Apakah kalian pernah membayangkan menjadi putri kerajaan dalam sekejap? Bayangkan saja, bukan hanya menjadi putri, tapi juga dinikahi oleh tujuh pangeran tampan. Apakah ini sebuah keberuntungan yang menggiurkan atau beban yang tak terbayangkan? Kisah Tanie tak pernah bisa ditebak. Seorang gadis yang mungkin tak lebih dari korban kehidupan, broken home, yang terpaksa singgah di rumah neneknya, hanya untuk menemukan sebuah gudang yang misterius. Siapa yang menyangka dari sana hidupnya akan berputar begitu dramatis, berakhir di sebuah istana? Takdir, entah bagaimana, telah memaksanya mengikuti jalan yang tak pernah diimpikannya. Dan sekarang, dia berada di ambang pernikahan dengan tujuh pangeran.
Di istana megah yang bak surga, kehidupan Tanie berubah drastis. Sebuah kamar mewah dihiasi dengan bunga-bunga segar yang seolah hidup, setiap pagi menyapa siapa pun pemiliknya. Bukan sekadar bunga biasa, tapi bunga yang memiliki keindahan dan kesegaran abadi. Pelayan-pelayan cantik dengan gaun pin-up yang dihiasi manik-manik emas dan bunga segar selalu siap melayani. Seolah-olah dunia ini dirancang untuk memanjakan sang putri, namun, benarkah ini sebuah anugerah?
Tanie tak bisa lari dari pertanyaan: apakah ini yang sebenarnya dia inginkan? Apakah hidup di tengah kemewahan dan kebahagiaan palsu istana ini bisa menggantikan kebebasan dan kehidupannya yang sederhana? Hanya waktu dan takdir yang akan menjawab. Dan alur cerita yang semakin rumit ini, tanpa disangka, membawa Tanie pada perjalanan yang jauh dari imajinasi sebelumnya.
Tanie duduk di depan cermin besar, mengenakan gaun biru elegan dengan kerah emas dan hiasan bunga di pinggangnya. Beberapa pelayan sibuk membujuknya untuk mengenakan perhiasan.
"Nyonya, ayolah, kenakan anting ini. Ini terbuat dari berlian dan emas, sangat cocok untukmu," kata seorang pelayan, mendekatkan anting itu ke telinga Tanie.
"Aku bilang tidak. Untuk sekarang, aku hanya ingin sendiri. Tunggu sampai lukaku sembuh!" bentak Tanie dengan nada lelah.Di cermin, pantulan wajahnya begitu indah. Bibirnya merah muda, kulitnya pucat dan halus, serta mata besar yang memesona.
Namun di balik kecantikan itu, ada rasa frustasi yang tak terbendung. Tanie bangkit, menahan sakit di kakinya yang masih terasa perih."Stop! Aku mau istirahat!" teriaknya lagi, lebih keras kali ini.Pelayan-pelayan itu menunduk dalam dan buru-buru meninggalkan ruangan.
Tanie menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Tapi tak lama kemudian, terdengar langkah kaki mendekat. Dia berusaha untuk berjalan, walaupun tubuhnya masih lemah. Saat pintu terbuka, Tanie terkejut—Jeon Jungkook, salah satu pangeran, sedang berjalan ke arahnya.Kakinya gemetar, dan ia ingin kabur, tapi tubuhnya terlalu lemah.
Saat Tanie mencoba melangkah, tiba-tiba pundaknya ditahan oleh tangan yang kuat. Dengan cepat, Jungkook menariknya dan memeluknya di bahunya yang kekar."Jeon Jungkook..." bisik Tanie lirih, detak jantungnya semakin cepat.
Jungkook hanya memandang lurus ke depan, wajahnya terlihat lelah. "Kenapa kamu berat sekali?" Jungkook mencibir dengan ekspresi kosong
."Hah? Apa maksudmu?" balas Tanie, bingung dan marah.Jungkook melemparkan tubuh Tanie ke atas kasur dengan kasar.
"Kenapa suaramu keras sekali?" tanyanya sambil melipat lengannya.
Tanie bangkit, mencoba mempertahankan harga dirinya. "Aku tidak memintamu mendengarkan. Kamu bisa pergi sekarang."Jungkook menatapnya dengan tatapan sinis sebelum berjalan ke arah pintu. Tapi sebelum dia keluar, dia berbicara dengan suara keras."Prajurit, tinggalkan aku dan dewi ini. Tutup pintu dan jangan biarkan siapa pun masuk," perintahnya.
Tanie kaget, ketakutan mulai merasuki tubuhnya. Dia ingin bergerak, tapi kakinya terasa lumpuh oleh rasa takut. Jungkook berjalan mendekatinya, membuka dua kancing bajunya, dan melompat ke atas kasur.
Tanie berteriak, tubuhnya gemetar, hingga bunga-bunga hiasan di tepi kasur berguguran. Tapi alih-alih melakukan sesuatu yang mengancam, Jungkook hanya berbaring di sampingnya, menarik napas panjang.Dengan tenang, dia berkata, "Aku belum menjadi suamimu, jadi aku tidak akan menyentuhmu seperti itu. Jangan geer, gadis naif." Dia menoleh, tersenyum sinis sambil bersandar pada lengannya.
Tanie terdiam, merasa bodoh karena panik. "Kalau begitu, kenapa kamu ada di sini?"Jungkook menatap langit-langit, ekspresinya berubah serius. "Menjadi pangeran di kerajaan Gosan itu melelahkan. Aku hanya ingin istirahat... dengan cara yang berbeda. Di kamar ini, bersama wanita yang akan menjadi pendamping hidupku."
Tanie mendekat ke kasur, dagunya bertumpu pada kasur, matanya menatap Jungkook. "Kamu benar-benar ingin menikah dengan aku? Dan aku harus berbagi dengan enam saudaramu? Bagaimana bisa itu membuatmu bahagia?"
Jungkook memandang Tanie dengan senyum tipis, dan berkata dengan nada lembut, "Di kerajaan ini, kebahagiaan pribadi bukanlah prioritas. Pernikahan ini demi kerajaan. Itu tanggung jawabku sebagai pangeran."
Tanie mengerutkan alis. "Tapi kamu bisa berbicara pada raja, kan? Katakan bahwa pernikahan ini salah. Kalian juga punya hak, Jungkook."Jungkook mendekat, mengelus pipi Tanie dengan lembut. "Aku datang untuk memberitahumu, pernikahan akan dilaksanakan besok. Bersiaplah."
Tanie terbelalak. "Tunggu dulu! Aku belum setuju! Kenapa secepat ini?"Jungkook berdiri dari kasur, menatap Tanie untuk terakhir kalinya sebelum berkata, "Aku harus pergi. Sampai jumpa besok, istri masa depanku."Sebelum Tanie bisa bereaksi, Jungkook berjalan keluar. Para pelayan yang berada di luar pintu menatapnya malu-malu, sementara Jungkook berjalan dengan percaya diri, tanpa memperhatikan tatapan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
one girl for seven lord
Fantasy"Kepada Yang Mulia Raja, silakan berikan keputusan akhir." Semua mata tertuju pada Raja, yang dengan hati-hati menghapus air matanya sebelum berdiri dari singgasananya. Dengan nada yang tegas namun penuh emosi, dia mengumumkan, "Sebagai seorang Raja...