19: First

71 12 6
                                    

Bukan bunyi alarm yang setiap hari dijadwalkan di jam yang sama yang membuat Aya terkejut ketika bangun tidur. Entah bagaimana awalnya, posisi guling yang semalam di pelukan Edward kini berpindah entah kemana. Ruang kosong dalam rengkuhan Edward tergantikan oleh tubuh Aya. Baru berapa jam istirahat, jantung Aya langsung dipaksa bekerja lebih ekstra begitu aroma parfum khas yang sangat ia kenali menyapa indra penciumannya, bahkan kulit wajahnya bersentuhan dengan dada bidang Edward yang tidak tertutup kain.

Hampir saja Aya terlena kalau tidak sadar bahawa ia sedang menginap di rumah mertua. Segera Aya menyibak selimut yang menutupi tubuhnya lalu melangkah ke westafel untuk mencuci muka, terus berjalan menuruni tangga sampai tiba di dapur.

"Neng Aya udah bangun?" Tanya Bu Romlah.

"Udah, Bu."

Aya mengambil air putih dari dispenser dan meminumnya, kemudian bergabung bersama Bu Romlah yang tengah mempersiapkan bahan-bahan masakan.

"Neng istirahat lagi aja, Ibu bisa sendiri, kok."

Aya tersenyum tipis, "Gak apa-apa, Bu."

"Tapi saya gak enak, Neng..."

"Gak enak kenapa? Orang aku sendiri yang mau masak."

"Iya, dah... Tapi Ibu gak nyuruh, ya... Ini Neng Aya sendiri yang mau." Wanita paruh baya itu bercanda, yang ditanggapi oleh Aya dengan senyum tipis.

Tak lama kemudian, wanita paruh baya yang merupakan nyonya di rumah ini muncul. "As expected, Mama tebak kamu pasti udah di dapur."

Kedua sudut bibir Aya tertarik ke samping, "Gimana tidurnya, Ma?"

"Very good. Mama happy rumah ini rame lagi, biasanya di dapur cuma kita berdua, sekarang ada kamu."

Lagi-lagi Aya tersenyum.

Matahari terbit yang terlihat dari kaca jendela menambah kehangatan pagi ini. Memasak bersama disertai obrolan ringan begitu hangat Aya rasakan.

"Ay, Edward masih tidur sesuka hati dia?" Mama memulai topik tentang anak bungsunya.

"Yaaa gitu."

"Kamu marahin aja deh, jangan cuma diingetin pelan-pelan. Kalo bisa kunci pintu kamar, biarin tidur di sofa."

"Kasian atuh, Ma."

"Mama udah berkali-kali bilang, jangan suka begadang, jangan tidur larut, kerja ada waktunya, masih aja gitu." Bukan ngobrol, Mama lebih kelihatan mengomel, seperti Ayalah yang menjadi sasaran omelannya. "Sekarang dibilangin sama istri juga masih gak nurut?"

"Bukan gak nurut, Ma. Aku emang gak ngingetin A Edward yang gimana banget."

"Tapi sekalinya diingetin langsung nurut gak?"

"Iya." Aya menjawab spontan.

"Syukurlah."

Aya senyum saja, walau kenyataannya mengingatkan Edward tidak cukup hanya sekali. Tapi masalah pulang dan begadang ini memang Aya tidak mengingatkan, mereka masih tetap pada komitmen untuk menghargai kedaulatan masing-masing.

HAJARENDRA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang