16| Not Fine

670 135 6
                                    

"Mau seberapa keras aku menutupi ini, kenyataannya aku tetap tak bisa menyangkal, bahwa aku membenci Papaku sendiri. Well, yang bilang Agisa nggak ada masalah, itu salah. Toh, aku punya keadaan yang not fine dengan Papaku sendiri." -Agisa

***

Awalnya, aku kira belajar bareng Putra itu bakal serius dan kaku. Tapi ternyata, hampir dua jam berlalu, aku sama sekali belum buka buku dan Putra pun tak kembali memberikan perhatiannya pada buku.

Sejak pesanan makanan Putra sampai, kami pindah ke taman depan perpus dan memutuskan diam di sana supaya bisa belajar sambil memakan cemilan. Ternyata Putra membeli banyak macam chiki dan minuman sehingga tadi tadi mulutku nggak berhenti ngunyah.

Aku dan Putra terus mengobrol. Ternyata Putra orangnya cukup asik untuk diajak ngobrol topik apapun, walaupun aku belum seluwes seperti dengan Fika, Ijal dan Zaki, tapi setidaknya, aku pikir nggak ada salahnya mempertimbangkan Putra sebagai teman dekatku.

Putra juga ternyata banyak omong. Dia sedikit bawel karena daritadi pembicaraan kita didominasi olehnya. Tapi aku tak keberatan, toh, aku juga lebih suka mendengar daripada bercerita.

"Btw, Gis, si Edo nggak ngapa-ngapain lo, kan?" Putra bertanya sambil mulutnya sibuk memakan sarapan yang tadi dipesannya.

"Nggak, paling kalau ketemu natap gue nggak suka doang."

"Kalau si Edo ngapa-ngapain lo, bilang gue ya, Gis."

"Kata Yadi, waktu tragedi nonjok itu, Edo udah mau nyusul gue. Tapi katanya lo nahan dia,"

Putra lalu tampak salah tingkah, ia mengusap tengkuknya yang aku yakinin nggak gatal. Memang perkataanku menjebak, ya?

"Oh, itu.." ujar Putra.

Itu apa?

"Lo emang bisikin apa, Put?"

"Gue cuman bilang jangan ganggu lo doang."

Aku mengernyit, "Semempan itu, ya?"

"Kalau lo belum tahu, si Edo emang agak nggak berani kalau sama gue, Gis."

"Memangnya kenapa? Dilihat dari tampang pun lebih serem Edo." Jawabku jujur.

Putra terkekeh pelan, "Gue nggak seletoy kelihatannya kok, Gis. Pas SMP gue jago silat loh."

"Jadi, maksud lo, lo lebih jago daripada Edo?"

"Ng.. nggak juga, sih."

"Terus?" Asli, aku nggak paham maksudnya gimana.

"Ya, intinya gue ngancem Edo."

"Apa yang lo ancem?"

"Rahasia cowok, Gis."

Oke, jawabannya nggak membantu.

"Lo cukup bilang makasih doang lho, Gis." Putra tersenyum menyebalkan.

"Oke, makasih."

"Traktirannya juga, Gis."

Aku menatap heran Putra lalu mendengus, "Oke, ntar pulangnya gue traktir."

Aku melihat Putra tersenyum puas, "Oke."

"Eh tapi, lo kenapa mendadak emosi gitu, Gis, ke si Edo? Gue nggak kepikiran lo bakal nonjok dia lho."

Aku meringis pelan. Jangankan Putra, aku sendiri saja bingung kenapa bisa bertindak impulsif seperti itu.

"Gue cuman kesel aja, Put, ke omongan Edo. Omongan dia itu nyakitin buat Rima, padahal sebelumnya Rima sempet cerita kalau dia ada masalah, dan gue cuman nggak mau Rima makin terpuruk sama omongan Edo."

Persona | Seri Adolescence ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang