Bab 2 | Keberangkatan

131 14 140
                                    

Dingin terasa. Tumpukan salju masih ada di sepanjang jalan. Keadaan masih dalam musim dingin di kota London. Tentunya hal itu membuat malas seseorang untuk keluar rumah. Namun, hal itu tidak membuat Rahmat enggan menemui Ayahnya. Dia berniat untuk pindah ke Indonesia yang sudah lama dia rencanakan.

Rahmat sampai memakai pakaian rapi. Dengan tuksedo warna hitam dan lengkap dengan dasi. Rahmat benar-benar berniat menemui Ayahnya.

Rahmat pun sampai di perusahaan milik sang Ayah. Dengan segera Rahmat menuju tempat Malik yang merupakan nama Ayahnya sekaligus figur yang telah merawatnya. Dia tahu bahwa sekarang tidak ada rapat sehingga kedatangan dirinya tidaklah mengganggu.

"Assalamu'alaikum, Ayah ini aku, Rahmat." Dia pun tak lupa mengetuk pintu agar sang Ayah mengetahui kehadirannya. Pintu pun terbuka. Tampak sang sekretaris membukakan pintu dan ayahnya tampak sedang melihat beberapa dokumen di depannya.

"Ayah, aku mau bicara," ucap Rahmat.

"Apa yang ingin kamu bicarakan? Kamu sampai menemui Ayah dengan pakaian serapi ini," ucap Malik yang berkomentar dengan melihat penampilan anaknya. "Apa tak sebaiknya dibicarakan di Rumah?"

"Tidak bisa, karena ada hal serius yang ingin aku bicarakan."

"Apa itu?"

"Aku mau pindah ke Indonesia."

"Pindah? Mengapa? Apa kamu tidak suka tinggal di sini?"

"Tentu saja aku suka. Hanya saja aku ingin hidup mandiri di sana," ucap Rahmat yang bermaksud menyembunyikan alasan sebenarnya untuk hijrah dari sang Ayah.

"Mengapa harus di Indonesia? Di sana jauh," ucap Malik beralasan. "Kalau ingin hidup mandiri bisa kok di sekitar sini. Kamu mengontrak dan tinggal sendiri."

"Tidak bisa Ayah. Kalau di sekitar sini aku masih belum dikatakan mandiri. Lagipula aku rindu Ibu yang memang lahir di Indonesia."

"Bolehlah kalau begitu. Asalkan Orlando ikut kamu. Ayah enggak mau ada apa-apa dengan kamu karena kamu sendiri di sana."

"Terima kasih, Ayah."

Rahmat pun keluar dari tempat itu. Dia senang karena Ayahnya mau mendengarkannya.

"Orlando ayo kita bersiap ke rumah," ucap Rahmat kepada anak buahnya.

"Sudah dibicarakan dengan Ayah? Aku harap dia setuju dengan rencana Bos," ucap Orlando.

"Tentu saja dia setuju. Lalu, aku akan ke Indonesia bersamamu, Orlando. Ini perintah Ayahku," balas Rahmat.

"Benarkah? Baguslah kalau begitu. Jadi, Bos tidak sendirian di sana."

Rahmat senang semua berjalan dengan lancar dan bisa hijrah sesuai dengan rencana sebelumnya. Rahmat berharap dia bisa berubah akan sikapnya dan menjadi insan yang bertakwa.

***

Sesuai dengan rencana, Rahmat langsung berniat pergi seminggu setelah pembicaraannya dengan sang Ayah. Rahmat pun sudah membicarakan ini pada pihak sekolah. Hanya saja tampak pihak sekolah sedikit keberatan karena Rahmat termasuk siswa yang berprestasi. Teman-temannya pun sudah melarangnya termasuk Nicolas yang merupakan sahabatnya, tetapi Rahmat tidak peduli. Rahmat sudah memantapkan diri untuk pergi.

Barisan Doa Annisa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang