Still Love

159 16 7
                                    

Sepuluh tahun lalu, aku cuma bisa memandanginya dari belakang. Punggung tegap itu tak pernah luput dari penglihatanku. Senyum manisnya terus menghantuiku sepanjang hari. Suaranya, cara bicaranya yang terkadang manja, terngiang di telingaku. Tingkah lakunya terkadang membuatku menggelengkan kepala, juga mampu membuatku tertawa lebar.

Lee Seung Hyun namanya. Orang yang dulu berhasil membuatku tidak menyukainya. Tidak suka tanpa sebuah alasan yang pasti. Aku sendiri tidak tahu mengapa. Mungkin takut popularitasku tergeser oleh kehadirannya atau memang aku sendiri saja yang merasa tidak aman. Aman dalam hal apa aku sendiri tidak yakin.

Hanya saja tiap kali melihatnya melempar senyum padaku, senyum manisnya itu, membuat jantungku tidak nyaman. Kupikir aku kena penyakit jantung, tapi aku merasa sehat. Kami memang tidak akrab, bahkan aku tidak pernah bicara dengannya. Seung Hyun pernah menyapaku, tapi aku mengabaikannya. Biarlah dia berpikir aku sombong asalkan jantungku diam di tempatnya.

Hingga pada tiga bulan kemudian, aku beranikan diri untuk mengingatkan aku akan jam tayang drama favoriteku padanya karena memang kesibukanku menyelesaikan tugas kuliah dan dengan wajah polosnya dia mengatakan, "Masih ada satu jam lagi, Hyung. Nanti aku panggilkan."

Jika kalian tanya kami di mana saat itu, maka jawabannya adalah kami berada dalam satu asrama dan satu kamar pula.  Ya, Seung Hyun menjadi teman kamarku saat itu. Kebetulan tempat yang kami tempati hampir seperti apartemen sederhana. Namun, kami tak pernah bicara seperti yang aku sebutkan tadi. Jangan dipikir aku tidak gugup saat aku mulai bicara dengannya. Jantungku berdebar tiga kalinya hanya untuk bicara dengannya dan dari situ pula semuanya berubah.

Kami jadi sering berbincang satu sama lain. Menonton drama yang ternyata Seung Hyun juga menyukainya. Dengan seiring berjalannya waktu, semuanya menjadi berbeda. Aku mulai tidak menyukai siapapun yang dekat dengannya. Seung Hyun memang mudah bergaul hingga disukai siapapun.

Cemburu. Iya, bilang saja seperti itu. Posesif. Juga kata yang tidak salah untukku. Aku menjadi pencemburu juga bersikap posesif padanya ketika dia sudah menjadi milikku. Ya, aku menyatakan perasaanku setelah tiga tahun kebersamaan kami. Beruntungnya dia memiliki perasaan yang sama denganku. Aku hanya khawatir jika dia akan diambil orang lain. Nyatanya dia memilihku jadi kekasihnya.

Hari-hari telah kami lalui bersama. Tertawa, berbincang, bertengkar, menangis dan juga bercinta tentunya. Tentu saja yang terakhir tidak bisa dilewati. Hingga akhirnya hari itu tiba. Hari di mana kami mengucap janji di negara jauh di seberang sana. Aku berhasil mempersunting Lee Seung Hyun menjadi orang satu-satunya yang akan terus menemani hari-hariku, hingga mata ini tertutup dan tak mau lagi terbuka.

"Hyung, ayo cepat! Sedang apa di sana?"

"Ya, Sayang!"

"Daddy sedang apa sih?"

"Tidak tahu. Daddymu malah melamun di sana."

"Ayo, Papa! Kita beli permen kapas di sana."

"Let's go!"

Sekali lagi, aku memandangi punggung itu berjalan. Menggandeng putra kami yang berumur 5 tahun. Ah, Kwon Hyun Ji itu putra kandung kami, tapi bukan Seung Hyun yang melahirkan pastinya.

"Daddy, minta uang! Papa suruh aku minta sama Daddy," ucap anakku dengan polos.

"Sayang!!!"

"Siapa suruh melamun saja?! Cepat bayar jajanan anakmu!"

Begitulah kehidupan kami. Keluarga kecil yang tak pernah kubayangkan sebelumnya kini bisa kumiliki. Tentu dengan orang yang teramat aku cintai. Dulu, sekarang maupun nanti. I love you, Lee Seung Hyun.

5 Februari 2022

-권샨티-













Wah, ternyata aku muncul di sini setelah sekian lama.

Bingung gak sama ceritanya? Sedikit terinspirasi dari pertemuan mereka saat jadi trainee.

Sisanya, biarlah menjadi misteri untuk cerita ini.

Annyeong!

UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang