CHAPTER 11

7.3K 551 72
                                    

Terlalu sadis nggak sih? Kok gue jadi ngeri sendiri ya.

-
-
-

Dentuman musik yang sangat memekakan telinga di club malam sama sekali tidak mengganggu kedua pemuda yang sedang melakukan transaksi di salah satu bangku bar.

Bahkan salah satu pemuda itu mengukir senyum, sembari menyesap alkohol, tangannya memutar benda yang baru dia beli. Botol plastik bening dan tidak berlabel berisikan 5 butir kapsul berwarna kuning.

"Buat siapa?"

"Buat seseorang." Pemuda itu adalah Gala, dia memesan obat peluntur kandungan secara ilegal karena komposisinya yang sangat berbahaya.

"Dosisinya jangan banyak-banyak. Cukup satu aja dan dalam 30 menit, lo bakal lihat reaksinya." jelas teman Gala, dia Brian si penjual obat yang Gala pegang.

"Kalo banyak-banyak emang kenapa?" tanya Gala penasaran.

"Rahim bisa rusak."

Seketika Gala menyeringai. Jika ingin menghancurkan seseorang, maka dia akan membuat orang itu hancur sampai tidak bisa bangkit lagi.

"Bagus malah." ucap Gala santai, lalu dia memasukkan botol obat itu ke dalam saku jaketnya.

Brian menaikan satu alisnya, "Lo mau ngancurin siapa?" tanya Brian penasaran.

"Lo mau tanya aja urusan gue!" ketus Gala.

"Dasar lo, makanya jangan gonta ganti pasangan biar nggak pusing. Pengaman juga, jangan lupa dipake." tutur Brian, dia sangat tau prilaku buruk Gala.

Gala terdiam, selama ini dia selalu memakai pengaman kecuali dengan Reva malam itu. Hal yang membuat Gala menyesal karena harus bertanggung jawab atas kehamilan Reva.

Rasa yang begitu candu, darah pertama yang mengalir dari Reva masih sangat jelas diingatan Gala dan bahkan dia menginginkannya lagi.

"Sial, kenapa gue ngelakuin itu sama Reva!" umpat Gala dalam hati.

Gala menegak habis sisa minuman alkoholnya, lalu beranjak meninggalkan Brian yang bingung karena melihat wajah frustasi Gala.

"Lo mabuk, masih mau pulang?" tanya Brian.

Gala tertawa mendengar ucapan Brian, dia bukan anak kecil lagi yang minum segelas langsung tepar, "Gue beban, nggak bakal ada yang nyulik. Mati juga gue, oke." ucap Gala dengan santai.

"Sinting lo."

-
-
-

Gala memarkirkan mobilnya di depan rumah Naya, menatap rumah sederhana dari dalam mobil yang jendelanya dia buka.

Dulu Gala betah berada lama-lama di dalam rumah itu karena ada nenek Naya yang ramah dan penyayang, di sana Gala bisa merasakan kehangatan suatu keluarga.

Meski terlihat selalu kekurangan dalam banyak hal, Naya selalu tersenyum bahagia membuat hati Gala ada sedikit rasa cemburu.

"Apa kabar nenek lo?" Gala tersenyum miris, dalam hubungan mereka yang sudah berakhir, tidak mungkin Gala masuk ke dalam rumah itu lagi.

Sudah hampir 1 jam Gala berada di dalam mobil sembari menggenggam erat ponselnya, malam juga semakin larut membuat suasana sangat sepi tetapi lampu kamar Naya masih menyala.

Menghela nafas, Gala kembali meyakinkan niatnya untuk membalas dendam pada Naya malam ini meski hati kecilnya sedikit ragu.

"Sial, gue nggak boleh goyah!" rutuk Gala lalu dengan cepat dia menelpon Naya.

14 DAYS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang