02 - A Deal

30.2K 1.1K 3
                                    


Sinar matahari yang masuk melalui jendela kaca di ruangan itu mengganggu tidur Dipta. Pria itu membuka matanya perlahan, merasakan pusing menguasai kepalanya. Melihat ruangan yang tampak asing, Dipta menyadari bahwa kini dia berada di kamar Baron. Ingatannya berputar ke kejadian semalam, di mana dia bercinta dengan perempuan yang dia anggap Reana, mantan kekasihnya.

Pria itu pun menoleh, lalu mendapati seorang perempuan yang tidur membelakanginya. Tak tahu siapa perempuan yang telah bercinta dengannya semalam, Dipta akhirnya mencondongkan dirinya untuk melihat wajah perempuan itu.

"Viora." Dipta sangat terkejut. Perempuan yang telah bercinta dengannya semalaman ternyata adalah muridnya sendiri.

Pria itu bangkit dengan cepat, lalu menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang, tangannya menjambak rambutnya karena kesal.

"Gadis baik-baik kayak dia kenapa bisa kerja kayak gini, sih?" tanyanya bergumam sendiri. Tak habis pikir dengan Viora, juga dengan dirinya yang semalam tak mengenali anak didiknya sendiri.

Jujur, semalam dia sangat mabuk. Dia hilang kendali dan lupa daratan ketika bercumbu dengan Viora. Dia terus membayangkan Viora adalah Reana.

Tiba-tiba, kasur yang dia tempati bergoyang, mengundang Dipta untuk menoleh ke Viora yang juga mencoba bangkit lalu duduk sepertinya. Tangannya menahan selimut agar tak melorot yang menampilkan tubuhnya yang tanpa busana.

Gadis itu hanya menunduk, tak berani bersuara. Sementara Dipta hanya memandanginya, dapat dengan jelas dia lihat ketika air mata Viora menetes ke lengannya. Dipta tentu saja bingung.

"Kamu gadis baik-baik, kenapa kerja kayak gini?"

Dipta bersuara, membuat Viora menoleh ke arah pria itu.

"Pak, jangan bilang siapa-siapa, ya?" pinta Viora pilu. Air mata sudah membanjiri pipinya.

"Kamu kenapa nangis, Viora?" tanya Dipta lagi. Dia benar-benar tak tahu apa yang terjadi dengan Viora. Di pikirannya, semalam dia telah melakukan kekerasan kepada Viora tanpa dia sadari.

"Saya nggak apa-apa, Pak," ungkap Viora tak ingin bercerita apapun kepada Dipta.

"Semalam saya ngasarin kamu, ya?"

Viora menggeleng, membuat Dipta semakin bingung. Jika bukan karena hal itu, kenapa Viora menangis?

"Saya mohon sama Bapak, jangan bilang siapa-siapa tentang ini," kata Viora lagi.

Dipta pun mengangguk, mengiyakan permintaan Viora untuk merahasiakan apa yang telah mereka lakukan semalam.

"Iya, saya bakal jaga rahasia kamu."

"Kalau kayak gitu saya mau pulang, Pak," ungkap Viora. Tangannya mengusap air matanya yang masih saja mengalir.

Dia mencoba bergerak, namun rasa perih di pangkal pahanya membuat gerakannya terhenti dan meringis tertahan. Hal itu tak luput dari perhatian Dipta.

"Kamu kenapa?" Dipta berujar khawatir, dia semakin yakin bahwa semalam telah berbuat kasar kepada Viora.

"Saya baik-baik aja, Pak Dipta," ujar Viora lagi.

"Lebih baik kamu mandi dulu, biar seger."

Tanpa menunggu balasan Viora, Dipta bangkit dan langsung memakai celananya, lalu mengangkat tubuh Viora yang berbalut selimut. Melihat tindakan Dipta, Viora memejamkan matanya dan merasakan tubuhnya melayang. Ketika membuka mata, dia mendapati dirinya yang sudah berada di dalam bathtub.

Sementara itu, Dipta kembali keluar dari kamar mandi. "Gila, berantakan banget," ujar Dipta menatap pakaian mereka yang berserakan di lantai. Tak hanya pakaian, bantal dan guling juga sampai jatuh ke bawah kasur.

Langsung saja, pria itu mengambil pakaian Viora lengkap dengan pakaian dalamnya, juga kemejanya yang dia buang asal semalam. Pria itu meletakkan pakaian mereka di atas kasur, matanya tak sengaja melihat noda darah di atas sprei yang putih.

"Nggak mungkin masih perawan, kan?" monolognya pelan.

Dipta semakin pusing sekarang. Pikirannya semakin ke mana-mana. Dia harus menanyakannya kepada Baron.

Namun, sebelum itu, dia mencari baju Baron yang berada di dalam lemari. Mengambil hoodie yang paling besar dan meletakkannya di atas kasur. Viora tak mungkin memakai bajunya semalam ketika keluar dari sini nanti.

"Viora, kamu pakai hoodie yang ada di atas kasur, ya!" ucap Dipta di luar kamar mandi.

Selanjutnya, pria itu melangkah ke luar untuk menemui sahabatnya, Baron.

"Bar! Bangun!"

Dipta mengguncangkan tubuh Baron yang tertidur di sofa.

"Apaan, sih? Ganggu banget," dengkus pria itu.

"Jelasin!" titah Dipta yang membuat Baron menatapnya tak mengerti.

"Jelasin apa, bodoh? Aneh banget pagi-pagi."

"Lo dapet cewek itu dari mana semalam?" tanya Dipta to the point.

"Dari Om Banun. Germo yang biasanya," balas Baron.

"Goblok banget, sih, lo?"

Baron semakin tak mengerti. "Maksudnya apa, sih? Yang jelas, dong!"

"Dia murid gue, Baron! Masih perawan!" jelasnya yang berhasil membuat Baron melotot tak percaya.

"Gilak! Nggak mungkin! Kok bisa?" hebohnya terkejut.

"Makanya itu! Kok bisa-bisanya lo ngasih gue cewek polos kayak dia. Ngerasa bersalah banget gue," ungkap Dipta.

"Ya gue mana tahu, Dipta? Semalam dia juga nurut-nurut aja, kok."

Dipta tak bersuara lagi. Mengetahui kenyataan bahwa semalam adalah hal pertama bagi Viora membuatnya merasa bersalah. Dia merasa sangat bejat.

"Gue harus gimana?"

"Ya gimana apa? Udah, lah! Nggak usah diambil pusing! Udah kejadian juga," nasihat Baron.

"Gue di sekolah terhormat banget, Bar. Sekarang murid gue tahu sisi bejat gue yang kayak gini," keluh Dipta.

"Bodoh! Kartu lo dipegang dia, tapi lo juga pegang kartu dia. Kalau dia sampai bocorin, lo juga bisa bocorin dia, Dipta!"

"Nggak nyangka aja gue, dia di sekolah kelihatannya baik-baik, kok," sahutnya.

Lalu, terdengar suara bel. Baron yang ingin bangkit pun dicegah oleh Dipta, akhirnya dia sendiri yang berjalan ke depan untuk membuka pintu.

Ingin mengetahui siapa yang datang pagi-pagi seperti ini, Dipta melihat di layar monitor. Matanya membulat sempurna melihat pemuda yang dia kenali adalah Razka, muridnya yang dia tahu dekat dengan Viora.

"Pasti mau jemput Viora. Gue nggak boleh ketahuan," gumamnya lalu berbalik badan, mengurungkan niatnya untuk membuka pintu.

"Siapa?" tanya Baron ketika Dipta hanya kembali seorang diri.

"Murid gue yang lain. Kayaknya mau jemput Viora, deh. Lo aja yang buka, jangan sampai dia tahu gue ada di sini," pesannya lalu berlalu menuju kamar Baron.

Di dalam kamar itu, Viora sudah selesai mandi. Perempuan itu memakai hoodie yang Dipta siapkan tadi. Hoodie besar milik Baron dapat dengan baik menutupi tubuh Viora sampai di atas paha.

"Di depan ada Razka, mau jemput kamu?" Dipta membuka suara, membuat Viora yang tengah merapikan rambutnya menoleh.

"Iya, Pak." Perempuan itu mengangguk.

"Saya bakal jaga rahasia kamu, tapi saya mohon juga ke kamu, jangan sampai siapapun tahu kalau saya udah nyewa perempuan kayak kamu. Apa yang udah kita lakuin semalam, kamu harus lupain. Apa yang saya katakan, apapun yang kamu tahu, kamu harus tutup mulut, oke?"

Viora mengangguk patuh. Matanya berkaca, merasa sakit mendengar perkataan Dipta yang menyebutnya 'perempuan kayak kamu'. Viora tak bodoh untuk menyimpulkan itu. Dipta hanya memperhalus perkataannya. Namun artinya sama saja, Dipta menyebutnya perempuan rendahan.

My Little Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang