"Saya nikahkan dan kawinkan engkau Ananda Edward Hajarendra Adiyaksa bin Adiyaksa Koesnadi dengan puteri saya Cahaya Nirmala binti Wahid, dengan mas kawin perhiasan emas dua puluh gram dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Cahaya Nirmala binti Wahid dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
"Bagaimana para saksi? Sah?" Tanya Bapak Penghulu.
"Saaahhhh!!!"
"Alhamdulillah...."
Berbeda dengan para hadirin yang tersenyum, mempelai wanita mulai menitikan air matanya. Bahkan ketika berdo'a, air mata terus menetes ke atas telapak tangannya.
Tiba waktunya Edward mengulurkan telapak tangannya pada Aya, dia meraih uluran tersebut dengan kedua tangan, mendekatkan ke wajahnya dengan gerakan pelan hingga terasa bibir Aya menyentuh telapak tangannya. Tetesan cairan bening juga membekas di telapak tangan Edward.
Di tengah merasakan gemuruh yang memenuhi rongga dada, Edward membuka kotak beludru di hadapannya, ia jadi yang pertama mengambil cincin untuk dipasangkan di jari manis Aya, tangan istri Edward gemetaran. Begitu selesai, gantian Edward yang mengulurkan tangan, gerakan tangan Aya kelihatan sangat rikuh ketika hendak memasangkan cincin ke jari Edward.
Senyum bahagia nan haru terlukis di beberapa wajah tamu undangan yang menyaksikan prosesi akad Edward dan Aya begitu cincin tersemat di jari manis masing-masing mempelai. Fotografer pun langsung mengabadikan momen tersebut dengan menyuruh mereka berpose pamer cincin.
"Ayo, tanda tangan dokumen dulu." Kata penghulu.
Edward dan Aya menanda tangani dokumen resmi dan begitu semuanya selesai, mereka beralih ke prosesi sungkeman, prosesi yang sangat mengharukan dalam sebuah acara pernikahan. Edward bersimpuh dan menyalami kedua orang tuanya lebih dulu, tangisnya pecah saat itu juga. Setelah ini, Edward akan meninggalkan rumahnya yang hangat dan memulai hidup baru dengan tanggung jawab yang lebih besar.
Sedangkan Aya, sejak Edward mengucapkan ijab qobul saja air matanya sudah tak terbendung, apalagi ketika bersimpuh di hadapan orang tuanya, tenggorokan Aya tercekat sampai tak bisa berkata-kata, Aya terus saja menangis.
🍀
"Udah, Ay?" Edward bertanya setelah Aya bangkit dari kursi make up.
"Iya."
Tangan Edward terulur menggenggam tangan Aya. "Ayok!"
Salah satu tim make up membenarkan posisi kebaya Aya yang menjuntai sebelum Edward menuntunnya. Aya mengenakan kebaya putih berhias payet mengkilap yang menjuntai ke belakang, dan juga siger khas sunda di kepalanya. Edward pula mengenakan setelan pengantin berwarna putih.
Mereka tiba di ballroom hotel tempat acara berlangsung. Begitu sampai di pelaminan, seorang fotografer menghampiri keduanya.
"Mas Edward, ayo foto dulu."
"Baik, Mas."
Edward dan Aya memposisikan diri untuk berpose sesuai arahan sang fotografer. Pertama pamer cincin, terus pamer buku nikah yang sempat tertunda. Harusnya setelah akad, tapi gara-gara Aya terus menangis, make up nya mesti diretouch selepas acara sungkeman tadi. Edward pula yang harus menunggu di ruang make up. Edward sampai tercengang dibuatnya, dia tahu kalau proses yang tadi dilalui begitu mengharukan sampai Edward juga menangis. Edward juga merasakan segalanya yang sulit dijelaskan oleh kata-kata. Tapi melihat air mata Aya terus mengalir, baru kali ini melihat Aya menangis dan langsung parah, Edward jadi bertanya-tanya, apa yang membuatnya menangis sehebat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAJARENDRA
Fanfictionft Kim Hong Joong of Ateez Terus disinggung soal pacar, Edward nekat menembak perempuan yang baru dikenalnya. Tidak sesimpel saat Edward memintanya menjadi pacar dan dia pun menjawab iya. Edward yang tidak peka dan emosian justru berpacaran dengan p...