kira

59 29 3
                                    

Pagi yang cerah membawa cahaya lembut ke dalam kamar kerajaan, sinar matahari menembus jendela yang terbuat dari kaca patri berwarna, membangun suasana hangat di sekitar Tanie yang masih tertidur dalam balutan gaun pengantin dan perhiasan yang menempel di tubuhnya.

Tak lama, seorang pelayan wanita  datang, membawa nampan yang berisi gaun ringan berwarna putih gading dan secangkir minuman dalam cangkir emas yang berkilau.

"Selamat pagi, Nyonya. Bagaimana istirahatmu?" tanyanya lembut, sambil tersenyum.

Tanie, yang masih kebingungan, menggerakkan kepalanya dan memijat pelipisnya.

pelayan itu meletakkan nampan di atas meja rias dan mulai membantu Tanie melepaskan gaun pengantin yang berat, diikuti dengan perhiasan yang menghiasi tubuhnya. Tanie merasa sangat lemas, tidak berdaya, dan sepenuhnya mengandalkan pelayan wanita untuk mengganti pakaiannya.

Setelah beberapa saat, Tanie mengenakan gaun berwarna putih gading yang sederhana namun elegan, dihiasi renda yang anggun.

"Minumlah ini," kata pelayan sambil memberikan minuman dari nampan tadi.

Karena merasa sangat lemas, Tanie menerima cangkir itu dengan tangan yang sedikit gemetar, dan pelayan itu membantunya meminum dua teguk sebelum Tanie bisa memegang cangkirnya sendiri. Setelah merasa sedikit segar, ia meletakkan cangkir di atas pahanya, lalu menatap cermin dan mulai tersadar.

 Setelah merasa sedikit segar, ia meletakkan cangkir di atas pahanya, lalu menatap cermin dan mulai tersadar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Seketika, Tanie merasakan kejernihan pikiran. "Apa yang terjadi? Kenapa aku lupa segalanya?" tanyanya, bingung.

"Semalam adalah hari pernikahanmu. Kamu tampak bahagia dan menikmati semuanya," jawab Kira dengan senyuman tulus.

"Hah? Bagaimana bisa aku menerima semua ini dengan mudah? Rasanya ada yang salah," ucap Tanie, wajahnya menunjukkan kebingungan dan keraguan.

pelayan wanita itu mengangguk. "Baiklah, izinkan aku menjelaskan, Nyonya. Sebelumnya, berpura-puralah tidak tahu. Kemarin, kamu mandi di air kolam yamata, yang sudah di beri mantra agar siapapun yang masuk ke dalam kolam itu merasakan peran sebagai pengantin wanita yang sangat bahagia," jelasnya, dengan suara lembut namun tegas.

Tanie terdiam, tercengang mendengar penjelasan itu. "Jadi, sekarang aku sudah menikah? Dan suamiku adalah..."

"Ya, suamimu adalah tujuh pangeran kerajaan Gosan," jawab Kira dengan nada tenang.

Tanie menelan ludah, shock. "Apa ini semua?" tanyanya, penuh rasa tidak percaya.

"Air ini adalah air suci penawar , penangkal efek kolam yamata kemarin," jelas pelayan wanita, memberi Tanie informasi yang lebih dalam.

"Aku belum siap menjadi istri! Kenapa aku harus melalui semua ini?" ucap Tanie, kesal, sambil menatap gaun pengantin itu dengan sinis.

pelayan itu meletakkan tangannya di bahu Tanie, memberikan dukungan. "Nyonya, tidak perlu khawatir. Aku akan selalu ada untukmu dan memberimu petunjuk bagaimana menjalani kehidupan barumu," ujarnya dengan penuh empati.

Tanie tersenyum kecil, merasa sedikit tenang. "Ya, tidak ada yang bisa kulakukan sekarang. Aku hanya bisa pasrah dan mengikuti alurnya," katanya, dengan perasaan campur aduk.

pelayan itu tersenyum lagi, lalu bersiap untuk pergi.

"Sebentar,  Selama ini kamu yang selalu ada dan membantuku dibandingkan pelayan lain. Siapa namamu?" tanya Tanie, penasaran.

"Namaku Kira," jawab pelayan itu, senyumnya tak pernah pudar.

"Baiklah, Kira. Namaku Tanie," kata Tanie sambil mengulurkan tangan untuk berjabat.

Kira membalas jabat tangan Tanie dengan lembut. "Terima kasih karena kamu telah mengurusku dengan baik," ucap Tanie, penuh rasa syukur.

Kira tersenyum, lalu membawa nampan yang berisi gaun pengantin beserta perhiasannya dan melangkah pergi.

Sementara itu, matahari mulai terbenam, menciptakan cahaya oranye yang memancar di dinding kerajaan, memberikan nuansa senja yang indah. Ruangan itu dihiasi pintu besar bergapura perak dan gorden kulit singa, menambah kemewahan suasana.

"Ini pernikahan pertamaku, dan aku tidak tahu harus bagaimana," keluh Jimin yang sedang berolahraga mengangkat barbel, wajahnya penuh kecemasan.

"Tidak perlu khawatir. Dia milik kita sekarang. Lakukanlah seperti pasangan pada umumnya," jawab Namjoon sambil sibuk memindahkan televisi.

"Kita perlu membuat jadwal untuk tidur bersama dia," ucap Jin yang sedang bermain piano, suaranya penuh semangat.

Suga, yang sedang meneguk minuman, menjawab dengan nada cuek, "Aku ingin menjadi yang pertama."

"Tidak adil! Kita harus bermain game, pemenangnya yang akan tidur dengan Dewi untuk pertama kalinya," seru Jungkook yang sedang bermain game pedang visual.

Hoseok hanya tersenyum sambil mendengarkan percakapan mereka, tampak enjoy dengan situasi itu.

Tiba-tiba, Taehyung yang sedang memainkan saksofon melepaskannya dan berkata, "Silakan saja, aku tidak mau menyentuhnya. Dia bukan wanita yang aku mau," celetuknya dengan nada sinis.

Namjoon langsung bangkit dari tempat duduknya dan berkata tegas, "Jangan mulai lagi, Taehyung. Kau tahu ayah akan sangat membenci bila kau terus bertindak seperti ini."

Taehyung memasang wajah kesal, menggigit bibirnya sambil memutar kedua matanya.

"Turuti saja Taehyung, Dewi kita juga cukup manis," teriak Jin, berusaha menenangkan suasana.

Taehyung mulai berdiri dan berkata, "Kalian memang bodoh, mengorbankan kebahagiaan hanya karena omongan lelaki tua itu."

"Taehyung, hentikan itu!" teriak Namjoon dengan raut wajah kesal, emosinya mulai memuncak.

Semua pangeran pun berhenti sejenak dan memperhatikan Namjoon yang sedang berteriak.

"Cukup, Taehyung. Apa kamu tidak ingin hidup? Apa kamu pikir kita bahagia dengan semua ini? Kita semua di sini hanya ingin hidup, ingat itu!" ucap Hoseok, nada suaranya tinggi dan penuh tekanan.

"Lebih baik aku mati sekalian!" jawab Taehyung sambil pergi meninggalkan mereka, suara hatinya penuh kepedihan.

Jin menghampiri Namjoon dan menepuk bahunya, memberikan dukungan. Namjoon pun menghela napas, berusaha menenangkan diri.

Jungkook, yang melihat ketegangan di ruangan, kembali beraksi, "Hei, kita tidak boleh larut dalam kesedihan! Bagaimana kalau kita bermain untuk menentukan siapa yang akan lebih dulu tidur dengan Dewi?"

Mendengar itu, semua pangeran serentak menahan tawa, suasana kembali ceria.

Mereka pun berkumpul, dan permainan yang mereka buat adalah berperang menggunakan pedang visual. Canda tawa mewarnai ruangan itu, menciptakan kembali kebahagiaan.

Di babak akhir, hanya satu orang yang bertahan, yaitu Kim Namjoon. Semua bersorak kegirangan, perasaan gembira membanjiri ruangan.

Sementara itu, Taehyung yang berada di tepi laut istana meratapi kesedihannya, memandang kalung rajut yang terbuat dari benang wol, kenangan masa lalu yang menyakitkan, menyesali keadaan yang tidak bisa diubah.


one girl for seven lordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang