CHAPTER 33

8.8K 514 54
                                    

Mau nanya dong...

Sampe sini yang belum paham sama 14days, itu karena gue nggak pinter nyampein kepenulisan, terlalu belibet alurnya atau apa sih???

-
-
-

Bau antiseptic menyengat dengan suara alat pemantau detak jantung yang terpasang di tubuh seorang pemuda memenuhi keheningan ruangan itu.

"Kak, haruskah?" Izza menatap sedih saudaranya yang terbaring di atas brankar tanpa ada kepastian kapan akan sadar.

"Naya juga tidak akan datang, kak. Dia hanya ingin Gala, bukan kakak." lirih Izza.

1 tahun lalu, saat hujan turun begitu deras. Aldi mengendarai motornya untuk menemui Naya tanpa peduli apapun.

Aldi yang mencintai Naya sejak lama, ingin menyatakan perasaannya setelah mendengar kabar jika gadis itu sudah menemukan keberadaan sang cinta pertama, Gala.

Tetapi takdir berkata lain, Aldi mengalami kecelakaan parah yang menyebabkan saraf otaknya mati.

Dokter berulang kali mengatakan pada Izza jika tidak ada harapan dan menyuruhnya untuk mentandatangani surat pemutusan alat penunjang hidup yang terpasang di tubuh Aldi.

Izza bertahan karena yakin Aldi akan sadar, dia bahkan berusaha membawa Naya yang sudah pergi ke Jakarta meski tidak yakin akan menghasilkan apapun

Melakukan segala cara meski hati Izza juga memberontak karena telah menyakiti sahabat yang selalu menemani di saat dirinya sedang dalam keadaan sangat terpuruk.

"Bagaimana?"

Seorang dokter dan perawat kembali menghampiri Izza untuk kesekian kali dan menanyakan hal yang sama.

"Ya." jawab Izza, pada akhirnya dia memilih untuk merelakan kepergian Aldi.

Dokter memberikan berkas persetujuan yang harus Izza tanda tangani, setelah itu mereka melepaskan semua alat yang terpasang di tubuh Aldi secara perlahan.

"Bahagia di sana kak. Terima kasih untuk semua cinta dan kasih sayang yang sudah kakak berikan." ucap Izza.

Izza mengecup punggung tangan Aldi dan juga kedua pipinya untuk yang terakhir kali, terlihat tegar tetapi sebenarnya hati Izza sedang hancur.

"Izza!"

Gadis itu menoleh lalu tersenyum miris melihat siapa yang datang. "Gue kira, kita bukan sahabat lagi." sinis Izza,

"Mana mungkin. Sampai kapanpun lo tetap sahabat gue."

Dia Bara, datang menemui Izza ke Bandung setelah memastikan tengkorak siapa yang ditemukan di Villa itu. Semua dugaan dari penyelidikan yang dia dapat benar dan Izza adalah korbannya.

"Kak Aldi udah pergi, dia udah tenang disisi Tuhan. Sekarang gue sendirian, Bar." isak Izza, dia menunduk, air mata yang sedari tadi ditahan sepertinya memang ingin keluar sebagai tanda rasa sakit yang dia dapat saat ini.

Bara langsung memeluk Izza erat, "Ada gue, ada Gala. Lo nggak akan kita biarin sendiri." ucap Bara, selama ini sifat dinginnya pada gadis itu hanya tameng untuk membuktikan semua keanehan.

Izza menangis dalam pelukan Bara, sangat lama sampai suara derap langkah kaki mendekat dan mengalihkan perhatian mereka.

"Saudari Izza?" Salah satu dari beberapa orang berpakaian polisi bertanya pada Izza.

"Ya." jawab Izza sembari menghapus sisa air matanya, saat ini wajahnya terlihat tenang. Raut kesedihan bahkan tidak ada lagi.

"Kami dari pihak kepolisian, kami--."

"Bapak terlambat, pelakunya baru saja meninggal dunia." jawab Izza enteng.

Para polisi itu saling menoleh, bingung karena Izza terlihat santai dengan kehadiran dan pertanyaan yang akan mereka tanyakan.

"Saya akan menjelaskan semuanya di kantor polisi setelah kakak saya selesai dimakamkan." lanjut Izza.

"Baiklah."

Hari berganti, acara pemakaman selesai. Seperti janji, Izza pergi ke kantor polisi bersama Bara dan pengacaranya.

Bara juga membawa hasil penyelidikan yang selama ini dia lakukan agar Izza tidak masuk dalam pidana berat karena menutupi fakta pembunuhan itu.

Izza duduk tenang sembari memberikan pernyataan pada pihak kepolisian. Tentang penyiksaan dan berakhir pada pelecehan yang hampir dia alami. Lalu pembelaan yang Aldi lakukan hingga tanpa sengaja membunuh kedua orang tua mereka.

-
-
-

"Gimana?"

Gala duduk di pinggir brangkar, menanyakan perkambangan kasus Izza pada Bara melalui telpon.

Penampilan Gala terlihat sangat rapi karena sebentar lagi dia akan menemui Naya seperti janji Nino atas kesembuhannya.

"Kasusnya ditutup, Izza cuma mau cerita intinya aja. Semua bukti dan kesaksian valid tapi masih ada yang mengganjal menurut gue." ucap Bara.

"Mengganjal?" tanya Gala.

"Selain Izza dan kakaknya, malam itu ada 2 orang lagi. Tapi saksinya juga udah meninggal karena sakit. Jadi nggak gue tunjukin penyelidikan gue tentang itu ke polisi." jelas Bara.

"Nanti kita tanyakan aja sama Izza kalo dia udah tenang. Nggak usah diperpanjang lagi, bisa berbalik sama Izza sendiri nanti." ucap Gala.

"Ya gue ngerti."

"Lo masih di Bandung?" tanya Gala.

"Lagi OTW Jakarta sama Izza."

"Bawa Izza ke rumah lo. Nanti gue ke sana klo udah ketemu Naya." ucap Gala dengan senyum manisnya,

"Ya."

Telpon terputus bertepatan dengan pintu yang terbuka. Nino masuk membawa buket tulip ungu di tangannya.

"Udah Siap?" tanya Nino.

Gala mengangguk semangat, "Gue kangen banget sama Naya." ucap Gala.

"Sebentar lagi lo bakal ketemu dia kok. Nih bunganya." ucap Nino sembari menyerahkan buket bunga itu pada Gala.

"Thanks."

"Ayo, keburu sore." ajak Nino lalu dia melangkah terlebih dahulu meninggalkan ruang bangsal itu.

"Naya baik-baik aja 'kan?" tanya Gala, harapannya kini hanya pada Naya karena tidak yakin anaknya akan selamat karena kecelakaan itu.

"Naya, baik-baik aja."

"Kita kemana? Ini bukan arah ke rumah Naya?" tanya Gala ketika mobil Nino melaju ke tempat yang berlawanan arah.

"Gue nggak pernah bilang Naya di rumah." santai Nino.

"Terus?"

"Diam dan ikut aja." Lagi, Nino menyeringai tanpa Gala ketahui.

-
-
-

Wah Nino ngerencanain apa nih?

Ramein komennya.. Tinggal satu part lagi sebelum kita berpisah dengan Gala, Naya dkk.

Spoiler end-nya ada di IG Pesona_chan

14 DAYS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang