11| Di Balik Itu

721 135 5
                                    

"Kadang, beberapa manusia bukan hanya senang untuk menyombongkan dirinya. Tapi, ia hanya butuh memenuhi kebutuhannya yaitu mendapatkan pengakuan dari orang lain." - Agisa

***

Di hari minggu pagi yang cerah ini, aku punya mood yang lagi bagus banget. Aku bangun pagi banget, sarapan sambil nonton gosip pagi di tv dan bantu Mama beres-beres rumah. Bang Agra pun hari ini entah kenapa bisa bersikap kooperatif dengan nggak bertingkah menyebalkan (karena biasanya, pagi-pagi itu Bang Agra selalu ribut nyari itu nyari ini)

Seakan semesta mendukung hari baik aku, aku nggak punya tugas. Wah, rasanya aku merasa bangga ke di diri sendiri karena kemarin dari pulang kuliah sampai malem aku fokus ngerjain laporan amdat eksperimen waktu itu. Dan yaps, motifku kemarin fokus ngerjain laporan adalah supaya weekend ku kali ini nggak ke ganggu. Seneng banget rasanya.

Jam sepuluh pagi, aku memutuskan keluar rumah buat beli beberapa cemilan di warung depan komplek. Kemarin Papa sempet ngirim uang lebih ke aku, dan aku mau sedikit berfoya-foya dengan beli banyak chiki, susu pisang, sama permen yupi yang banyak.

"Dek Gisa!" panggil seseorang di belakangku ketika aku baru saja selesai berbelanja. Aku langsung tersenyum menyapa laki-laki itu, "Hai Bang Alif! Habis dari mana?"

Bang Alif balas tersenyum, "Habis olah raga."

"Kok, siang pulangnya?"

"Iya, tadi main futsal dulu sama orang-orang komplek."

Aku lalu mengangguk paham dan juga menyetujui saat Bang Alif nyuruh aku untuk nunggu dia beli minuman. "Bentar ya, Abang beli minum dulu. Kita pulang bareng."

"Oke."

"Dek Gisa mau jajan? Sama Abang traktir."

Aku terkekeh lalu menggeleng, "Nggak usah, Bang. Aku udah beli jajanan, kok." Aku menunjukkan kresek hitam berisi jajananku. Sedih, sih, soalnya Bang Alif datang setelah aku selesai jajan, coba kalau beliau datangnya sebelum aku beli jajanan, mungkin aku udah ditraktir sama dia. Serius, Bang Alif itu baik banget meskipun Ibunya alias Bu Iis itu tukang nyinyir. Dari dulu dia sering banget ngejajanin aku, mungkin karena keluarga Bu Iis itu termasuk keluarga berada ditambah Bang Alif udah punya bisnis sendiri, makannya dia nggak segan buat ngeluarin uangnya untuk aku yang cuman tetangga beliau.

"Nih, buat nemenin ngerjain tugas." Bang Alif memberiku beberapa bungkus cokelat. Aku pun menerimanya kegirangan, gila, Bang Agra pun nggak sebaik ini.

"Makasih, Bang. Aku doain deh, biar Bang Alif cepet jadian sama cewek yang sebelumnya pernah Abang ceritain."

Bang Alif tertawa kecil, "Udah jadian, dek. Udah jalan dua bulan."

"Waa.. ikut seneng, Bang. Semoga langgeng aja, ya."

"Aaamiin."

Bang Alif itu anak bungsu dengan satu kakak perempuan yang beda lima taun sama dia. Sejak kecil dia pingin banget punya adik, makanya secara nggak langsung, aku yang rumahnya cuman beberapa meter dari rumah dia pun diklaim jadi adiknya. Sikap Bang Alif selama ini murni karena dia anggap aku adik. Serius. Dia itu pernah beberapa kali pacaran, dan aku bisa yakin 100% kalau dia nggak punya rasa apa-apa ke aku selain perasaan sayang ke adik. Kisahku bukan kisah di wattpad atau sinetron gais, jadi nggak ada kisah cinta begituan.

Aku dan Bang Alif pun pulang bareng. Di jalan kita nggak pernah berhenti ngobrol. Satu-satunya kesamaan kami itu cuman satu : film. Bang Alif dan aku itu sama-sama penggemar film di netflix, dan kita seneng banget buat diskusi film yang kita tonton.

"Udah nonton dark season 3 belum, Dek? Udah rilis minggu kemarin, kan."

Aku menggeleng dengan lemah, "Belum, Bang."

Persona | Seri Adolescence ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang