Satu bulan sudah berlalu sejak pernikahanku dan Leo. Banyak hal yang berubah darinya, jika sebelumnya Leo suka seenaknya sendiri dan tidak peduli pada perasaanku asal apa yang dia inginkan didapatkannya, tidak jarang dia juga mengancamku melalui orang-orang terdekatku agar aku mau menuruti apa maunya.
Tapi semua itu perlahan berubah, Leo mulai kembali menjadi dirinya yang dulu aku kenali. Dia semakin hangat kian hari, banyak tersenyum, berbicara lembut dan banyak hal lainnya. Oh iya, dia tidak lagi memaksa jika aku tidak ingin.
Jika ditanya apa aku bahagia dengan perubahan Leo? Aku bersyukur. Setidaknya dia tidak lagi melibatkan orang lain pada masalah kami. Walaupun aku tetap tidak boleh kemana-mana, sampai saat ini pun aku tidak tahu letak persis dimana kami tinggal. Leo selalu berkilah jika ditanya, aku tidak ingin mendesaknya, takut dia marah lagi dan kembali pada dirinya yang menyeramkan.
Layaknya seorang suami, dia selalu pulang ke rumah. Jujur saja aku tidak suka. Perasaan ingin lepas darinya tetap bersemayam hanya saja aku tahu saat ini belum tepat atau mungkin aku tidak akan menemukan waktu yang tepat itu seumur hidup. Aku hanya bisa berharap Leo tetap menjalankan rencananya untuk menikahi Lily. Aku merasa saat itulah saat yang tepat untuk aku bisa lepas darinya, Leo harus dialihkan pada perempuan lain.
Tapi darimana aku tahu Leo dan Lily menikah jika aku tidak punya akses? Aku tidak dibiarkan memegang ponsel atau telpon rumah, akses telpon disini benar-benar dibatasi, hanya ada beberapa penjaga yang memilikinya.
Aku menghela nafas dalam dan berat. Tidak menemukan jalan keluar yang terfikirkan. Jika pun ada, aku takut Leo akan menyakiti orang-orang yang tidak bersalah, seperti Elle dan Remi, atau orang-orang lain yang mengenalku. Jika itu hanya dilakukannya pada aku, itu tidak masalah, aku bahkan sudah siap mati ditangannya.
Aku kembali menyesap teh yang kepugeng dengan dua tangan, rasa hangat dari cangkir sampai ke hatiku. Memegang cangkir, menghirup aroma teh, merasakan hangatnya air salah satu hiburan untukku ditengah sumpeknya hari-hari yang aku jalani.
Leo juga menyiapkan kebun cukup luas yang ditanami bunga dan beraneka ragam buah agar aku bisa mengurusnya, aku cukup menikmatinya, tapi untuk orang seperti diriku yang suka menjelajah tempat baru, hanya mengurus kebun lama-lama membosankan. Aku selalu ingin ke tempat baru, berkenalan dengan orang baru, tentu saja merasakan atmosfer baru. Tapi ya... Untuk aku yang terkurung bersama orang segila Leo, hidup tenang saja sudah amat bersyukur. Kata-kata itulah yang kerap kali menguatkan kala rasa jenuh, bosan, dan tidak berdaya menyergapku.
"Sayang..."
Ternyata Leo sudah pulang, aku melirik jam di nakas yang menampilkan pukul empat sore. Terlalu cepat untuk seorang pekerja kantoran tidak biasa seperti Leo, tapi aku sudah biasa mendapatinya berada di rumah bahkan setelah baru berangkat kerja dua jam lalu.
Suara derap langkah kakinya semakin dekat. Sementara aku tetap berada di tempat seraya menyesap teh-ku.
Sebuah kecupan di pelipis kudapati ketika dirinya berada disampingku. Leo juga mengelus rambutku lembut. Dia belum berkata apapun, aku juga malas untuk berbicara dengannya.
Tidak terasa sudah lima menit berlalu dengan posisi kami yang seperti ini. Leo masih menikmati kegiatannya mengelus rambutku dan menciuminya, itu-itu saja.
"Kamu bosan?" Tanyanya, akhirnya.
Aku mengangguk saja. Ingin bertanya tentang rencana pernikahannya dengan Lily tapi aku tahan.
"Ayo jalan-jalan disekitar sini." Ajaknya.
Aku menolehkan kepalaku menghadapnya, menilai keseriusan atas ucapannya.
Leo tersenyum lembut mengelus pipiku. "Mau tidak?"
Aku tentu saja menganggukkan kepalaku senang, akhirnya setelah sebulan lebih aku hanya diam di sekitaran rumah akhirnya hari ini aku dapat melihat pemandangan lain.
Leo menggenggam tanganku, membantuku berdiri. Dan tidak melepaskan lagi genggaman tangannya.
____
Hamparan kebun teh dan kabut hal yang pertama aku temukan. Rumah yang kami tinggali memang seperti villa, cuaca disini mau pagi, siang, sore atau malam suhunya sangat dingin. Aku selalu mandi dengan air panas, jika tidak air sebeku es itu mampu membuatku membeku.
Pemandangan yang indah aku temukan. Mataku menatap sekeliling rasanya amat senang dan menenangkan.
Leo menyampirkan syal ke arah leherku. Dia juga menggenggam erat kedua tanganku dan menggosokkannya dengan kedua tangannya, sesekali dia meniup-niupkan tanganku agar lebih hangat.
Aku memandanginya dalam diam. Melihat sikap hangatnya tidak membuat perasaanku mengahangat padanya juga. Aku sudah memupuskan perasaanku padanya, tepat setelah memutuskan lari dari kehidupannya. Aku sadar akan posisiku dan membenarkan apa yang dikatakan kedua orang tua Leo. Dunia kami terlalu jauh, terlebih skandal orang tua-ku bisa saja menjegal karirnya yang cemerlang.
Tidak tahukah lelaki di hadapanku ini aku pergi pun untuk kebaikan dirinya juga? Ucapku dalam hati. Sudah bertahun-tahun sejak aku meninggalkannya, tapi lihatlah kini, setelah berpisah sekian lama pun ujung-ujungnya aku tetap bersama Leo.
"Hangat kan sayang?" Ucapnya.
Aku mengangguk. Memang benar tanganku menjadi hangat karena perbuatannya.
Dia merangkul bahuku, merapatkan tubuh kami hingga tiada jarak. Dia tersenyum lembut.
"Leo..." Panggilku lirih.
Dia menoleh menatapku, masih dengan senyum yang hinggap di wajah tampannya. "Ya sayang?" Jawabnya mesra.
Aku membasahi bibir, ragu akan bertanya.
"Kenapa sayang?" Tanyanya, masih semesra barusan.
"Aku takut kamu marah..." Jawabku, itu jujur, karena yang ingin aku tanyakan tentangnya dan Lily.
"Tidak, aku janji. Tanyakan apapun." Jawabnya tanpa merasa curiga sedikitpun.
Aku balik menatap wajahnya, menilai.
Leo tersenyum, mencium ujung hidungku. "Ayo, tanya saja sayang..."
Aku mengambil nafas. "Kapan kamu akan menikahi Mbak Lily?" Tanyaku dengan cepat. Kalau tidak aku akan ragu untuk menanyakannya.
Ku lihat Leo menegang. Sepertiku, dia menarik nafas dalam lalu mengeluarkannya. "Kenapa memangnya?" Tanyanya tanpa marah tapi dengan nada lebih dingin.
Aku berjalan beberapa langkah memberi jarak diantara kami dan membelakanginya. "Karena itu yang seharusnya kamu lakukan."
Walaupun membelakanginya, aku sadar Leo menjadi gusar akan pertanyaanku.
#
08 Maret 2022 - 13:41
Masih ada yang baca cerita abal-abal saya ini? Hehe. Semua cerita saya padahal abal-abal wkwk.
Yang masih baca semoga menikmati. Terima kasih yang sudah vote dan komen cerita abal-abal ini, hehe.
