"Masalah yang berhubungan dengan perasaan itu emang kadang sulit buat dipahami, ya." - Agisa
***
Dinanti Puteri : P
Dinanti Puteri : P
Dinanti Puteri : Agisa
Dinanti Puteri : Gis pliss bales
Dinanti Puteri : Gis, lo tau Agra ada di mana?
Dinanti Puteri : Gis, abang lo ada di rumah?
Dinanti Puteri : Rumah lo di mana Gis?
Dinanti Puteri : Agisaaaa... plisss bales
Dinanti Puteri : Gue butuh ketemu Agra sekarang, plis
Dinanti Puteri : Bilangin ke Agra buat angkat telepon gue, Gis
Jam setengah tiga siang aku baru bangun tidur. Tadi habis dzuhur aku memang langsung tidur, rasanya ngantuk banget. Untungnya hari ini hari Sabtu dan aku nggak punya tugas apa-apa. Pas aku ngecek ponsel, ada 10 pesan dan 15 panggilan tak terjawab dari Dina sejak jam 1 siang. Dengan cepat, aku langsung membalas pesan Dina.
Agisa Kirana : Sorry bangettttt Din, gue baru bangun.
Dinanti Puteri : Gpp, Gis, bantu bujuk Bang Agra ya supaya jawab telpon gue, penting.
Aku pun dengan cepat langsung beranjak ke kamar sebelah. Dan ternyata kamar Abang dikunci. Aku mengernyit, nggak biasanya Abang ngunci kamarnya begini.
"Bang! Buka, Bang!" Ujarku dengan suara keras sambil mengetuk-ngetuk pintu kamarnya. Aku merasa bersalah banget karena baru membuka pesan Dina. Firasatku mengatakan kalau Abang dan Dina lagi berantem.
"Bang!" Teriakku.
"Abang lagi tidur, Dek." Jawab Bang Agra membuatku mendengus. Memang aku bodoh apa?
"Bang, Buka ih!"
Akhirnya pintu kamar pun terbuka dan raut wajah Bang Agra nggak enak banget.
"Apa?" Tanyanya ketus.
"Ini Dina ngchat Adek, tapi baru Adek buka."
"Nggak usah dibales." Abang hendak menutup kembali pintunya tapi dengan sigap aku tahan dan dengan tak tahu dirinya aku langsung masuk ke kamarnya yang sekarang berantakan banget.
"Apaan sih lo, Dek?" Bentak Bang Agra.
"Bang, Dina ngasih amanah ke Adek. Katanya Adek harus bujuk Abang buat jawab telponnya."
"HP Abang rusak. Tuh."
Abang menunjuk ke bawah lantai di mana ponselnya tergeletak tak berdaya. Aku langsung mengambil dan memekik, "Anjir, Abang! Lo gila?"
Abang mendengus lalu merebahkan tubuhnya ke kasur dan menarik selimut. Fix, Abang lagi galau.
"Bang! Istigfar, Bang!" Ujarku sambil menepuk punggungnya.
"Astagfirullah." Aku dapat mendengar gumamannya.
Aku lalu ikut duduk di kasur dan menepuk punggungnya lagi. "Kenapa, sih, Bang? Dina katanya mau ngomong sama Abang, pake Hp Adek aja, ya?"
Abang menggeleng, "Nanti aja."
"Tapi Dina mintanya sekarang."
"Yaudah, nggak usah."
"Kenapa, sih? Berantem karena apa memangnya? Nggak biasanya banget Abang galau gini." Komentarku. "Malu sama umur, udah gede tapi galau nggak jelas kayak gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Persona | Seri Adolescence ✅
قصص عامةManusia itu kadang sulit buat dipahami dan Agisa butuh proses seumur hidup untuk bisa terus paham dengan para manusia itu. Dan ini cuman tentang Agisa, mahasiswa biasa yang kehidupannya dikelilingi oleh berbagai macam manusia dan proses bagaimana ia...