BAB 11 Mengantar Ibu Bahagia

26 5 1
                                    

Aku terdiam disamping jasad ibuku yang sangat cantik. Mukanya masihtersenyum seolah menenangkanku, bahwa kini dia sudah baik baik saja. Yah aku tahu bu, kamu sudah bebas, sudah bahagia dan tak lagi menderita. Aku sadar, ini yang terbaik bagimu. Maafkan aku bu, yang tidak pernah bisa melindungimu. Tapi aku rasa ini adalah yang terbaik. Inilah pembebasanmu dari iblis yang kupanggilpapa.
 

Catatan Langit yang pedih bisa kita baca sama sama ya di hari ke 11 dalam #event25harisamuderaprinting. 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jika ini bisa membebaskan ibu

Dari derita dan airmata yang tak berkesudahan

Maka aku rela mengantar ibu menuju Surga


Aku terdiam disamping jasad ibuku yang sangat cantik. Mukanya masih tersenyum seolah menenangkanku, bahwa kini dia sudah baik baik saja. Yah aku tahu bu, kamu sudah bebas, sudah bahagia dan tak lagi menderita. Aku sadar, ini yang terbaik bagimu. Maafkan aku bu, yang tidak pernah bisa melindungimu. Tapi aku rasa ini adalah yang terbaik. Inilah pembebasanmu dari iblis yang kupanggil papa. Aku akan menjalankan apa yang kamu inginkan diakhir hidupmu. Aku akan menjaga sahabatmu dan keluarganya, dari papa, entah bagaimana caranya. Itu janjiku. Lalu aku teringat pada gadis yang memandangiku dibawah rintik hujan dengan mata hujannya. Aku tersenyum dan entah bagaimana hatiku menghangat.

"Langit, kamu baik baik saja?" suara lembut yang mirip ibuku menyapa telingaku, menarikku kembali ke kenyataan. Baru kusadari banyak mata yang memandangku dengan kawatir dan heran, termasuk mata om Herman, Paman Indra dan kak Bintang. Mereka seperti khawatir dan bertanya dengan pandangan mereka. Arghhh, mungkin mereka mengira aku mulai gila karena semua kejadian ini, hingga aku tersenyum sambil memandangi wajah ibuku.

"Angkasa, kurang ajar kamu sama Papa! Mana ibu!" sebuah suara keras yang sangat aku benci, terdengar berteriak. Suara langkah memasuki rumah dengan tergesa. Laki-laki bertampang necis dan segar itu berlari menubruk jasad ibuku dengan muka sedihnya. Meraung, seolah tak rela melihat kepergian ibu. Ah, ya, mungkin dia tidak rela wanita yang menjadi budaknya pergi. Dia tak rela melihat ibuku damai. Mataku nanar menatap wajah wanita jalang yang datang bersamanya. Mata wanita itu terpaku menatap jasad ibuku.

"KAMU! PERGI DARI SINI! JANGAN PERNAH MENGOTORI JASAD IBUKU DENGAN TANGANMU. JANGAN MENDEKAT DAN JANGAN PERNAH DATANG DIRUMAH INI. INI RUMAH IBUKU DAN KAMU TIDAK ADA TEMPAT DI SINI WANITA JALANG!" teriakku berdiri dan menghalangi wanita bernama Grace. Wajah wanita itu tampak memucat dan kemudian berubah merah. Semua mata memandang kepada kami, kecuali papa yang tampaknya tidak menyadari apa yang aku lakukan. Wanita itu sejenak menatap ke papa dan menyentuh punggungnya. Tangannya yang gemetar, tampak menyentuh pundak papa seolah mencari perlindungan. Ya, wanita itu pasti sadar, apa akibat teriakanku. Kedatangannya dengan papa dan kata kataku, membuat semua orang menduga kisah apa dibalik semua ini. Apalagi mereka berdua datang dengan keadaan segar dan rapi, saat kami sekeluarga tampak lusuh dan lelah. Semua yang diruangan itu juga tahu bahwa papa menghilang dan tidak tahu jika istrinya meninggal, sampai dia tiba di rumah yang sudah penuh dengan pelayat pagi ini. Ya, sampai saat ini, papa lupa menyalakan handphonenya.

Wanita yang mengenakan baju merah ketat diatas lutut itu tampak gemetar dan mulai menangis. Mukanya berganti-ganti antara pucat dan merah. Apalagi setelah papa menepis tangannya yang memegang pundak papa tadi, dan menyuruhnya pergi. Grace tampaknya menyadari, semua orang melihat papa tak perduli padanya. Papa masih terus menangis histeris memanggil ibu untuk bangun. Kami semua hanya diam tak berkata apa-apa. Aku mendengar suara kak Angkasa yang mengamuk meneriakan nama DIRGANTARA! Aku tahu saat ini kak Angkasa sedang ditenangkan oleh om Herman. Setelah melayangkan pukulan ke Papa tadi, kak Angkasa ditarik om Herman ke kamarnya. Kak Bintang dan Tante Sari tampak terkulai dengan muka sembab di pojok ruangan, memandang papa datar. Bibi dan pak Atmo yang tadi menarikku menuju pojok lain, berusaha menenangkanku. Tak lama Paman Indra datang dan menarik Grace, yang juga sekretaris papa itu keluar, dibawah pandangan sinis kami semua. Setelah itu aku tak tahu dan tak mau tahu kabarnya. Aku dengar, dia tak lagi menjadi sekretaris di kantor Papa.

Setelah ibu meninggal, papa tak lagi meneruskan karir politiknya. Papa konsentrasi dengan perusahaan. Meski begitu dia semakin sibuk dan semakin jarang dirumah. Yah, walaupun aku juga tak lagi perduli pada bajingan yang masih aku panggil papa itu. Aku bertahan karena aku masih waras dan sadar aku masih membutuhkan uang Dirgantara untuk masa depanku dan demi janjiku pada ibu.

Kak Angkasa dan Kak Bintang semakin tidak pernah pulang dan sibuk dengan urusan mereka sendiri. Mereka memutuskan tinggal di apartemen mereka sendiri. Tante Sari dan om Herman tidak pernah lagi datang ke rumah ini. Hanya Bibi dan Pak Atmo yang menjadi orang tuaku. Paman Indra yang datang ke sekolahku untuk mewakili papa mengambil raport atau sekedar memenuhi undangan sekolah yang berhubungan denganku. Paman Indra yang sesekali mengajakku jalan dan liburan bersama keluarganya. Dia lebih mengerti aku dari orang-orang yang memiliki hubungan darah denganku. Tentang kejadian yang membawa kematian ibu hari itu? Tidak ada yang membicarakannya sama sekali. Bahkan tidak ada berita apapun yang muncul tentang kejadian itu. Keluarga jauh, saudara dan semua orang hanya tahu jika ibuku terluka karena jatuh dan terlambat ditolong hingga meninggal. Bahkan ada yang mengatakan ibuku meninggal karena sakit jantung. Dan aku, tumbuh menjadi Langit yang hebat, menyandang segala "kelebihan" Dirgantara dalam kesepian. Langit berdiri tegak dalam kelam yang tak terlihat.

Aku masih memegang teguh janjiku pada ibu. Janji yang membawaku pada Bumi, reinkarnasi dari Ibu. Aku menemukan wanita yang aku yakini sebagai belahan jiwaku.Wanita yang harus kujaga dan kubahagiakan seumur hidupnya, apapun yang terjadi. Wanita yang membuatku tersenyum, jatuh cinta, sejak aku memandang mata hujannya hari itu. Wanita yang selalu menggenggam dunia dan pandanganku, hingga aku tidak pernah mampu melihat wanita lain selain dia. Wanita yang hanya menganggapku sahabat.

*Past Memory Flash back of* 

Jangan lupa tinggalkan jejak untuk Bumi dengan komenmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa tinggalkan jejak untuk Bumi dengan komenmu. Dan tinggalkan bintang vote mu untuk Langit

Tunggu novelnya sebentar lagi ya

Sampai jumpa lagi besok

Banyak cinta buat kalian semua

SKS

Hujan Untuk Langit & BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang