"Ra!", seru Oliv dari depan gerbang sekolah bersama Risha dan Vania. Arra membalasnya dengan melambaikan tangan dan menghampiri ketiga kawannnya tersebut.
"Eh, main, yuk!", seru Risha.
"Yah.... Kayanya gue ga bisa ikut deh. Besok gue harus kesini lagi, pagi-pagi", ucap Arra berusaha menolak karena memang ia sudah terlalu lelah untuk melakukan kegiatan lain selain beristirahat.
"Oh, iya. Gue juga gabisa. Besok gue juga harus ke sekolah, kan. Biasalah, medis", lanjut Vania.
"Iya, bener juga. Besok kan, anak futsal juga ikut bantu anak saman. Ekskul gue sama Arra kan lagi collab", sambung Oliv.
"Ah, kalian, kok gitu sih, kan sekarang hari Jumat. Masa kita ga main", seru Risha sedikit merengek.
"Haha. Sorry....", lanjut Oliv.
"Cuma dua minggu, kok", seru Arra kemudian.
"Iya. Jangan cedih, ya....", seru Vania berusaha menenangkan kekecewaan Risha. Risha memaklumi karena hanya ia yang tidak ada di sana.
"Ra, ayo! Balik ga lo?", seru seseorang di seberang jalan yang sudah Arra kenali suaranya.
"Iya! Tunggu!", seru Arra menjawab seseorang yang sudah siap dengan sepeda motornya.
"Gue duluan, ya", ucap Arra pada ketiga kawannya lalu berjalan meninggalkan mereka yang sedang melambai ke arah Arra.
Arra menghampiri seseorang yang sudah menunggunya di sberang jalan. Seseorang yang siap dengan motornya. Motor sport berwarna merah yang sudah ia naiki dengan helm full face di kepalanya. Ya, seseorang itu adalah Dirga.
Mereka memang sering pulang bersama. Karena rumah Dirga yang akan melewati rumah Arra. Jika tidak ada keperluan lain mereka akan pulang bersama. Seperti saat ini. Setelah urusan mereka selesai.
***
Tangannya mencari keberadaan sumber suara yang sangat mengganggu telinganya. Menelusuri di setiap sisi tempat tidurnya. Tetapi hasilnya nihil. Tangannya beralih pada meja di sisi kepalanya. Didapatinya benda berbentuk kotak dengan angka yang mengelilingi pusatnya. Pusat yang mempunyai dua jarum. Jarum yang satu lebih panjang dari jarum lainnya.
Jarum panjangnya menunjuk angka enam. Sedangkan jarum pendeknya menunjuk diantara angka empat dan lima. Jarinya menekan tombol yang berada di belakang benda berbentuk kotak itu hingga suara yang mengganggu telinganya terhenti.
Kemudian ia menggosok-gosokan jari telunjuknya pada permukaan kelopak matanya. Ia terbangun dari tidurnya yang terasa sangat sebentar karena tubuhnya terlalu lelah. Kemudian ia memposisikan tubuhnya untuk duduk pada tepi tempat tidurnya. Kemudian ia beranjak pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Selesai sudah ia mempersiapkan dirinya. Bersiap untuk menjadi panitia dari perlombaan yang ekskulnya buat bersama ekskul futsal. Jujur saja, sebenarnya Arra terlalu malas jika waktu tidur dihari liburnya terganggu. Jika bukan karena acara ekskulnya, Arra pasti tidak akan mau bangun sepagi ini.
Bahkan Papa-nya saja tidak ingin pergi mengantarnya. Tapi, karena tidak ingin anak semata wayangnya mengalami hal yang tidak diinginkan, Papa-nya mau untuk mengantar Arra ke sekolah sepagi ini. Walaupun kedua orang tua Arra sudah bangun dari tidurnya. Hawa dingin akibat embun dan hari libur membuat mereka menunda kegiatan mereka.
***
Mereka sudah berkumpul di aula SMA Pancasila. Dengan baju yang sudah berseragam dan nametag masing-masing yang sudah menggantung di leher mereka. Baju berwarna biru langit untuk kelas XII, baju berwarna kuning untuk kelas XI, dan baju berwarna merah muda terang untuk kelas X.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Point (REFISI)
Teen FictionCerita ini terinspirasi dari beberapa kisah nyata yang berbeda dan dikemas menjadi satu tokoh. Melalui pertemuan konyol, Arra menjadi jengkel terhadap Arkha. Pertemuan berikutnya justru membuat Arra jatuh hati karena sikap Arkha yang tiba-tiba berub...