TH 34 (end)

838 19 10
                                    

"Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan nya".

Deg

Afizal yang mendengar itu berlari tergesa-gesa masuk ke dalam ruangan fafa, sedangkan Alif membeku di tempat, alif merasa bersalah kepada adiknya.

Afizal berdiri di samping fafa dengan menggenggam tangan fafa, afizal menatap sendu fafa yang sedang terbaring di brankar rumah sakit.

"Fa..."

"Jangan pergi" lirih afizal meniru perkataan fafa sewaktu di kontrakannya.

Afizal tak dapat lagi berkata-kata, tubuhnya bergetar kemudian di susul Isak tangis tersedu-sedu dan memeluk Fafa dengan erat.

Rasa kehilangan kepergian buah hatinya masih membekas di hati afizal, kini ia juga harus kehilangan sosok yang sudah mengisi relung hatinya.

Lagi dan lagi afizal harus mengikhlaskan dan merelakan sesuatu yang berharga bagi dirinya, di bantai dengan rasa sakit yang luar biasa.

Hati yang tak lagi kuat dan tegar menjalani setiap masalah demi masalah yang menghantam dirinya.

Tangis air mata yang sudah berapa banyak keluar dari matanya yang terpancar kesedihan yang mendalam.

Tenaga yang tak lagi kokoh untuk menguatkan diri, bahwa semua tidak akan baik-baik saja.

Setiap langkah yang menjadi pilihan nya selalu membuat nya lebih berani menghadapi semuanya, namun kini langkah nya terseok-seok di setiap pilihan.

Jiwa raganya tak sejalan dengan apa yang ingin diwujudkan bersama-sama membangun kebahagiaan yang abadi.

***

Alif termenung ditempat, pikiran nya melayang mengingat fafa setelah kehilangan janinnya, fafa menjadi sosok yang pendiam dan tertutup, jarang masuk sekolah dan memilih pergi entah kemana, alif sering kali melihat fafa seperti kehilangan semangat hidup, hingga berujung berkonsultasi kepada psikolog, barulah alif mengerti kondisi yang di alami fafa yang dilanda depresi berat hingga kerap kali melakukan percobaan bunuh diri seperti berjalan acak di jalan raya tanpa peduli kendaraan yang berlalu lalang.

Alif menyewa bodyguard untuk fafa secara sembunyi-sembunyi demi keselamatan fafa, hingga tak menyangka fafa bisa mengelabui dirinya dan bodyguard nya.

Alif tersadar akan lamunan nya, ia menelpon bodyguard untuk mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.

"jelaskan semua yang terjadi"

"...."

"Kabari saya secepatnya"

"...."

Alif memutuskan sambungan telponnya, lalu alif segera menghubungi kedua orangtuanya untuk memberitahu tentang fafa.

***

Afizal memeluk dan sesekali mencium dahi fafa, berulang kali afizal mengucapkan kata maaf kepada fafa dengan sikapnya yang selama ini selalu menghindar.

Afizal berdoa di dalam hati jika ini hanyalah mimpi, namun ia disadarkan dengan Fafa yang didepannya yang sudah terbujur kaku di brankar.

Sungguh afizal tak ingin lagi kehilangan seseorang yang membuatnya mampu menjalani hidup lebih berwarna lagi.

Namun setelah apa yang terjadi, entah afizal atau Fafa yang lebih terluka lebih dalam dengan keadaan yang sudah mereka lalui.

Kini afizal sudah melihat semuanya dengan jelas, siap yang lebih terluka dengan semua ini.

Dokter dan suster yang datang ke ruangan fafa tak dipedulikan oleh afizal, afizal hanya ingin terus bisa disamping fafa.

"Pak, maaf...  " Ucapan dokter terputus.

"Beri saya waktu" afizal memotong perkataan dokter, afizal hanya ingin memeluk fafa seperti ini hingga ia benar-benar bisa menguatkan diri.

Dokter yang mendengar itu hanya pasrah dan membiarkan afizal dan fafa.

Hidup afizal akan meredup seperti dulu kala dirinya ditinggalkan orang tua nya, sepi dan tak berwarna.

Sekarang dirinya harus melewati hal yang sama seperti dulu, namun bedanya sekarang ia kehilangan sosok yang membuat nya di kelilingi rasa bersalah.


End



Hore finally, akhirnya kelar juga ceritanya, tinggal extra part nya ya,
Ditunggu kelanjutannya, so buat yang gak suka sad ending, bisa baca lanjutannya nanti di extra part ya,
Thank you untuk semua yang sudah baca
Jangan lupa follow, vote dan komen ya
Nanti bakalan diperbaiki lagi kata-kata yang masih ada typo atau yang kurang tepat dalam cerita
See you

Salam,
RDY

TITIPAN HATI (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang