Pikirannya saat ini sungguh penuh. Seisi kepalanya hanya ada tanda tanya. Ada apa sih dengan dia? kenapa dia selalu berubah? Pertama, dia buat gue jengkel. Kedua, dia buat gue merasa sangat diperhaikan. Ketiga, setelah gue merasa dia bener-bener perhatian, dia malah buat gue kecewa. Sekarang, malah sok akrab sama gue. Maunya apa coba? Pikir Arra.
Tiba-tiba, sebuah tangan menyambar ponsel dari tangan Arra. Matanya melihat ke arah layar pada ponsel tersebut. Bibirnya sedikit mengeluarkan senyuman. Ibu jarinya menyentuh salah satu ikon yang ada di layar ponsel tersebut. Membuat si pemilik ponsel mengulurkan tangannya untuk merebut ponsel tersebut.
"Apa-apaan sih, lo? Ngapain lo batalin pesanan ojek online gue?", ujar Arra sedikit membentak. Tidak ingin suaranya membuat orang lain melihat mereka. Tangannya kembali mencoba merebut benda elektronik miliknya.
"Ets....", elak Arkha.
"Apaan, sih, lo. Balikin handphone gue!", pinta Arra.
"Gamau ah", ujar Arkha dengan nada mengejek.
"Mau lo apa sih? Hah?!", tanya Arra dengan nada membentak.
"Mau gue, hm.... Lo pulang bareng gue", pinta Arkha lagi.
Aduh, bodoh. Harusnya, gue ga usah bilang itu. Pikir Arra menyesal. "Apaan, sih. Gamau. Balikin, sini!", ucap Arra kesal.
Mendengar Arra yang masih menolak ajakannya, ia justru memasukan ponsel milik Arra ke dalam saku celananya. Kemudian, tangannya mengambil salah satu helm. Yang tadi Arra kenakan saat menuju ke tempat ini. Memberikan helm tersebut kepada Arra.
Jujur, Arra ingin sekali menerima ajakan Arkha. Hitung-hitung mengirit biaya. Namun, ia berpikiran bahwa harga dirinya tidaklah serendah itu. Baru beberapa hari yang lalu ia merasa dikecewakan. Tidak mungkin ia menerima tawarannya begitu saja.
Disisi lain, ia sangat membutuhkan ponselnya. Tidak mungkin juga ia merogoh-rogoh, memasukan tangannya ke dalam saku celana Arkha. Tentu, ia tidak ingin dianggap perempuan murahan yang tidak mempunyai harga diri.
"Kalau lo, ga mau, gue gendong ke atas motor, nih", ancam Arkha seolah menggoda.
Sudah pasti Arra tidak ingin hal itu terjadi. Keinginannya tidak ingin dianggap sebagai perempuan murahan yang tidak mempunyai harga diri, jutru akan terlihat seperti itu jika Arkha menggendongnya di tempat umum seperti ini.
Tangannya meraih helm yang Arkha sodorkan. Mengenakan benda tersebut pada kepalanya. Meski agak sedikit susah ia mengaitkan penguncinya. Membuat Arkha ingin membantunya. Namun, ia telah berhasil mngaitkannya.
Kakinya beranjak menaiki tumpuan kaki pada motor Arkha. Tentu saja ia membutuhkan bantuan Arkha untuk menaiki motornya yang cukup tinggi bagi Arra. Kedua tangannya memegang pundak Arkha. Tubuhnya berhasil menaiki motor Arkha.
"Udah?", tanya Arkha. Lagi-lagi hanya dijawab dengan geraman "Hm....". Menunjukan bahwa Arra telah siap. Kemudian Arkha melajukan motornya.
***
Motornya terus melaju di jalanan menuju rumah Arra. Terus melaju hingga menemui persimpangan. Bukannya memilih belok pada persimpangan itu, Arkha justru memilih jalan lurus kedepan.
"Kenapa kesini? Rumah gue kan ke arah sana", tanya Arra bingung. Kali ini giliran Arra yang tidak mendapati jawaban dari pertanyaannya. Membuat ia sedikit penasaran dan juga sedikit jengkel. Mungkin seperti itu yang Arkha rasakan tadi.
Arkha terus melajukan motornya. Memberhentikan motornya di hadapan kedai yang tidak terlalu besar tapi bermodel kekinian.
"Gue laper, mau makan dulu", ujar Arkha tiba-tiba sambil menyandarkan motornya pada besi pendek di bawahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Point (REFISI)
Teen FictionCerita ini terinspirasi dari beberapa kisah nyata yang berbeda dan dikemas menjadi satu tokoh. Melalui pertemuan konyol, Arra menjadi jengkel terhadap Arkha. Pertemuan berikutnya justru membuat Arra jatuh hati karena sikap Arkha yang tiba-tiba berub...