4

2 0 0
                                    

Kakinya terus berlari menggiring bola. Melewati lawan-lawan yang siap menghadang. Kakinya mengoper ke arah kawan satu timnya. Timnya yang menggunakan rompi khas anak futsal berwarna hijau terang. Mencoba menggocek ke kanan kemudian ke kiri. Sesekali memilih kembali ke area timnya. Karena lawannya terlalu sulit untuk digocek.

Suara-suara penyesalan menggelegar karena selalu nyaris, sedikit lagi, atau disaat bola berhasil pindah ke kaki lawan. Suara-suara itu tidak kalah menggelegar dengan suara pelatihnya. Bahkan untuk kali ini, suara-suara itu atau pun suara sang pelatih terkalahkan oleh teriakan cewek-cewek yang melihat kejadian itu.

Dengan cepat bola menghantam kepala Arra. Arra yang sedang berdiri meregangkan otot-otot di tubuhnya akibat kaku. Karena terus duduk dengan posisi tegak dan kaki yang terus menekuk. Bola itu mendarat tepat pada dahi Arra yang membuat Arra menjadi terduduk sambil memegangi kepalanya.

Tidak hanya teriakan dari senior dan teman-teman satu ekskulnya. Ternyata anak futsal lainnya yang sedang menunggu giliran main ikut meneriakan kata "awas!". Tetapi, bola futsal itu lebih dulu menghantam kepala Arra. Langkah seribu yang masih dalam ancang-ancang tidak dapat terlaksana. Saking cepatnya bola itu mendarat.

Hanya dalam satu detik, semua yang melihat kejadian itu terdiam karena terlalu terkejut. Satu detik kemudian, sang pelaku menghampiri Arra. Pelaku yang menendang bola tersebut hingga mendarat tepat di dahi Arra. Pelaku bertubuh besar, berkulit sawo matang, dan proporsi tubuh yang tidak gemuk tapi tidak kurus juga. Ya, pelaku itu tidak lain dan tidak bukan adalah Arkha. Sosok yang Arra kesali. Sosok yang baru saja Arra ketahiui namanya.

Untung saja Arra tidak sampai pingsan. Jika itu terjadi, pasti kegiatan ekskul pada hari Senin ini akan berhenti mendadak mempertanyakan apa yang terjadi. Jika sudah mengetahui apa yang terjadi, pasti akan menanyakan siapa korbannya dan siapa pelakunya. Bahkan jika Arra tidak pingsan pun, pertanyaan itu akan tetap muncul. Rasa ingin tahu yang tiba-tiba meningkat.

Dengan kaki yang berlari tergesa-gesa, Arkha menghampiri Arra yang masih terduduk memegangi kepalanya. Raut wajahnya panik, merasa bersalah, dan tentunya khawatir. Ya, khawatir jika terjadi sesuatu dengan Arra. Khawatir jika sesuatu yang buruk menimpa Arra. Terlihat sekali bahwa Arkha sangat mencemaskan Arra.

Arkha mendekatkan dirinya pada Arra. Mendudukan dirinya dengan posisi kedua lututnya yang menjadi tumpuan. Ditariknya lengan Arra yang masih memegangi kepalanya ke dalam dekapannya. Arkha memluk Arra dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya mengusap kepala Arra lembut dan berkata "Maaf".

Arkha melepaskan pelukannya. Meletakan tangannya di bahu Arra hingga membuat Arra membuka matanya. Ditatapnya mata Arra hingga ke dalam pupil matanya. Arkha mengeluarkan kata "Maaf". Bukan hanya sekedar meminta maaf. Bukan hanya pura-pura merasa bersalah. Tapi, Arkha terlihat benar-benar menyesali kejadian ini. Kejadian yang membuat Arra merasa sakit.

Arkha sama sekali tidak mengeluarkan kalimat tanya. Menanyakan keadaan Arra atau menanyakan bagian mana yang sakit. Bagi Arkha kalimat itu hanya bagian dari basa-basi yang tidak penting. Baginya kepedulian seperti itu hanya kepedulian semata yang sebenarnya sama sekali tidak peduli. Karena sudah sangat jelas Arra merasa kesakitan. Sudah sangat jelas Arra memegangi kepalanya yang terasa pusing. Jadi tidak perlu menanyakan hal yang tidak penting.

Masih dalam keadaan saling menatap. Arkha memegang rambutnya bagian depan. Mendekatkan kepalanya ke kepala Arra. Mengarahkan rambutnya pada dahi Arra. Arkha mulai mengusapkan rambutnya lembut pada dahi Arra berharap rasa sakitnya segera menghilang. Sekali lagi, sekali lagi kata itu keluar. Kata "Maaf" yang Arkha keluarkan dari mulutnya sekali lagi sambil mengusap lembut rambutnya pada dahi Arra.

"Nanti, pulang sama gue, ya", seru Arkha pada Arra hingga membuat pasang mata yang sedari tadi menyoroti mereka terbelalak melebar.

Arkha menjauhkan tubuhnya dari Arra dan berdiri menghadap ketua saman.
"Maaf, sebelumnya, Kak. Saya izin untuk Arra. Izin untuk tidak mengikuti latihan saman dan beristirahat di ruang UKS hingga jam ekskul selesai", izin Arkha dan disetujui oleh si ketua saman tersebut.

My Last Point (REFISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang