Gemuruh

16 7 3
                                    

Menahan rasa sakit? Menutupi luka? Keduanya terasa sama-sama menyakitkan. Sakit karena luka tentu saja memerlukan obat. Tapi ingat! Ada obat yang menimbulkan efek samping sebelum luka itu sembuh.

Oliv beranjak dari tempat duduknya. Menghampiri seniornya yang sedang membagikan kotak makan siang. Ia mendapatkan satu buah kotak makan siang. Kemudian kembali pada tempat duduknya. Mendudukan tubuhnya dan membuka tutup dari kotak makan siang yang ia dapat. Meletakannya di atas meja dihadapannya.

"Liv! Gila! Panas! Roti sobeknya, masih panas!", seru Arra yang duduk disebelahnya.

Oliv mendongakan kepalanya dan seketika ia membuka mulutnya. Belum sempat Oliv menyentuh isi dari kotak makan siangnya, ia sudah disuguhkan dengan makanan nikmat. Makanan yang sangat nikmat dipandang oleh mata.

Mereka berdua merasa terpesona melihat pemandangan yang mereka dapati. Tubuhnya terasa lemah tak bertulang. Pikiranya melayang entah kemana. Raut wajahnya seolah memuji ciptaan Tuhan yang begitu indah sambil menggelengkan kepala. Hingga memunculkan senyuman tibis di bibir mereka yang sedikit terbuka.

Tapi, kegiatan mereka seketika terhenti saat ada sebuah botol minuman yang diletakan dihadapan mereka dengan keras. Mereka mengedipkan mata berulang kali. Menyadarkan diri mereka dari kenikmatan duniawi.

Mata mereka berubah sinis kepada seseorang yang berdiri dihadapan mereka. Seseorang yang mengejutkan mereka berdua. Seseorang yang kini menghalangi pemandangan indah. Sungguh, ia benar-benar tidak ingin pergi dari hadapan Arra dan Oliv.

Oliv memiringkan kepalanya ke kanan berharap bisa melihat pemandangan indah tersebut. Diikuti oleh Arra yang juga menolehkan kepalanya, namun ke arah kiri. Tapi, seseorang dihadapannya mengikuti kemana arah gerak kepala Arra.

"Ck", Arra berdecak dan menatap sinis seseorang dihadapannya. "Maaf, lo bisa minggir, ga?!", lanjut Arra emosi.

Bukannya berpindah dari posisinya, ia justru menoleh ke belakang. Melihat sekilas ke arah anggota futsal lainnya. Kemudian kembali lagi menatap Arra. Akhirnya, ia beranjak dari tempatnya berdiri. Berjalan ke depan, meghampiri anggota futsal lainnya yang tanpa pakaian atas mereka.

"Guys!", seru seseorang yang sebelumnya berdiri diadapan Arra. Semua yang ada di sana menoleh kearahnya dengan wajah penuh tanya.

"Kayanya, kalian terlalu vulgar, deh. Bisa, ga, kalian pakai bajunya", lanjutnya.

"Haha... biasanya kita juga gini, kan", seru salah satu dari mereka.

"Tumben banget lo, Kha", tanya yang lainnya.

"Ya... itu kan ga ada cewe. Ya, kan, Kak?", jelasnya sekaligus meminta dibenarkan kalimatnya oleh seniornya.

Merasa disebut, para senior futsal disana melihat kearah Arkha. Kemudian melihat sekeliling ruangan, mencari keberadaan perempuan yang Arkha maksud.

"Santai aja, Kha. Mereka juga demen", seru salah seorang senior setelah melihat keberadaan Oliv dan Arra di meja belakang.

Suara tawa memenuhi ruangan tersebut. Membuat Arkha sedikit kesal karena tidak ada yang memihaknya. Ia beranjak dari tempatnya saat ini. Mengambil sekotak makan siang miliknya. Kemudian, berjalan menuju meja belakang. Ia meletakan kotak makan siangnya dihadapan Oliv.

"Liv, Reza, kayanya butuh temen, deh", ucap Arkha sambil menggerakan kepalanya seolah menyuruh Oliv beranjak dari tempat duduknya.

Mata Oliv berbinar-binar setelah mendengar perkataan Arkha. Ia langsung beranjak pindah disisi seseorang yang bernama Reza tersebut. Kini, tempat duduk Oliv sebelumnya ditempati oleh Arkha. Arkha membuka penutup kotak makan siangnya. Menyodorkannya pada Arra.

My Last Point (REFISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang