02

2.5K 74 0
                                    

Part 2
*******

Jika mengingat tentang ibuku, air mataku selalu bergulir. Kenapa ada orang yang begitu tega menambraknya dan tanpa rasa tanggung jawab?.
*******

Ku pandangi cukup lama kunci yang diberikan oleh mendiang ibuku, berwarna kuning, laksana emas 24karat.  Rasanya aku tak percaya kalau kunci ini amanat terakhir ibuku sebelum ibuku menutup mata untuk selamanya, dan aku tak akan bertemu lagi dengan beliau orang pertama yang sangat ku cintai dalam hidup, yang aku sayangi, tak bisa bersama lagi, tertawa bersama dan tentunya aku bagaikan sebatang kara. Walaupun ada ayahku dihidupku akan tetapi ayahku tak pernah memperdulikanku. Aku dianggap tidak ada, padahal aku anak satu satunya. Anak semata wayang, namun ayahku sama sekali tidak pernah menganggapku. Seolah aku tidak pernah ada. Ayahku, tidak peduli dengan kehadiranku. Ayah tidak pernah menyanyangiku sama sekali. Bahkan ketika ibu masih hidup pun ayah tidak peduli denganku. Ayah mengabaikanku, terlebih kini ibu sudah tiada, ayah semakin jadi, brutal bahkan kelihatan sekali sangat membenciku, malah ingin melenyapkan. Seakan aku penghalang baginya, apa yang jadi inginannya serta kemauanya. Untuk itu ayah ingin melenyapku. Ada apa sebenarnya dengan ayahku?.

Ku tarik gagangnya! kini aku berpikir kenapa ibu tak pernah bercerita padaku kalau pernah menyimpan sesuatu dilemariku tempat ibu menyimpan pakaiannya dengan pakaianku, walaupun barisannya berbeda?.

Pakaiannya masih terlihat rapi karena memang tak pernah ada yang menyentuhnya semenjak terakhir kali. Sudah hampir  lebih dari seratus hari yang lalu.

Masih ku tatapi dengan perasaan pilu, sesak rasanya hati ini jika mengenang dimasa masa saat ibuku akan menghembuskan nafas terakhirnya. Aku takkan mungkin dapat melupakannya, sosoknya, senyumnya, kasih sayang, cinta kasih yang begitu tulus tanpa pamrih. Ibu.... Kasih sayangmu tak kan tergantikan sepanjang masa.

Ku periksa semua isi lemari tapi, seperti pesan ibuku, kotak yang dimaksudnya tak ku temukan bahkan sebagian isinya telah ku keluarkan tapi tak ku temukan apa apa.

Keadaan masih sepi sekali seperti dikuburan.

Aku sudah lelah mencarinya karena memang tidak ketemu...
Padahal aku sudah memeriksanya berkali kali. Dimana kotak yang dimaksudkan oleh ibuku?.

Aku masih termenung didepan lemari yang terbuka dan sebagian isinya telah ku keluarkan. Kunci berwarna kuning yang masih kupegangi sesekali ku perhatikan, dan dengan seksama aku memperhatikannya. "Kemana barang yang maksudkan oleh ibuku. Ibu,,, dimana barangnya?. Ck,,,  ehesssss,,,," aku masih terus memperhatikannya.

Aku lelah. Akhirnya, aku pun mundur dan duduk ditepi ranjang. Rasa lelah yang kurasakan tiba-tiba menyerangku. Termangu. Dalam diam, terus mikir, tapi, seakan pikiranku menjadi buntu. Ku pijit kepalaku yang rasanya berdenyut. Nyeri.

Ingatan tentang masalalu bersama ibuku terkenang kembali. Tak terasa air mataku luruh. Hidup ini tak adil buatku! Kenapa harus ibu yang tiada. Hingga aku jadi sebatang kara. Tidak adil! Ya Tuhan, kembalikan ibuku, kembalikan beliau dalam kehidupanku. Rasanya aku tak sanggup memikul beban hidup seperti ini.

Rasanya aku lelah, lelah dengan kehidupan ku. Mataku rasanya juga lelah. Sesekali terpejam, lelah ...

Namun,,,

CINCIN KEHIDUPAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang