"Manusia dan perasaannya itu.. tetap menjadi hal yang rumit dan kompleks untuk dipahami." - Agisa
***
Sudah dua minggu berlalu sejak Ijal menyatakan perasaannya padaku. Nggak ada yang berubah. Ijal tetap menjadi Ijal yang biasanya. Tapi, di beberapa kesempatan, ketika aku nggak sengaja natap Ijal dan Ijal pun balas menatapku, aku langsung inget hari dimana Ijal menyatakan perasaannya. Dan sejujurnya, beberapa kali aku merasa gugup saat berdekatan dengan Ijal. Rasanya.. aneh karena ternyata sahabatku sendiri punya rasa lebih padaku. Tapi, aku merasa senang dan berterima kasih atas perasaan tulus yang Ijal punya.
"Ih, rumit banget ya kalau cinta sama sahabat sendiri itu." Celetuk Fika membuat Ijal yang sedang mengunyah seblaknya langsung terbatuk. Aku yang duduk di depannya pun langsung membukakan botol air putih yang masih baru dan menyerahkannya.
Hari ini, aku, Fika, Ijal, dan Zaki sedang nongkrong di warung seblak Ceu Desi yang letaknya ada di belakang kampus. Dan sejak tadi Fika nggak berhenti bercerita mengenai series yang sedang dia nonton. Katanya, seriesnya bercerita tentang persahabatan dan cinta. Pemeran lelakinya terjebak friendzone karena si perempuan nggak mau merusak persahabatan mereka. Cerita yang klasik dan nggak antimainstrem. Tapi, Fika kayaknya lagi seneng banget nonton itu.
"Guys, jawab jujur." Fika tiba-tiba berkata serius.
"Zaki." Panggilnya, yang hanya dibalas gumamam oleh lelaki itu.
"Lo suka sama gue atau pernah ada rasa sama gue?" Tanyanya langsung. Zaki yang mendengar itu tanpa ragu langsung mendelik.
"Lo kalau ngomong pake bismillah dulu coba." Jawab Zaki. "Aneh banget lo nanya kayak begituan. Ya, nggaklah! Gue masih bisa mikir."
Jawaban menyebalkan Zaki membuat Fika tanpa ragu menepuk kepala lelaki itu dengan keras.
"Gue cuman nanya, anjing!" Maki Fika. Hal itu sontak membuat aku dan Ijal tertawa.
"Kalau lo, Jal?" Tanya Fika pada Ijal. "Suka sama gue atau pernah ada rasa nggak sama gue?"
"Jujur, nggak pernah sama sekali." Balas Ijal langsung. Aku berdehem, jelaslah, orang dia sukanya sama aku.
"Wah, kenapa lo nggak pernah suka sama gue? Gue kan orangnya menarik?" Balas Fika lagi.
Ijal mendengus, "Lo bukan tipe gue."
"Terus tipe lo yang kayak gimana, Jal?" Zaki ikut nimbrung.
"Yang kayak Agisa." Jawaban singkat Ijal membuat aku refleks menolehkan tatapanku padanya, sedangkan Zaki dan Fika berteriak, "Hah?!"
"Lo ngomong kok nggak pake bismillah sih, Jal?" Komentar Zaki.
"Gisa orangnya nggak seru loh, Jal. Kok lo punya tipe cewek kayak dia sih?" Fika menimpali.
Aku menghela napas keras. Sumpah, aku tadi sudah kaget karena Ijal berkata seperti itu di depan Fika dan Zaki. Aku jelas nggak mau teman-temanku berpikiran aneh. Tapi, diantara sekian banyak prediksiku mengenai respon mereka tentang kejujuran Ijal, seruan-seruan Fika dan Zaki malah buatku naik darah.
"Emang nggak boleh Ijal punya rasa ke gue?" Balasku emosi.
"Ya boleh-boleh aja." Sahut Fika. "Cuman aneh aja."
"Iya, kayak nggak ada cewek lain aja lo, Jal." Timpal Zaki.
Ijal yang mendengar itu pun langsung tertawa ngakak sedangkan aku merasa sebal. Malas sekali rasanya karena aku terus jadi objek bullying mereka.
"Kalian kok gitu sih ke Agisa." Bela Ijal. "Coba perhatiin. Gisa itu manis loh. Orangnya apa adanya, rajin, tahu caranya menghargai orang lain. Cantik luar dalam lah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Persona | Seri Adolescence ✅
General FictionManusia itu kadang sulit buat dipahami dan Agisa butuh proses seumur hidup untuk bisa terus paham dengan para manusia itu. Dan ini cuman tentang Agisa, mahasiswa biasa yang kehidupannya dikelilingi oleh berbagai macam manusia dan proses bagaimana ia...