di sekolahku. Saat SMA, bahkan aku menganggap diri sendiri seperti peta buta yang digantung di bagian belakang kelasku. Ada di sana sekedar untuk ada. Tidak ada yang peduli dan memang tidak perlu untuk dianggap ada. Toh ada peta lain yang lebih bagus dan mahal, lebih dipakai oleh siswa SMA ini. Ya seperti itulah aku. Tak ada yang istimewa dariku. Bahkan sejak SMA, aku bagaikan upik abu yang masuk ke istana yang dipenuhi pangeran dan putri kerajaan.

Meskipun tidak sepenuhnya aku hilang dari peredaran. Aku, Bumi, tetap memiliki orbitku sendiri, demi menjaga keseimbangan dan kelangsungan hidup dan masa depanku. Demi kebahagiaan Ibu Pertiwi, ibuku. Aku berjuang keras untuk selalu menempati posisiku menjadi yang terbaik di kelas ini, bahkan sekolah ini. Nilaiku harus selalu menjadi yang terbaik, karena aku harus mempertahankan beasiswaku. Agar aku tidak memberatkan ibuku yang membesarkan kami dengan keringat dan kelelahannya. Dan perjuanganku tidak sia-sia. Aku selalu bisa bertahan menjadi yang terbaik secara akademis di SMA dan Universitas Pelita Dirgantara. Meski bukan untuk status sosial atau eksistensi seorang Bumi si upik abu, di antara para jutawan, pangeran dan putri sekolah ini. Bagaimanapun aku tetap sadar, bahwa aku bukan siapa-siapa. Bahkan bahan tirai ruang rektorat akan lebih mahal dibanding bajuku.

Kata ibuku aku manis, mandiri, lucu penuh perhatian dan baik hati. Kata ibuku, aku akan menjadi wanita berkualitas yang disayang suamiku sampai akhir hayatku. Tapi... itu kan kata ibuku. Ibu mana sih yang tidak memuji anaknya. Semua ibu akan mengatakan anaknya yang terbaik kan?Ibuku bernama Dewi Pertiwi. Seorang perempuan jawa yang begitu sederhana. Sebelum menikah dengan bapak, katanya ibuku adalah mahasiswa teladan dengan berbagai penghargaan. Ibuku hanya perempuan sederhana yang tidak pernah tau apa itu tas Birkin atau Louis Vuitton. Bahkan menyebutkan merek tas tersebut dengan benarpun belum tentu bisa dia lakukan. Perempuan jawa yang sederhana dengan senyum sehangat mentari pagi yang selalu menenangkanku sejak aku kecil. Perempuan yang bahkan aku rela mencium tangan dan kakinya yang pecah pecah, saat dia bersedih karena apa yang kulakukan. Perempuan yang sering merelakan jatah lauknya agar aku dan kakakku puas menikmati makanan hari itu, sejak kami kecil dan baru aku tahu belakangan ini. Perempuan tanpa sasak sanggul namun tetap cantik bersahaja diusianya yang tidak muda. Perempuan yang mengajarkan padaku akan arti memaafkan, cinta dan keiklasan. Perempuan yang membuat segala dendam dan sakit terhapus bagai hujan sehari yang mampu menghapus keringnya tanah kemarau berbulan bulan. Ibu yang mengajarkan pada kami untuk tetap tegar berdiri dikaki sendiri saat harus kehilangan bapak. 


Ibu yang selalu mengajarkan padaku untuk selalu menjadi perempuan tangguh, setia dan pintar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ibu yang selalu mengajarkan padaku untuk selalu menjadi perempuan tangguh, setia dan pintar. Perempuan yang menjalani fitrahnya sebagai istri, mendampingi suami sampai akhir, apapun yang terjadi. Ya apapun yang terjadi dan apapun rasa yang muncul dia jalani sebagai konsekwensi janji suci pernikahan didepan penghulu. Sesakit apapun pisau pengkhianatan yang digoreskan, sebesar apapun badai mengoyak dinding rumah tangga, Ibu terus bertahan dan tetap tersenyum. Tak ada keluhan atau dendam yang disisakan di sana. Bahkan dia tak mengijinkan sedikitpun sakit dan dendam di dalam rumah kami sesakit apapun luka berdarah yang dideritanya. Bagi ibuku, badai yang datang tak akan mampu menggoyahkan janji sucinya mendampingi Bapakku.

Bapakku ? ah ya... bapakku,laki laki paling tampan sedunia, dulu. Kenapa dulu? Karena sejak aku masuk SMA,ternyata mataku melihat ada laki laki lain yang juga tampan. Namanya Langit.Tapi, kita bicarakan dulu bapakku. Laki laki setengah jawa setengah cina itumemang tampan dan mantan buaya kata ibu. Ketampanannya bagaikan angin yangmengundang badai di rumah kami saat aku masih SMP.

Terimakasih sudah kembali lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terimakasih sudah kembali lagi. Hari ini Bumi harus pamit sementara untuk kembali esok hari. Jika berkenan, tinggalkan jejak di bumi dengan komenmu dan di langit dengan bintang vote mu. Terimakasih.Banyak Cinta buat kalianSKS

Hujan Untuk Langit & BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang