Pagi itu, udara segar menyelimuti istana, membawa aroma tanah basah dan embusan lembut dari pegunungan hijau. Di kejauhan, kicauan burung terdengar begitu merdu, menyempurnakan harmoni pagi yang tenang. Di dalam kamar megah, Tanie masih terlelap di atas kasur besar yang empuk, wajahnya tenang meski hatinya bergulat dengan kenyataan yang tak bisa ia terima.
Tiba-tiba, sentuhan lembut di bahunya membangunkan Tanie. Perlahan, ia membuka mata dan melihat seorang pelayan wanita berdiri di samping tempat tidurnya.
"Nyonya, anda harus bangun dan bersiap," ucap pelayan itu dengan sopan, membungkukkan sedikit tubuhnya.
Tanie, setengah sadar, meregangkan tubuhnya sambil menguap panjang. "Baiklah, aku akan mandi," jawabnya malas.
Pelayan itu tersenyum kecil, menahan tawa melihat Tanie yang tampak belum sepenuhnya terjaga. "Saya akan membantu anda mandi dan bersiap, Nyonya."
Mendengar itu, Tanie mendengus, sedikit kesal. "Apa? Aku bisa mandi sendiri. Lagipula, kakiku sudah jauh lebih baik." Nada suaranya terdengar sinis, tidak terbiasa dengan perlakuan istana yang berlebihan.
Pelayan itu menunduk lebih dalam, suaranya lembut namun tegas. "Maaf, Nyonya. Sebagai calon pengantin, anda harus mandi di pemandian khusus dengan bantuan tujuh pelayan utama."
Tanie bergumam pelan, "Kenapa sih semuanya harus ribet begini?"
Pelayan itu terdiam sejenak, tak yakin apa yang didengar. "Maaf, Nyonya, ada yang anda katakan?"
Tanie tersipu malu. "Oh, tidak, ayo saja."
Dengan langkah terbata, Tanie mulai berjalan keluar dari kamar. Di sepanjang koridor istana, ia terpukau oleh pemandangan yang terlihat dari balik pagar. Di luar, hamparan luas kerajaan membentang, indah dan memukau, bagaikan lukisan hidup. Tanie merasa dirinya kecil di tengah kemegahan ini, pikirannya melayang jauh, sampai tiba-tiba...
"Ah!" Seruan kecil keluar dari mulutnya saat tubuhnya menabrak seseorang.
Tanie menoleh ke atas dan mendapati Namjoon Gosan berdiri di hadapannya. "Namjoon... Apa yang kamu lakukan di sini?"
Namjoon tersenyum lembut. "Berjalanlah dengan hati-hati, Tanie. Kaki mu harus segera sembuh, pernikahanmu tidak lama lagi." Ucapannya penuh perhatian, namun tetap mengingatkan Tanie pada kenyataan yang sulit ia terima.
Tanie menatap Namjoon, ada kehangatan di matanya yang membuatnya sedikit tenang. Tiba-tiba, Namjoon mencubit lembut pipi Tanie, menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
"Maaf, Pangeran," ucap Tanie, merasa sedikit canggung. "Aku hanya... kagum dengan istana ini. Rasanya seperti satu pulau sendiri, begitu besar dan megah."
Namjoon tersenyum lagi, kali ini lebih lembut. Ia meletakkan kedua tangannya di pagar, memandang jauh ke arah kerajaan. "Keindahan ini tidak mudah dipertahankan, Tanie. Setiap warga kerajaan, terutama kami para pangeran, harus kokoh dan kuat untuk melindungi semua ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
one girl for seven lord
Fantasy"Kepada Yang Mulia Raja, silakan berikan keputusan akhir." Semua mata tertuju pada Raja, yang dengan hati-hati menghapus air matanya sebelum berdiri dari singgasananya. Dengan nada yang tegas namun penuh emosi, dia mengumumkan, "Sebagai seorang Raja...