Kecewa. Siapa yang harus disalahkan? Dia yang dianggap "Pengkhianat"? Atau kita terlalu "Berharap"? Pada kenyataannya, kita yang merasa "Tersakiti".
Hari ini adalah hari dimana Arra harus latihan saman. Latihan yang sebenarnya sangat ia inginkan. Yang tidak ia inginkan hanyalah senior-senior yang sok. Padahal mereka juga baru saja menjadi senior.Rambutnya sudah rapi tercepol. Begitu juga dengan rapinya barisan mereka yang memanjang. Tidak lupa juga dalam keadaan menunjukan gigi-gigi mereka, nyengir. Bersiap menerima aba-aba dari sang senior populer bersuara nyaring.
Beruntunglah, hari ini mereka hanya latihan setengah jam. Kesempatan ini bisa mereka manfaatkan untuk tidak menyakiti diri. Menekuk kaki berlama-lama, memukul paha dan dada mereka hingga membiru, menunjukan gigi mereka hingga mengering.
Setengah jam berikutnya mereka gunakan untuk merundingkan beberapa hal. Setidaknya Arra masih bisa berharap obrolan ini bisa membuatnya lupa akan masalah hatinya beberapa hari yang lalu. meskipun orang yang menyakitinya tidak mungkin bisa ia lupakan.
"Kita mau adain acara lomba antar sekolah bareng sama ekskul futsal", seru si ketua saman membuat Arra terkejut. Niat hati ingin mencari kesibukan untuk melupakan masalah hatinya. Nyatanya, yang ia dapat justru membuatnya sulit melupakan masalah hatinya. Karena, sudah pasti ia akan sering bertemu Arkha.
"Nanti, kita akan cari sponsor. Kita juga akan cari pemasukan untuk menambahkan uang kas kita. Untuk cari pemasukan kas, rencananya, kita mau jualan makanan atau minuman di tempat-tempat car free day. Bareng ekskul futsal. Ada yang mau kasih pendapat atau saran atau bertanya?", lanjut si ketua saman.
Sial, kenapa harus sama anak futsal, sih. Kaya ga ada ekskul lain aja, gumam Arra dalam hati. Ingin rasanya ia menolak tapi apa daya nyalinya kurang berani melawan sindiran seniornya. Jadi, Arra memilih pasrah pada keadaan kali ini.
***
Seluruh murid menyelesaikan kegiatan ekstrakurikuler setelah belum sudah dibunyikan. Mereka mempersiapkan diri untuk meninggalkan sekolahnya. Mereka mulai berhamburan melewati gerbang sekolah. Begitu juga dengan Arra dan Vania. Meskipun mereka berbeda ekstrakurikuler, mereka tetap pulang bersama.
Tentu saja murid-murid ini tidak langsung pulang ke rumahnya masing-masing. Sebagian dari mereka memilih untuk mengobrol atau membeli sesuatu yang bisa dimakan untuk mengganjal perut mereka yang sudah terasa kosong. Tentu saja hal ini dilakukan oleh Vania. Bisa dibilang, ini adalah rutinitasnya sebelum pulang sekolah.
Arra dan Vania yang sedang asik mengobrol sambil menikmati makanan mereka merasa tersentak. Untung saja mereka tidak tersedak. Sebuah tangan mendorong bahu Arra. Arra dan Vania langsung melihat wajah si empunya tangan tersebut. Arra sempat bingung, karena ia merasa tidak melakukan kesalahan terhadapnya.
"Eh! Lo ga udah sok cantik deh! Pakai segala ngerebut cowo orang lagi! Muka kaya gitu aja belagu!", seru perempuan di hadapan Arra.
"Maksud lo apa, sih?!", tanya Vania membela Arra.
"Ga udah sok polos, deh, lo! Temen lo udah ngerebut cowo gue!", sentak perempuan itu lagi.
"Gue ingetin, ya. Kalo sampe besok lo nempel-nempel sama cowo gue, liat apa yang bakal gue lakuin buat lo!", lanjut perempuan itu sambil menunjuk-nunjuk wajah Arra lalu meninggalkan Arra dan Vania.
"Ra, kok, lo diam aja, sih?!", seru Vania.
Jadi, benar? Mereka benar-benar udah jadian?! Gila! Arkha, lo udah gila. Dan, sekarang, gue jadi inceran Retha. Haha. Lo yang salah, gue yang kena imbasnya! ucap Arra dalam hati bahkan ia tidak menanggapi pertanyaan Vania.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Point (REFISI)
Teen FictionCerita ini terinspirasi dari beberapa kisah nyata yang berbeda dan dikemas menjadi satu tokoh. Melalui pertemuan konyol, Arra menjadi jengkel terhadap Arkha. Pertemuan berikutnya justru membuat Arra jatuh hati karena sikap Arkha yang tiba-tiba berub...