"Insecure dan nggak sadar diri itu bisa beda tipis, lho." -Agisa
***
Sejak Dina masuk kelas, aku terus menatap dia intens. Aku memperhatikan semua gerak gerik dia dari bagaimana dia duduk, nyimpen tas, mengeluarkan ponsel, dan haha hihi bareng teman sebelahnya. Aku memperhatikan dia tanpa sedikitpun menoleh ke arah yang lain sampai Ijal yang duduk di sampingku menyenggol lenganku pelan.
"Istigfar lo, Gis. Gue serem liat lo."
Oke, setelah lima belas menit berlalu, sepertinya sudah cukup aku memperhatikan gerak gerik Dina.
"Kenapa lo, Gis? Daritadi liatin si Putra mulu."
Aku langsung menoleh ke arah Ijal. "Putra? Siapa yang liatin Putra?"
"Lo. Kalau nggak, ngapain lo liat ke situ terus?"
Aku menghela napas setelah sadar kalau Putra duduk di sebelah Dina. "Gue nggak liatin dia. Gue liatin Dina."
"Kenapa? Eh, btw, Dina deket ya sama Bang Agra?"
Aku berdecak kesal mendengarnya. "Tahu nggak, Jal? Si Dina itu bangsat juga ternyata. Dia mainin hati Abang gue." Aku nggak tahan untuk nggak ghibah.
"Idih, baru tahu lo?" Balas Ijal membuatku heran.
"Maksud lo?"
"Si Dina udah terkenal selalu main-main sama cowok, padahal ujung-ujungnya mah dia bakal balik ke pacar aslinya yang lagi di Jogja. Mereka LDR-an."
"Anjir!" Makiku langsung. "Serius?"
"Seriuslah. Lo kemana aja Neng sampai nggak tahu gosip ini?" Ijal berdecak heran.
Ya manusia macam aku mana tahu gosip begituan. Sekali lagi, aku berdecak kesal. Kasian dengan nasib Abangku yang harus jadi korban main-mainnya Dina. Sumpah, walaupun Dina kalau gosip bikin aku pingin terus mengumpat, Dina tetap tidak masuk dalam daftar list orang yang harus ku benci. Karena toh, kebaikan Dina yang lain juga masih banyak. Hanyasaja, melihat Abang nelangsa seperti kemarin mampu membangkitkan sisi benciku. Seburuk-buruknya Agra, lelaki itu tetap Abangku.
"Brengsek." Makiku pelan dan Ijal langsung berdecak kagum sambil bertepuk tangan.
"Tumben banget, Gis, lo semarah ini. Lucu lo." Komentarnya membuatku mendesis kesal.
"Gue nggak terima, Jal, Abang gue jadi korban perasaan dia. Mama gue brojolin Abang itu susah, penuh perjuangan, lah ini maen seenaknya aja mainin perasaan Abang."
"Tumber lo care ke Bang Agra." Celetuk Ijal yang aku tak pedulikan. Saat ini yang aku pedulikan hanya satu. Bagaimana cara balas dendam yang cantik dan elegan ke Dina?
"Agisa!" Panggil Zaki dengan suara keras saat cowok itu baru saja masuk kelas. Aku mengernyit, merasa heran karena Zaki langsung kegirangan gitu.
"Apa?" Tanyaku setelah ia dengan kurang ajarnya menyuruh Ijal untuk pindah bangku agar ia bisa duduk sebelahku.
"Udah sarapan belum, Gis?" tanya Zaki sambil mengeluarkan roti keju dari tasnya. "Nih, buat lo."
"Wih, ada angin apa lo Ki tiba-tiba baik ke gue?" Selidikku.
"Ada maunya berarti, Gis." Sahut Ijal yang sekarang lagi main game di ponselnya.
"Nggaklah," sangkal Zaki lalu tersenyum menatapku, "Dimakan, Gis, rotinya."
Nggak ingin berpikir lanjut aku pun memakan roti yang Zaki berikan.
"Minumnya ada Gis? Kalau nggak ada, ini punya gue aja." Ujar Zaki lagi sambil menyerahkan botol minumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Persona | Seri Adolescence ✅
General FictionManusia itu kadang sulit buat dipahami dan Agisa butuh proses seumur hidup untuk bisa terus paham dengan para manusia itu. Dan ini cuman tentang Agisa, mahasiswa biasa yang kehidupannya dikelilingi oleh berbagai macam manusia dan proses bagaimana ia...