Percikan Api

54 10 6
                                    

Ibarat "Teh bubuk" yang tidak disaring. Kemungkinan tidak hanya air yang tertelan, tetapi juga serbuk tehnya. Begitupun dengan pendengaran yang tidak disaring. Otak akan menerima hasil yang kotor hingga respon yang buruk.


"Arkha, itu, siapa? Kenapa bisa sama kamu? Kamu apakan anak orang?!", cecar Bundanya.

"Aduh, Bun, satu-satu dong tanyanya. Dia teman satu sekolah Arkha. Namanya Arra. Tadi dia kegebok bola sama Arkha", jelas Arkha dan melanjutkan makannya.

"Kenapa ga kamu antar ke rumahnya?", tanya Bundanya lagi.

"Itu dia, Bun, Arkha belum pernah ke rumahnya. Jadi, Arkha bawa ke sini aja deh",jelasnya lagi.

"Kamu udah hubungin orang tuanya?", tanya Bundanya khawatir.

"Belum, Bun. Arkha mau makan dengan tenang dulu", ujarnya sambil tersenyum ke arah Bundanya seolah mengisyaratkan Bundanya untuk tenang.

Arkha membuka kunci layar telepon genggamnya. Ia membuka aplikasi Whats App. Dicarinya salah satu kontak teman futsalnya. Dipilihnya kontak bertuliskan Virzha. Ditekannya ikon berbentuk telepon.

"Halo, Zha, lo punya kontak orang tuanya Arra ga?", tanya Arkha pada Virzha.

"Gue ga punya, Kha. Coba lo tanya temennya deh. Gue kirim kontak temennya ke lo", jawabnya sekaligus memberikan saran.

Arkha menghubungi Vania, salah satu teman Arra. Ia meminta nomor orang tuanya Arra dan langsung menghubungi nomor yang telah Vania berikan.

***

Seorang wanita, kira-kira berusia di bawah empat puluh lima tahun sedang duduk di sofa ruang tamunya. Seperti sedang mencemaskan sesuatu. Tangannya tidak pernah melepaskan benda berbentuk persegi panjang. Matanya terus menatap jam dinding di ruangan tersebut.

Telepon genggam yang ada di tangannya bordering. Ia langsung mengangkatnya. Berharap seseorang di seberang sana adalah anaknya. Anak gadisnya yang belum juga pulang hingga pukul 20.00. Tapi, nyatanya bukan panggilan dari anak gadisnya. Panggilan dari nomor tidak bernama.

"Assalamu'alaikum", salam seorang laki-laki dari seberang telepon.

"Wa'alaikumussalam, maaf, saya bicara dengan siapa, ya?", tanya wanita itu.

"Saya Arkha, Tante. Teman satu sekolahnya Arra. Sekarang Arra ada di rumah saya. Sebelumnya, saya minta maaf, Tante. Tadi, Arra kepalanya kegebok bola sama saya. Arra ketiduran karena kepalanya pusing. Saya tidak tau rumahnya Arra. Jadi, saya bawa ke rumah saya, Tante", ujar Arkha mencoba menjelaskan.

"Bisa bicara sama orang tua kamu?", ujar Mamanya Arra memastikan.

"Iya, Tante", lanjut Arkha sambil memberikan telepon genggamnya pada Bundanya yang masih duduk di sebelah Arkha.

"Assalamu'alaikum, Bu. Saya Bundanya Arkha", ujar Bunda Arkha mencoba menyapanya.

Mama Arra mempercayai Arkha karena salam yang ia dengar berusan memang suara wanita seusianya.

"Wa'alaikumussalam, Bu. Kabar anak saya gimana ya?", tanya Mama Arra khawatir.

"Arra masih tidur, Bu di kamarnya Arkha. Tenang saja, Bu ada saya yang jagain anak, Ibu. Mereka juga akan tidur di ranjang yang berbeda. Oh, iya, bisa minta alamat rumahnya, Bu? Nanti Arkha akan kesana untuk ambil seragam dan buku Arra. Sekarang kondisi Arra tidak memungkinkan untuk pulang. Karena mobil kami masih dibawa suami saya kerja. Kalau pakai motor kasihan Arra", jelas Bundanya Arkha.

"Kalau begitu nanti saya kirim. Terima kasih banyak, Bu"

Arkha bergegas untuk mandi dan bersiap pergi ke lokasi yang sudah diberikan oleh Mamanya Arra.

My Last Point (REFISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang