[044]

22.5K 1.8K 23
                                    

<$elamat Membaca>

•••

Gelap. Itu adalah tempat pertama kali Yellysa lihat setelah memasuki suatu portal. Yellysa bahkan tidak tahu, apakah ia membuka matanya atau tidak.

Tidak ada gravitasi di sini. Yellysa melayang.

Tiba-tiba cahaya putih muncul menggantikan kegelapan yang Yellysa lihat. Kecepatannya seperti cahaya. Sangat cepat.

Yellysa menutup matanya karena silau. Jika ia membuka mata, mungkin kedua matanya bisa buta karena cahaya putih ini.

Cahaya sekarang tidak terlalu silau. Mata Yellysa bisa menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Namun pemandangan Yellysa agak buram.

Ruangan ini hanya putih. Entah bisa disebut ruangan atau tidak, tetapi ini seperti tidak memiliki batas.

Yellysa dengan posisi melayang mulai mencari-cari sesuatu yang ada di ruangan putih ini. Tetapi tidak ada apa-apa.

"Gue, dimana?"

"Di suatu ruang dimensi."

Ada seseorang yang menjawab pertanyaan Yellysa. Tetapi Yellysa sama sekali tidak bisa
menemukan sumber suara itu. Suara itu juga cukup berat, tidak seperti suara manusia biasa.

"Siapa?"

Tidak ada jawaban dari orang misterius itu. Yellysa masih terus mencari. Efeknya, kepalanya pusing karena selalu melihat warna putih.

"SIAPA?"

Keputusan Yellysa untuk berteriak adalah keputusan yang salah. Suaranya malah memantul seperti ia berada di dalam goa. Telinganya sakit, pantulan suaranya menjadi lebih keras.

"Siapa?" Lirih Yellysa seperti tidak terdengar.

"Temanmu!"

"Kepala sekolahmu!"

Yellysa menatap tidak percaya dua orang yang ada di depannya. Ada kepala sekolahnya, Miss Damitri. Dan teman sebangkunya, Deanita.

"K-kalian?" Yellysa cukup terkejut melihat dua orang ini.

"Kenapa kalian ada di sini?" Pertanyaan terbesar Yellysa adalah itu. Dan dia buruh jawaban.

"Kami di sini untuk membantumu!"

"Kenapa? Kalian gak ada hubungannya sama sekali."

"Kau tidak bisa berhasil jika tidak ada kami! Jadi, sadar dirilah!"

Yellysa tidak paham dengan semua ini. Ia menatap keduanya bingung.

"Jelaskan!" Ucap Yellysa dengan penekanan. Ia juga hendak menarik tangan mereka berdua, tetapi tembus.

"Kami hanya khayalanmu, pernahkah kau melihat ada orang yang mendekati kami?"

Yellysa mengingat-ingat lagi. Jika dilihat, tidak ada teman sekelas yang memperdulikan Deanita. Saat ada guru pun, tidak pernah Deanita dipanggil maju ke depan kelas. Nyatanya Yellysa hanya duduk sendiri.

Can I Be The Protagonis? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang