Bahagia untuk diri sendiri memang perlu. Tapi, apakah kamu merasa bahagia di atas kesedihan orang lain? Atau kamu akan merelakan kebahagiaanmu demi melihat orang lain bahagia?
Kring....Mendengar bel istirahat berbunyi, guru tersebut merasa sedikit kecewa. Karena waktu terakhir yang tersisa justru digunakan untuk mengurus masalah siswi-siswi yang asik mengobrol ria. Berbeda dengan siswi-siswi tersebut, mereka justru merasa bisa bernapas bebas. Karena guru yang sebelumnya membentak mereka sudah selesai mengajar. Justru, mereka sudah sangat siap mendengar cerita dari salah satu kawannya.
"Gara-gara lo, nih, Sha", celetuk Vania.
"Hehe, maaf deh", ucap Risha.
"Gimana, Ra? Lanjutin yang tadi", lanjut Oliv.
"Sebentar!", seru Risha mengejutkan yang lainnya. "Kita ambil makan dulu, biar enak ceritanya sambil makan", lanjut Risha dan disetujui yang lainnya.
"Jadi, gini, kemarin gue udah minta dia buat cerita. Tapi, dia malah nyanyi", jelas Arra.
"Nyanyi? Lagu apa?", tanya Oliv.
"Lagunya kak Derry Fransakti, yang judulnya Menetaplah", lanjut Arra.
"Hah?! Serius?! Isinya tentang seseorang yang galau karena orang yang hadir dalam hidupnya pergi dan seseorang itu minta orang yang pergi untuk tetap ada disisinya", jelas Risha yang sangat memahami persoalan musik.
"Kayanya, Dirga lagi galau banget deh. Biasanya dia ga pernah gitu kan", ujar Oliv.
"Tunggu deh, kalau Dirga nyanyi buat Arra, berarti... Dia nyanyi menghadap kemana?", tanya Vania.
"Menghadap ke gue, bahkan dia aja natap mata gue. Aneh kan?", jawab Arra.
"Fix, dia naksir lo, Ra!", seru Vania penuh semangat.
"Hah!", seru Risha dan Oliv terkejut. "Ga mungkin lah", lanjut Arra tidak mempercayai perkataan Vania.
Obrolan mereka terhenti ketika ada sebuah getaran dari salah satu ponsel yang ada di atas meja mereka. salah satu layar ponsel disana menyala membuat mata mereka tertuju pada layar ponsel tersebut. Mereka terkejut melihat sesuatu di sana. Notifikasi dari seseorang yang mereka kenal. lebih tepatnya isi dari notifikasi tersebut yang membuat mereka terkejut. Berbeda dengan Arra yang tersipu malu, karena notifikasi tersebut berasal dari ponselnya.
Arkha
Arra, nanti tunggu di depan gerbang aja***
Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Arra pun sudah berada di depan gerbang sekolah ditemani Vania, Risha, dan Oliv. Lebih tepatnya teman-teman Arra ingin melihat sesuatu yang menarik bagi mereka. Mereka akan melihat Arra pergi bersama Arkha.
Sseorang datang menghampiri mereka mengunakan sepeda motornya. Bukan, bukan seseorang yang mereka tunggu. Ia adalah seseorang yang sangat mereka kenali. Seseorang yang sebelumnya sempat mereka bicarakan. Seseorang yang juga dekat dengan Arra. Bahkan lebih dekat dibandingkan seseorang yang sedang mereka tunggu. Ya, ia adalah Dirga.
"Ayo, Ra", ajak Dirga seperti biasa untuk pulang sekolah bersama.
"Hmm...", suara yang keluar dari mulut Arra dengan raut wajah bingung. Ia bunging bagaimana cara menolak Dirga yang sedang murung. Ia takut melukai hati Dirga. Terlebih lagi ia teringat perkataan Vania sebelumnya. Bahwa, sepertinya Dirga menaruh rasa pada dirinya.
Tidak hanya Arra, teman-temannya pun merasakan hal yang sama dengan Arra. Karena mereka juga berteman dekat dengan Dirga. Situasi menjadi lebih canggung saat seseorang yang sedari tadi mereka tunggu tiba untuk mengajak Arra pergi. Mereka tidak bisa berkata apa-apa. Entah harus senang saat Arkha mengajak Arra pergi. Atau ikut merasa sedih karena harus menolak Dirga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Point (REFISI)
Teen FictionCerita ini terinspirasi dari beberapa kisah nyata yang berbeda dan dikemas menjadi satu tokoh. Melalui pertemuan konyol, Arra menjadi jengkel terhadap Arkha. Pertemuan berikutnya justru membuat Arra jatuh hati karena sikap Arkha yang tiba-tiba berub...