Di Kerajaan Gonsa, suasana semakin mencekam seiring berjalannya waktu. Dahulu, Gonsa adalah kerajaan yang megah, penuh dengan kemakmuran dan kekuatan yang tak tertandingi. Namun, kini bayang-bayang kehancuran semakin jelas. Istana yang megah mulai terasa sepi dan sunyi, karena ancaman musuh dari luar dan kerusakan internal yang terus terjadi. Pemicunya tidak lain adalah Jongsuk, yang lihai memanfaatkan situasi dan semakin menggenggam kendali di balik layar.
Di tengah cahaya temaram ruang pertemuan istana, Jongsuk duduk di sisi Sang Raja dengan tenang, wajahnya penuh perhatian, matanya tertunduk rendah seolah mendengarkan dengan penuh hormat. Para pangeran duduk melingkar, masing-masing dengan pandangan berbeda yang penuh ambisi, kekhawatiran, dan kebanggaan. Mereka berdiskusi tentang strategi pertahanan Gonsa, tetapi suara-suara mereka saling menekan, hampir tidak memberikan ruang bagi satu sama lain untuk berbicara.
Ketika ketegangan mulai terlihat di antara mereka, Jongsuk, dengan nada halus yang menenangkan, memecah keheningan. "Tuan-tuan Pangeran," ucapnya pelan, namun cukup tegas untuk menarik perhatian seluruh ruangan, "Saya kira kita semua memiliki niat yang sama, yaitu melindungi kerajaan kita. Tetapi, mungkin cara kita memahaminya sedikit berbeda."
Kata-kata Jongsuk bagaikan air di atas api yang membara. Para pangeran, yang sebelumnya hampir saja saling mempertahankan pandangan masing-masing, kini mendengarkan, mengangguk setuju, meskipun mereka tidak sepenuhnya paham dengan maksud tersembunyi di balik kata-kata Jongsuk.
Sang Raja mengangguk puas, menyetujui pandangan Jongsuk, seolah-olah ucapan pria itu adalah jawaban dari semua masalah yang tengah dihadapi kerajaan. Di balik topeng loyalitas dan kebijaksanaan itu, Jongsuk menutupi tipu dayanya dengan sempurna. Ia tahu betul bahwa perpecahan ini bisa menjadi langkah awal untuk melemahkan kerajaan. Setiap kali para pangeran tidak sependapat, Jongsuk akan muncul sebagai penengah. Setiap kali ada isu atau kekhawatiran, ia akan memberikan nasihat yang tampaknya bijaksana namun sebenarnya sarat dengan jebakan halus.
"Aku hanya ingin kerajaan ini tetap bersatu, seperti yang selalu kita perjuangkan," lanjutnya, melirik Sang Raja dengan tatapan penuh loyalitas. "Kita semua tahu betapa pentingnya menjaga hubungan dengan kerajaan-kerajaan tetangga. Tentu saja, hubungan baik ini harus dijaga, meskipun kita mendengar rumor yang mungkin saja tidak benar."
Kalimat itu—"rumor yang mungkin saja tidak benar"—merupakan permainan liciknya. Dengan bijaksana, Jongsuk telah menanamkan bibit keraguan dalam benak Raja dan para pangeran tentang sekutu lama mereka, Kerajaan Raya. Sambil tetap memproyeksikan dirinya sebagai penasihat yang setia, Jongsuk berhasil memecah perhatian mereka, membuat mereka memikirkan ancaman yang sebenarnya tidak ada, tetapi cukup menakutkan untuk mulai mempertanyakan niat baik Kerajaan Raya.
Usai pertemuan, saat Sang Raja beranjak dari kursinya dengan perlahan karena kesehatannya yang semakin menurun, Jongsuk membungkuk rendah, menawarkan bantuannya yang setia. "Yang Mulia, saya akan selalu ada di sini untuk mendukung Anda dan kerajaan ini. Apa pun yang diperlukan, Anda hanya perlu memerintahkan, dan saya akan melaksanakannya," katanya dengan nada rendah, penuh keyakinan.
Sang Raja menepuk bahu Jongsuk dengan lembut. "Engkau benar-benar setia, Jongsuk. Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan tanpamu."
Di balik senyum tenangnya, Jongsuk menyembunyikan kepuasannya. Semakin ia menguasai kepercayaan Sang Raja, semakin mudah baginya untuk mengatur kerajaan ini menuju kehancuran. Sebuah kehancuran yang perlahan-lahan ia susun dengan cermat dari dalam, sementara orang-orang di sekitarnya menganggapnya sebagai penolong dan pahlawan kerajaan.
Setiap gerakan Jongsuk telah dihitung dengan cermat. Dia mempelajari kelemahan struktural kerajaan Gonsa, dari politik internal hingga diplomasi eksternal. Dia tahu bahwa kekuatan Gonsa tidak akan runtuh dengan satu serangan besar dari luar, tetapi justru dengan memecah belah musuh dan sekutu secara perlahan. Rencana pertamanya adalah memicu permusuhan antara Gonsa dan Kerajaan Raya, yang selama ini menjadi sekutu terkuat mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
one girl for seven lord
Fantasy"Kepada Yang Mulia Raja, silakan berikan keputusan akhir." Semua mata tertuju pada Raja, yang dengan hati-hati menghapus air matanya sebelum berdiri dari singgasananya. Dengan nada yang tegas namun penuh emosi, dia mengumumkan, "Sebagai seorang Raja...