7: Ada apa dengan Edward?

58 11 3
                                    

Edward pernah membaca, katanya mimpi adalah interpretasi dari apa yang dilakukan atau dipikirkan seseorang sebelum tidur. Mimpi adalah cara untuk memuaskan pikiran dan menemukan kenyamanan untuk menjawab kekhawatiran dan kecemasan kita yang mendalam.

Edward lebih percaya dengan pernyataan tersebut daripada mitos yang bilang kalau orang muncul di mimpi tandanya dia kangen. Gak masuk akal gitu, soalnya orang yang muncul di mimpi itu kadang random, gak jelas, gak dikenal, terus kalau misalkan mimpi bertemu setan, apa setan itu kangen kita?

Namun entah kenapa, mimpi itu terus mengganggu pikiran Edward sampai-sampai Edward sendiri bingung, apa mungkin mitos itu benar? Hampir setiap waktu, pikiran Edward selalu berujung kepada gadis yang hadir di mimpinya. Terus Edward menceritakannya di grup Eight cogan one team, yang paling Edward garis bawahi adalah Sadewa yang malah memberikan qoutes begini:

"Jika kamu berusaha melupakan seseorang namun hatimu selalu menyebut namanya, bahkan pikiranmu juga, itu tandanya seseorang yang disana mencintaimu. Kekuatan hati tidak bisa dibohongi."

Saat membacanya, Edward merasakan sesuatu seperti menyentuh jantungnya. Apa iya? Edward belum begitu percaya sampai beberapa hari kemudian Edward yakin, mungkin ini isyarat dari Tuhan bahwa Aya adalah pilihan yang tepat.

Sore ini Edward pulang lebih awal, kebetulan Papa ada di ruang tamu bersama Om Tama, suami dari adik Mama Asti. Jadilah Edward nimbrung ngobrol-ngobrol sedikit.

"Pa, sibuk gak?" Edward memulai basa-basi sebelum ke inti.

Papa menatap Edward penuh tanya, "Ada apa?"

"Edward ngomongnya sekarang aja."

Papa mengangguk, raut wajahnya tampak mengerti apa yang Edward maksud.

"Kayaknya bakal serius. Om permisi kalo gitu." Ujar Om Tama sambil beranjak.

"Gak apa-apa, Om. Disini aja." Edward menyergah.

"Lu juga perlu tau." Sambung Papa.

Om Tama menurut. Kedua pria paruh baya di hadapannya kini memandang serius pada Edward.

"Pa, Om, Edward mau nikahin pacar Edward."

Papa tidak terkejut ataupun kesal, lelaki paruh baya itu masih menatap Edward sebagaimana tatapan Ayah kepada anak. "Kamu yakin?"

"Yakin, Pa. Edward merasa, Aya lebih cocok sebagai istri daripada Sheila." Edward kemudian menjelaskan, "Terus masalah Pak Agung, nanti Edward jelasin sendiri ke beliau. Papa nggak perlu speak up, biar Edward aja."

"Baik, Papa percaya kamu."

Edward bernapas lega. Dia pun mengambil ipad dari dalam tasnya lantas membuka salah satu dokumen, kemudian menyerahkannya pada Papa. "Ini, Pa, Om. Data pribadi Aya."

Papa mempersilakan adik iparnya untuk turut melihat dokumen tersebut. Memang bersifat rahasia, tapi Papa dan khususnya Om Tama yang tidak berkepentingan dengan Aya, mereka sudah sangat dekat dan bisa dipercaya.

"Aya perempuan baik-baik, sopan, mandiri, Edward juga udah ngobrol sama mamahnya, mamahnya baik, kok." Imbuhnya.

"Gimana?" Papa bertanya pada Om Tama.

HAJARENDRA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang