Salam penutup sudah tersampaikan. Satu-persatu pengunjung pergi meninggalkan kawasan SMA Pancasila. Hingga tersisa susunan kursi penonton yang sudah tidak beraturan. Lengkap dengan sampah yang berserakan.
Para panitia bergegas meletakan kembali kursi-kursi panjang pada tempat semula. Merapikan ruang kelas seperti tatanan kelas pada umumnya. Tentunya membersihkan sampah-sampah dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.Sesuai dengan tugas awalnya, mengangkat kursi-kursi panjang dari lantai dua. Kini, Arra tengah bergotong-royong bersama kelompoknya untuk kembali meletakan kursi tersebut ke lantai dua di depan setiap kelas.
Disaat Arra membawa kursi tersebut, langkahnya terhenti. Diikuti teman-teman yang lainnya karena merasa tertahan. Mata Arra menyoroti salah satu anggota futsal yang tengah berjongkok untuk mengecat lapangan. Seseorang yang telah membuatnya tersedak saat makan siang tadi.
Bibirnya tersenyum sinis penuh makna. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini. Kemudian Arra melanjutkan langkahnya mengarahkan teman-temannya melewati lapangan tanpa diketahui maksud dibaliknya. Padahal mereka bisa melewati lapangan voli di sebelah lapangan futsal.
Arkha menoleh ke arah beberapa kaki yang menginjak garis putih yang baru ia oleskan. Raut wajahnya sedikit kesal. Kemudian ia menoleh ke arah wajah si pemilik kaki yang menginjak hasil kerjanya.
"Ups, sorry. Temen-temen gue ga sengaja", seru Arra dengan nada mengejek kemudian menginjakan kakinya pada garis putih tersebut tanpa rasa bersalah.
Arkha tidak membalas ucapan Arra. Ia malah memandang kepergian kaki-kaki yang menginjak hasil kerjanya tanpa rasa bersalah. Sejujurnya ia ingin membalas. Namun, melihat yang melakukannya adalah perempuan yang juga sedang kesulitan membawa beban, Arkha mengurungkan niatnya.
Arra tersenyum puas melihat wajah Arkha yang begitu kesal namun tidak bisa membalas. Beban yang ia bawa dirasa tidak seberat sebelumnya karena suasana hatinya sedang baik. Mereka kembali ke bawah mengambil kursi lainnya dan kembali ke atas untuk meletakannya di sana.
Hingga tersisa kursi-kursi kecil yang mampu diangkat oleh satu orang saja. Arra membawa satu-persatu kursi tersebut. Ia membawanya melalui anak tangga seperti sebelumnya. Melewati anggota futsal yang sedang menunggu garisnya mengering. Ia berhenti sejenak untuk mengistirahatkan tangannya yang sudah memerah. Meletakan kursi tersebut di atas lantai.
Seketika ada tangan yang menyambar kursi tersebut. Ia membawanya hingga ke lantai dua. Meninggalkan Arra yang sedang memegangi tangannya. Namun kepalanya mengikuti arah seseorang yang membawa kursinya. Tidak lain dan tidak bukan, seseorang itu adalah Arkha.
Seseorang yang sebelumnya ia ganggu pekerjaannya. Tetapi, orang itu malah membantunya mengangkat kursi tersebut. Tanpa meminta izin darinya. Seseorang yang selalu membuat Arra terkejut kebingungan disetiap tingkahnya terhadap Arra.
***
Semua kegiatan telah selesai dikerjakan. Kelas sudah kembali rapi, aula sudah kembali bersih, lapangan sudah terlihat seperti baru. Mereka bersiap untuk kembali ke rumah yang hangat. Maslahnya, hujan lebat kembali turun.
Beberapa dari mereka memilih untuk menerobos hujannya. Dengan alasan, besok adalah hari Minggu. Beberapa lagi memilih untuk tinggal menunggu hujan berhenti turun. Seperti Arra, Vania, Oliv, Arkha, dan beberapa anggota futsal lainnya. Karena besok mereka harus melanjutkan acara perlombaan futsal.
"Liv, dari tadi kok, gue ga liat lo, ya?",seru Vania membelah keributan anggota futsal di tengah lebatnya hujan.
"Oh, iya. Gue ada di dalem ruang audio visual. Lagi buat papan skor. Terus makan di dalem deh", jelas Oliv.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Point (REFISI)
Teen FictionCerita ini terinspirasi dari beberapa kisah nyata yang berbeda dan dikemas menjadi satu tokoh. Melalui pertemuan konyol, Arra menjadi jengkel terhadap Arkha. Pertemuan berikutnya justru membuat Arra jatuh hati karena sikap Arkha yang tiba-tiba berub...