Matanya menatap sinis seorang perempuan dihadapannya. Perempuan yang baru saja menjadi kekasihnya. Sedangkan yang ditatap malah cengengesan melihat tingkah kekasihnya. Baginya, tingkah kekasihnya sungguh menggemaskan. Melihat secara dekat, perempuan yang baru saja ia miliki justru memandangi "roti sobek" yang panas dan berkeringat.
"Terus aja tuh liatin roti sobek. Pacarnya ada di depan mata padahal", ambek Arkha.
"Hehe. Jangan ngambek gitu dong. Aku malu makan di kantin, nanti banyak yang liatin", ucap Arra cengengesan.
"Ya, tapi ga usah liatin perut cowo lain juga", omel Arkha.
"Hahaha. Hm.... ya udah deh, maaf", seru Arra sambil mengalihkan pandangannya ke wajah Arkha.
Arra memakan makan siangnya bersama Arkha yang duduk dihadapannya. Arra terus menatap wajah kekasihnya yang masih sedikit terbakar api cemburu. Tatapannya diselingi dengan tawa kecil yang keluar dari mulut Arra. Sesekali Arra terdiam memandangi wajah kekasihnya. Tidak menyangka ia bisa menjadi miliknya. Hatinya sungguh penuh dengan nama "Arkha".
***
Selesai sudah kegiatannya hari ini. Perlombaan akan dilanjutkan esok hari. Dimana penentuan juara satu, dua, dan tiga. Para panitia sudah berkemas, bersiap untuk pulang. Begitu juga dengan Arkha. Tentunya bersama dengan Arra. Sepasang kekasih yang baru saja terbentuk. Arkha tengah mengenakan pelindung kepalanya. Sedangkan Arra sibuk memegangi pemberian dari sang kekasih. Boneka beruang berwarna putih sebesar tubuhnya lengkap dengan bunga berukuran sedang dan satu paket cokelat berbentuk hati.
Melihat wanitanya kesulitan, Arkha berinisiatif melakukan sesuatu. Arkha mengambil pelindung kepala lainnya yang menggantung pada kaca spionnya. Memakaikan pelindung kepala tersebut ke kepala Arra. Arra sedikit terkejut dengan tindakan Arkha. Arra lebih terkejut dengan sorakan anggota ekskul futsal lainnya. Mereka menyoraki tindakan manis yang dilakukan Arkha kepada Arra. Arra hanya bisa menatap Arkha dengan pipi yang merona dikala Arkha sibuk memasangkan pengunci pelindung kepala tersebut.
"Mau kemana kita hari ini? Hm? Mau dinner? Beli es krim? Atau jalan-jalan?", tanya Arkha sambil memakaikan pelindung kepala ke kepala Arra.
"Hmm.... Boleh taro bonekanya dulu ga?", pinta Arra.
"Booleehhh sayanggg", setuju Arkha sambil mengusap pucuk kepala Arra.
***
Kacau. Pikirannya mulai kalut. Rasa penasarannya menggebu-gebu. Harapannya begitu tinggi terhadap sahabatnya sekaligus seseorang yang ia sayangi. Atau mungkin seseorang yang ia cintai. Ia berharap seseorang yang sedeang memenuhi pikirannya tidak menerima cinta dari laki-laki lain. Terlebih lagi laki-laki yang tidak ia sukai. Laki-laki yang menurutnya tidak pantas untuk berada di sisi sahabatnya itu.
Tangannya mencoba membuka ponselnya yang sedari tadi ada di sisinya. Ia membuka salah satu media sosial yang ada pada ponselnya. Ia melihat-lihat cerita dari para pengikutnya di media sosial tersebut. Ibu jarinya menahan salah satu cerita yang ia lihat. Matanya mencoba memastikan apa yang dilihat. Berharap penglihatannya salah. Matanya seperti mengenali seseorang yang ada pada cerita tersebut. Seseorang yang selalu memenuhi isi kepalanya.
Seseorang yang terlihat begitu manis dengan balutan gaun indah berwarna hitam. Bergaya begitu elegan nan serasi dengan seorang laki-laki si pembuat cerita. Mereka terlihat begitu bahagia. Kebahagiaan yang sungguh menyayat hati. Hati dari seseorang yang berharap bahwa perempuan itu tidak bersama dengan laki-laki di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Point (REFISI)
Teen FictionCerita ini terinspirasi dari beberapa kisah nyata yang berbeda dan dikemas menjadi satu tokoh. Melalui pertemuan konyol, Arra menjadi jengkel terhadap Arkha. Pertemuan berikutnya justru membuat Arra jatuh hati karena sikap Arkha yang tiba-tiba berub...